Senin, 30 Juli 2018

Ketrampilan


👉 Berlatih untuk menjadi trampil bukan berati tranpil itu bakat, melainkan berlatih merupakan proses dari membuat bakat trampil;  kendati orang berbakat, jika tidak ada proses untuk berlatih, tidak akan menjadi trampil.
👉 Jika orang telah menjadi trampil dalam bidangnya, ketrampilan selain akan membantu bagi mereka yang trampil; juga bermanfaat bagi orang lain, maupun bermanfaat pada lingkungannya dimana mereka berada.
👉 Tekun dalam berlatih dengan kemauan yang kuat adalah sebab dari trampil, sebaiknya jangan berpikir saya tidak punya bakat trampil, tetapi saya akan membuat bakat trampil, dengan giat untuk berlatih.
👉 Trampil itu bukan bakat, trampil juga bukan karena keturunan, trampil adalah proses dari kemauan untuk berlatih, siapapun bisa trampil dalam bidangnya.
✍ (B.Saddhaviro)

Mengelola Masalah


👉 Tidak semua orang mengetahui bahwa hidup itu satu paket dengan masalahnya, karena tidak mengetahui, maka berharap jika perlu berdoa, agar hidupnya tanpa masalah.
👉 Semakin orang tidak mau menerima masalah sebagai konsekwensi hidup, justru masalah akan semakin berkembang, seperti seseorang sewaktu bercermin terlihat mukanya bertambah tua; Ia tidak mau menerima ketuaan dan marah, dicermin mukanya terlihat semakin tua juga jelek, akibat dari kemarahannya.
👉 Mengetahui masalah adalah satu paket dengan hidup, berusaha untuk menerima sebagai upaya mengelola masalah dalam menjani hidup; maka masalah akan membuat orang menjadi tabah, kreatif, solutif atau kaya untuk mengatasi segala masah, tanpa membuat masalah.
👉 Mengelola masalah karena orang sadar bawah hidup satu paket dengan masalah, ciri dari orang yang bisa mengelola masalah, Ia hanya sebagai obyek tanpa menjadi subyek masalah;  bisa hidup bahagia dengan masalah, karena mau menerima masalah, sehingga tidak bermasalah dengan masalah.
✍ (B.Saddhaviro)

Jauh Tapi Dekat


👉 Ungkapan jauh tetapi dekat itu sering kita dengar, bahkan bisa jadi kita juga menggunakan ungkapan tersebut. Dari ungkapan jauh tapi dekat di atas, tentu ada arti maupun makna, yang terkandung pada ungkapan, yang patut untuk ditemukan.
👉 Ketika sifat luhur berupa kasih sayang itu dilatih serta tumbuh berkembang, sehingga saling menyayangi diantara sesema manusia khususnyan; kendati tinggal ditempat yang berbeda maupun berjauhan, namun terasa sangat saling berdekatan, bisa berkomunikasi dengan baik dan mudah untuk berbagi.
👉 Kasih sayang adalah sifat luhur sangat patut untuk dilatih guna dikembangkan, selain fungsinya sebagai pendekat jarak dari batin atau jiwa yang berjauhan, juga penyejuk batin yang digoreng oleh sifat rendah, berupa iri hati dan benci.
👉 Kendati eksistensi berjauhan, jika sifat luhur kasih sayang tumbuh berkembang; jauh bisa menjadi dekat, ketika sudah dekat tidak menjadi melekat, merupakan makna dari kasih sayang.
✍ (B.Saddhaviro)

Kebodohan Batin


👉 Ketika orang tahu bahwa kesel maupun marah itu tidak baik, tetapi masih saja kesel serta marah jika ada persoalan, adalah wujud dari kebodohan batin.
👉 Banyak orang tahu akan kebenaran serta jalan yang benar, tetapi tetap saja masih menjalani hidup dijalan yang salah. Begitu hebatnya kekuatan dari kebodohan batin, memperdaya orang yang tahu kebenaran tetapi tetap tidak mampu, berbuat yang benar.
👉 Jika tidak milik dan bagiannya (karma) tidak akan datang pada dirinya, kendati sudah tahu memang begitu hukumnya; orang berusaha tidak mau menerima, khususnya yang tidak diharapkan. Ketika orang tidak mau menerima sebagai fakta, itu manifestasi dari kebohan batin.
👉 Tahu tetapi tidak mau tahu, tidak bisa namun merasa bisa; mengerti tidak baik serta tanpa manfaat, tetapi terus dilakukan, adalah ciri dari kebodohan batin.
✍ (B Saddhaviro)

Pasti Baik


👉 Berbuat baik pasti akibatnya baik, yang tidak pasti adalah penilaian dari orang, karena ketika berbuat baik, bisa dinilai jelek.
👉 Orang baik pasti dari perbuatannya yang baik, tidak mungkin menjadi baik, tanpa melakukan berbuat baik, karena hanya melalui perbuatan baik, yang pasti bisa baik.
👉 Yang pasti baik adalah perbuatan baik, tidak ada yang lebih baik dari perbuatan baik; mengoleksi benda berharga memang baik, tetapi jika orang sampai lupa berbuat baik, tidak akan memiliki yang  paling terbaik.
👉 Memastikan hidup untuk berbuat baik, kendati hidup tidak ada yang pasti; begitu bisa memastikan  hidup untuk berbuat baik, pasti hidupnya lebih baik.
✍ (B.Saddhaviro)

Mengenali Sifat


👉 Orang bersifat masa bodoh, ketika dibantu  maupun diganggu orang lain, tidak bereaksi apapun; tidak mau tahu dengan orang lain, karena berpikirnya itu bukan urusannya.
👉 Orang bersifat reaktif, ketika orang lain baik pada dirinya, Ia pun membalas dengan kebaikan; namun jika Ia diganggu, akan ganti membalas untuk mengganggu.
👉 Orang bersifat positif, kendati diganggu, tidak membalas mengganggu; apa lagi jika dibantu, Ia akan semakin banyak untuk membantunya.
👉 Sifat bukan harga mati, apa lagi berasumsi bahwa sifat itu tidak bisa diubah sampai mati. Sifat akan terbentuk dari kebiasaan, tidak masa bodoh dan reaktif, tetapi untuk membiasakan hidup berpikir positif, maka akan terbentuk sifat positif
✍ (B.Saddhaviro)

Sifat Buruk


👉 Mudah untuk disadari, tetapi tidak mudah untuk dilenyapkan, adalah sifat buruk dari keserakahan. Sudah tahu bahwa dirinya serakah, tetapi kesulitan untuk mengatasi keserakahan yang telah disadari, dan tetap hidup dengan serakah.
👉 Lain lagi dengan sifat buruk dari kebencian, tidak mudah untuk disadari, tetapi kebencian mudah dilenyapkan. Ketika orang memiliki kepentingan sama, maka kencian dari kedua orang atau kedua pihak akan lenyap.
👉 Yang tidak mudah untuk disadari maupun dilenyapkan adalah, sifat buruk dari kebodohan batin; karena kebohohan batin merupakan akar dari keserakahan, juga akar dari kebencian.
👉 Sifat buruk dari keburukan adalah, ketika orang tidak ada upaya menyadari dan untuk melenyapkan kebodohan batin, keserakahan, maupun kebencian. Hanya karena kesulitan, lalu menyerah pada kesulitan, itulah ciri dari buruknya sifat buruk.
✍ (B.Saddhaviro)

Bercermin


👉 Orang dengan mudah menemukan cermin, karena cermin merupakan kebutuhan untuk bercermin; ketika orang bertata diri, agar bisa mempunyai penampilan lebih baik dan percaya diri.
👉 Cermin selain sarana untuk bertata agar lebih percaya diri, juga mengandung pelajaran bercermin diri, supaya bisa mawas diri, sehingga bisa tahu diri, menempatkan diri dan bisa bawa diri.
👉 Cermin juga bisa menyadarkan orang akan apa yang diterima, sebenarnya adalah milik atau akibat dari perbuatannya sendiri; seperti orang suwaktu bercermin, gambar yang terlihat adalah dirinya sendiri.
👉 Belajar dari cermin ketika bertata, cermin juga sebagai sarana untuk mawas diri, dan bercermin bisa menyadarkan diri apa yang dilakukan, pasti kembali pada dirinya sendiri; sehingga orang tidak melakukan keburukan, hanya berbuat kebaikan.
✍ (B Saddhaviro)

Kerja Kebaikan


👉 Sama orangnya, tetapi belum tentu sama pemikirannya; dan kendati sama memikirnya, belum tentu sama yang dipikirkannya. Begitu seninya orang hidup, sama yang tidak sama, kendati tidak sama, tetapi sama.
👉 Ada orang hidup dalam komunitas sama-sama kerja untuk bersama, sehingga kebersamaan itu memberi kekuatan serta kemanfaatan yang sangat besar; tidak hanya terlihat sama, tetapi tidak bekerja sama.
👉 Ada orang hidup dalam komunitas, terlihat tidak bersama, tetapi bisa kerja sama; kendati yang dikerjakan tidak sama, karena yang penting sama kerjanya, demi manfaat bersama.
👉 Orang bisa kerja sama, atau sama-sama bekerja, yang terpenting mengerjakan kebaikan; karena kesamaan dalam kebersamaan itu pada kebaikan, kendati tidak sama cara serta kerjanya, jika sama bekerja untuk kebaikan, itulah kesamaannya.
✍ (B.Saddhaviro)

Hukumnya


👉 Berbuat sebaik apa pun dimata orang yang tidak suka, tetap terlihat tidak baik; demikian sifat serta hukumnya dari orang yang tidak suka, tidak bisa melihat kebaikan sebagai kebaikan.
👉 Kendati tidak berbuat baik, dimata orang yang menyukainya, akan terlihat baik; begitu sifat serta hukumnya orang yang menyukainya, belum berbuat baik terlihat baik.
👉 Demikian pula pada umumnya serta hukumnya dalam masyarakat, kendati sudah banyak melakukan perbuatan baik; karena kelengahan sehingga orang melakukan perbuatan buruk walaupun kecil, semua kebaikannya terlupakan, hanya keburukannya yang diingat.
👉 Biarlah orang menila sesuai dengan penilaiannya, serta menurut pada umum karena itulah hukmnya. Namun kebaikan tetap kebaikan, tidak bisa menjadi jelek karena dinilai jelek. Begitu pula keburukan tetap keburukan, tidak bisa menjadi baik kendati dinilai baik. Inilah hukum kebenaran, untuk pedoman dan bersikap, dari penilaian orang.
✍ (B.Saddhaviro)

Terima Kasih


👉 Kata terima kasih bukan hanya sering mendengar dari ucapan orang lain, tetapi bisa jadi diri sendiri menggunakan kata terima kasih itu. Kendati sama diucapkan dan menggunakan kata yang sama, tetapi memiliki makna serta arti berbeda, sebab tempat penggunaannya kata terima kasih berbeda.
👉 Orang mengucapkan terima kasih karena dapat bantuan, sehingga kesulitannya berkurang bahkan hilang; oleh sebab itulah yang menjadi alasannya untuk berterima kasih adalah bantuannya. Terima kasih jenis ini biasa dan paling terbanyak.
👉 Orang mengucapkan terima kasih bukan karena dibantu, justru malah membantu dan saat selesai bisa membantu itu malah berterima kasih, kepada orang yang dibantunya, karena telah memberi kesempatan untuk berbut baik. Jenis terima kasih seperti ini tidak banyak, karena berpikir logika berbalik dengan di atas.
👉 Orang mengucapkan terima kasih bukan karena dapat bantuan maupun telah membantu, melainkan pada saat dirinya dihina untuk direndahkan; dengan berpikir melalui penghinaannya karma buruknya berkurang, maka Ia berterima kasih kepada orang yang menggina untuk merendahkan dirinya. Ucapan terima kasih jenis ini, amat sangat sedikit.
✍ (B.Saddhaviro)

Menjadi Terhormat


👉 Tergantung pada bibit yang ditanam, demikian buah yang akan dipanen; begitu pula dalam hidup ini, apa yang datang pada dirinya, itu tidak lain selain miliknya. Jika minta dihormati orang, hendaknya menghormati orang.
👉 Laku hormat, adalah sebab atau langkah awal, dari suatu penghornatan; memulai dengan  laku hormat kepada siapa saja, apa lagi kepada orang tua yang patut dihormati, karena telah berjasa, khususnya bagi anak atau anak muda, inilah perlunya dari laku hormat.
👉 Untuk menghormat, adalah suatu pedoman orang menghormat. Ketika orang laku hormat hanya untuk menghormat, berarti melakukan berdasarkan pengertian, dan diwujudkan dengan ketulusan, sesuai pada proses kebenaran yang benar Ia lakukan.
👉 Sebab terhormat, seolah kalimat awal, padahal sebab itu yang amat penting dari sebuah akibat; tidak akan terjadi akibatnya, jika tidak ada sebabnya. Sebab terhormat kata kunci dan yang menjadikan terhormat bagi siapapun orang terhormat.
👉 Merenungkan kalimat LAKU HORMAT, UNTUK MENGHORMAT, SEBAB TERHORMAT, sangat penting; karena mengandung nilai moral ajakan berbuat baik, nilai kebenaran tentang hukum sebab akibat, dan agar hidup sampai tujuan menjadi orang baik.
✍ (B Saddhaviro)

Cinta dan Benci


👉 Sangat mudah untuk dimengerti bahwa cinta adalah berbeda dengan benci, bahkan cinta dan benci itu berlawanan; karena cinta adalah hal positif, sedangkan benci adalah negatif. Tetapi cinta maupun benci ada kesamaannya, tidak obyektif jika digunakan untuk menilai.
👉 Ketika orang terlalu cinta pada seseorang, tidak mengetahui kekurangan orang yang dicintainya; bergitu pula bagi orang yang sangat benci, tidak terlihat kebaikan dari orang yang dibenci. Cinta berbeda dengan benci, namun keduanya memiliki sama tidak obyektif untuk memilai.
👉 Ketika orang telah mengembang kebijaksanaan cinta tidak menjadi subyektif untuk menilai, cinta tidak akan membuta, melainkan bisa melihat sebagai mana adanya. Demikian pula kebijaksanaan berperan untuk mengikis kebencian, yang bersifat subyektifitas.
👉 Sifat luhur dari bijaksana patut untuk dilatih serta dimiliki setiap orang, karena keluhurannya membuat cinta menjadi bijaksana, dan kebencipun bisa terkikis oleh mulianya sifat bijaksana. Negatif bisa menjadi positif, dan positif tidak berubah negatif; jika nenilai kepada siapa mau apa, menjadi obyektif, itulah kebijaksanaan.
✍ (B.Saddhaviro)

Aksi dan Reaksi


👉 Ketika ada aksi negatif dari orang lain, jika dibalas dengan reaksi negatif, apa pun yang menjadi alasannya; reaksi negatif tetap negatif, karena tidak bisa mengendalikan aksi negatif.
👉 Ketika ada aksi negatif dari orang lain, jika dibalas dengan reaksi positif, kendati tanpa alasan apapun; reaksi positif tetap positif, karena tidak terpancing oleh aksi negatif.
👉 Ketika ada aksi positif dari orang lain, jika dibalas dengan reaksi negatif, beralasan maupun tanpa alasan; aksi positif dari orang lain tetap positif, karena aksi positif tidak terpengaruh oleh reaksi negatif.
👉 Ketika ada aksi positif dari orang lain, jika dibalas dengan reaksi positif, maka inilah terbaik diantara aksi dan reaksi;  karena aksi positif mendapat reaksi positif, adalah wujud dari orang yang berpikir positif.
👉 Kapan pun bisa terjadi aksi negatif maupun positif dari orang lain, yang terpenting adalah reaksinya untuk meresponnya; jika orang tetap reaksi positif, maka yang negatif tidak semakin negatif.
✍ (B.Saddhaviro)

Menang dan Kalah


Hidup tidak seperti suatu permainan sepak bola, yang bisa dibuat untuk bertaruhan, ada pemenangnya juga ada yang kalah. Melainkan hidup itu bagaikan perjalanan, punya tujuan untuk dicapainya.
👉 Tujuan dari hidup adalah kebahagiaan, setelah orang bisa memahami sebab penderitaan adalah keinginan, dan mampun mengikis sampai padamnya keserakahan, kebencian, serta kebodohan batin; jika hidup bagaikan perjalanan, maka tercapainya kebahagiaan merupakan akhir dari perjalanan.
👉 Kalah dan menang tidak perlu terjadi dalam menjalani hidup guna mencapai tujuannya, karena kebahagiaan bukan milik orang lain maupun berada di tempat tertentu; tetapi masing-masing ada pada diri sendiri tiap orang, untuk dicapainya melalui diperjuangkan.
👉 Tidak menjadikan hidup seperti permainan, apa lagi hidup dibuat untuk bertaruhan yang beresiko bisa menang dan kalah; namun berusaha menggunakan hidup tidak berbuat jahat, senantiasa berbuat baik, dan memurnikan batin sebagai jalan mencapai tujuan.
✍ (B.Saddhaviro)

Sifat Orang


👉 Ada orang tidak mau mendengarkan pendapat orang lain, kendati itu orang paling dekat pada dirinya; hanya pendapat serta pemikirannya sendiri yang dijadikan pedoman hidupnya, tanpa mau tahu apa kata dan penilaian orang lain terhadap dirinya.  Prisipnya anjing meng-gong-gong kapila tetap berlalu.
👉 Ada orang selalu mendengarkan pendapat bahkan mencari pendapat terlebih dulu dari orang lain, sebelum mengambil keputusan untuk dijadikan pedoman; utamanya orang-orang  dekatnya musti didengar pendapat serta pemikirannya, maka  sering kali mengambil keputusan agak lama bahkan berubah-ubah. Orang jenis ini, sepertinya tidak punya prinsip, dan hidupnya mudah terpengaruh oleh orang lain.
👉 Ada orang tidak kukuh pada pendapatnya sendiri maupun tidak tergantung pada pendapat orang lain, melainkan berpedoman dengan manfaat dari kebaikan dan kebenaran. Jika itu bermanfaat karena hal baik juga sesuai dengar kebenaran, dari manapun asalnya tidak masalah. Biarlah dinilai jelek, dan disalahkan, kebaikan dan kebenaran yang menjadi pedomannya.
👉 Pendapat diri sendiri bisa baik juga bisa benar, pendapat dari orang lain juga demikian, bisa baik dan benar. Akan tetapi berpedoman pada dhamma pasti baik dan benar, karena dhamma disini berarti kebaikan sekaligus kebenaran.
✍ (B Saddhaviro)

Idealnya Hidup


👉 Hidup sekadarnya bisa hidup, karena tidak tahu apa hidup itu, bagaimana caranya mencari kebutuhan hidup, dan tidak tahu tujuan hidup. Jenis orang hidup seperti ini, adalah yang belum maksimal.
👉 Hidup berkecukup kebutuhan hidup, tidak hanya sekadarnya hidup. Tetapi tahu caranya untuk mencari kebutuhan hidup, sampai kecukupan bahkan terjamin kesejahteraan hidup; namun belum tahu apa tujuan hidup, dan bagaimana caranya untuk sampai tujuan. Jenis orang hidup ini, sudah maksimal dalam menjalani hidup dengan memenuhi kebutuhan hidup.
👉 Idealnya orang hidup jika tidak sekadar hidup tapi bisa memahami hidup, kecukupan akan kebutuhan hidup, juga  tahu tujuan hidup, dan bisa mencapai tujuan hidup. Jenis orang hidup ini, merupakan idaman semua orang hidup.
👉 Tujuan hidup terbebas dari penderitaan dengan bisa hidup bahagia. Karena terus melatih berbuat baik untuk menjadi baik, dan mengerti kebenaran hidup dengan benar, adalah idealnya orang hidup, sehingga menjadi bermanfaat akan eksistensinya hidup.
✍ (B.Saddhaviro)

Konsep Tanpa Aku


👉 Bukan aku dan bukan milikku, kendati datang padaku; ia pasti akan berlalu meninggalkanku, karena ia datang untuk berlalu, ia bukan aku tapi paduan unsur.
👉 Konsep tanpa aku dan tanpa milikku, merupakan konsep pembebasan dari pandangan keliru tentang aku; yang mengaku aku sebagai milikku, merupakan sebab dari penderiaan.
👉 Bisa berpikirnya  salah, berucap serta berbuat salah, jika pandangannya salah; namun semua tidak ada yang salah, ketika orang memiliki pandangan benar, bahwa tidak ada aku yang sebenarnya, karena yang sebenarnya bukan aku dan bukan memilikku, hanyalah paduan unsur saling bergantungan.
👉 Bukan aku dan milikku, semuanya hanya paduan unsur, terus berubah serta tidak memuaskan, maka tiada aku maupun milikmu, aku adalah konsep dari pandangan keliru, sehinga tidak memahami sebagai mana adanya paduan unsur, yang sebenarnya tidak adanya aku.
✍ (B.Saddhaviro)

Perlunya Rajin


👉 Rajin itu perlu dilatih, jika orang tidak melatihnya, maka sifat baik berupa rajin tidak akan berkembang, menjadi karakter baik, bagaikan biji-bijian tidak bisa tumbuh, kalau tidak ditanam.
👉 Sifat baik dari orang yang rajin adalah, jika hidup belum punya akan menjadi punya; ketika sudah punya dengan hidup kecukupan, orang yang rajin bisa menjaga dan mengembangkannya, sampai puncak kesuksesannya.
👉 Orang yang rajin bergaul, akan punya teman. Orang yang rajin belajar, akan memiliki pengetahuan. Orang yang rajin bekerja, akan punya penghasilan. Dan orang yang rajin berlatih banyak hal, akan punya ketrampilan serta pengalaman hidup sangat berharga. Inilah kerjanya hukum kebenaran sebab akibat.
👉 Orang rajin bukan disebabkan oleh tanggal lahir maupun keturunan tertentu, rajin bersumbernya dari kemauan orang yang kuat untuk berbuat manfaat; orang rajin adalah orang yang telah memahami hidup serta nilai kehidupan, guna mencapai tujuan hidup, dengan berbuat yang manfaat.
👉 Berteman dengan orang rajin itu perlu, belajar serta berlatih untuk rajin itu lebih perlu; berlatih guna membentuk karakter agar menjadi orang rajin jauh lebih perlu, dan setelah rajin bisa hidup bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain, inilah perlunya rajin.
✍ (B.Saddhaviro)

Keinginan


👉 Jangan berlatih meditasi dengan keinginan, tetapi berlatih dengan kesadaran; keingin adalah perintang ketika orang berlatih meditasi, karena  keinginan pikiran tidak tenang dan malah tegang.
👉 Keinginan untuk tenang ketika orang berlatih meditasi, justru pikiran sulit menjadi tenang, karena keinginan merupakan energi pikiran berkelana tanpa ada habisnya.
👉 Keingin akan membuat ketegangan ketika orang berlatih meditasi, dan ketegangan sebagai perintang dalam berlatih meditasi; maka tidak dianjurkan berlatih meditasi dengang keinginan, melainkan dengan kesadaran.
👉 Tanggalkan segala keinginan ketika berlatih meditasi, termasuk keinginan untuk tenang atau konsentrasi; agar bisa berlatih dengan rileks,  berusaha dengan sadar untuk mengonsentrasikan pikiran tanpa keinginan, pikiran mudah dilatih menjadi tenang.
✍ (B.Saddhaviro)

Ciri Orang Besar


👉 Orang besar bisa terlihat dari pemikirannya serta apa yang dilakukan, selain memikirkan orang  lain dan berkepentingan untuk orang banyak; tidak sekala pendek apa yang dipikirkan serta dilakukan, melainnya untuk manfaat jauh kedepan, adalah ciri dari orang besar.
👉 Kendati sudah menjadi orang besar karena telah mampu mengimplementasikan pemikiran untuk manfaat orang banyak, masih mau mengerjakan tugas yang kecil; sebagai bukti orang besar yang sebenarnya, karena bisa menjadi besar juga bermula dari kecil. Itu ciri dari kebesaran orang besar, tidak menyepelekan hal yang kecil.
👉 Orang besar juga tidak membesarkan kebesarannya, atau merasa besar dan angkuh karena telah menjadi besar. Semakin bermanfaat bagi orang banyak akan eksistensinya, semakin rendah hatinya, merupakan ciri dari orang besar.
👉 Setiap orang punya potensi menjadi orang besar, tetapi tidak setiap orang mau dan mampu mengelola potensinya; jika orang mau berpikir serta  berbuat untuk bermanfaat orang banyak, rela berkorban tanpa mengorbankan orang lain, adalah  indikasinya menjadi orang besar.
✍ (B.Saddhaviro)

Rasa Senang


👉 Memulai aktifitas dengan rasa senang, sampai tumbuh berkembang menyenangi tugas maupun pekerjaan yang dikerjakan; akan menjadi kekuatan sangat dasyat, bagi siapapun yang memiliki rasa senang.
👉 Pekerjaan berat jika dikerjakan dengan hati senang, orang tidak akan terbebani oleh beratnya pekerjaan, dan pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik; demikian dasyatnya rasa senang, patut untuk dimiliki beraktifitas agar tetap semangat.
👉 Sulitnya kehidupan bisa muncul kapan saja kendati orang tidak mengharapkan. Sesulit apapun kesulitan itu, jika orang bisa tetap senang untuk berupaya mengatasi kesulitan, maka orang tidak akan kesulitan dengan kondisi yang sulit. Karena kontribusi dari rasa senang, untuk mengurangi bahkan menghilangkan kesulitan menjadi kemudahan.
👉 Rasa senang membuat tugas berat menjadi ringan, rasa senang problem sulit menjadi mudah, rasa senang perjalanan jauh terasa dekat, rasa senang dalam keadaan enak maupun pait, adalah rasa senang  sesungguhnya, yang patut untuk dimiliki aktifitas.
✍ (B.Saddhaviro)

Hidup Bahagia

👉 Kondisi hidup di dunia adalah suka duka, tanpa kecuali orang hidup di dunia pasti mendapat kondisi yang sama; hanya pemahaman maupun sikap serta daya tahan orang hidup di dinua yang berbeda satu dengan lainnya, sehinga tidak bisa hidup bahagia dalam kondisi yang sama.
👉 Oleh sebab itu bahagianya hidup, bukan karena kondisinya hidup, melainkan bagaimana cara orang memahami, mengeloka, menyikapi hidup dan menerima kondisi hidup, sehingga dalam kondisi suka maupun duka, bisa hidup bahagia.
👉 Hidup bahagia saratnya tidak banyak, ketika orang bisa menerima sebagaimana adanya hidup, bukan hidup dengan seperti apa yang diharapkan, maka kebahagiaan hidup datang tanpa di cari dan diundang, karena sebabnya telah ada, akibatnyapun menjadi ada.
👉 Berusaha untuk mengerti hidup di dunia adalah suka dan duka, berusaha mengerti serta memperbaiki kekurangan pada diri sendiri; dan berusaha untuk bersikap menerima yang tidak diharapkan karena itu realita kehidupan, adalah sumber dari kebahagiaan.
✍ (B.Saddhaviro)

Hidup di dunia

RENUNGAN:  "hidup di dunia"
👉 Setiap orang hidup di dunia, pasti tidak lepas dari dicela. Karena celaan itu merupakan konsekuensi dari pada orang hidup di dunia. Siap untuk dicela dari pada mencela, adalah cara yang baik, orang hidup di didunia.
👉 Negatifnya celaan, ketika orang dicela dirinya merasa tercela, celaan menjadi kondisi negatif bagi orang yang merasa tercela;  karena merasa tercela dan tidak bisa menerima celaan, malah ganti mencela.
👉 Positifnya celaan, ketika orang dicela, Ia tidak merasa tercela, tapi sadar bahwa hidup di dunia, bisa kapan saja dicela. Orang yang menyadari akan eksistennya, bisa menerima celaan tanpa untuk membalas mencela.
👉 Ketika orang telah mengerti, bawah mencela orang tercela dirinya sendiri akan menjadi tercela, dan apa lagi mencela orang yang tidak berbuat tercela; maka orang yang telah mengerti serta sadar akan konsekuensi hidup di dunia, siap untuk dicela, berusaha tidak mencela.
✍ (B.Saddhaviro)
 "karma bukan takdir"
👉 Bertanya,  Apakah karma beda dengan takdir?
👉 Jawaban: Sangat beebeda karma dengan takdir. Karma adalah bersumber dari dirinya sendiri, sedangkan takdir itu dari luar dirinya manusia.
👉 Jawaban: Karma itu berarti niat atau kehendak, lantas  berpikir menjadi karma pikiran, niat lantas berkata itu karma ucapan, niat lantas bertindak menjadi karma dari jasmani. Sedangkar takdri itu bukan dari niatnya orang yang punya takdir, melainkan orang telah ditakdirkan.
👉 Jawaban: Karma ditanggung oleh diri sendiri, karena dari dirinya sendiri, dan karma bisa diubah.  Kalau takdir bukan dari dirinya sendiri, tetapi yang menanggung dirinya sendiri, dan orang punya takdir tidak bisa diubah.
👉 Kehidupan orang bisa diubah, karena hidup memang berubah; dengan perbuatan baik atau karma baik, maka hidup yang semula tidak baik menjadi baik, dan yang belum bermanfaat bisa menjadi manfaat. Oleh karenanya *karma beda dengan takdir.
✍ (B Saddhaviro)
RENUNGAN: "ciri sahabat baik"
👉 Cirinya orang baik, tidak mudah berbuat jahat, tetapi mudah untuk berbuat baik; tidak mencari nama baik serta pujian jika berbuat baik, namun mengutamakan berbuat baik hanya untuk kebaikan.
👉 Cirinya orang yang pinter mencari sahabat baik, tetapi tidak bisa menjadi sahabat baik; orangnya egois hanya mau enak serta menangnya sendiri, tidak mau tahu orang lain, namun banyak menuntut agar orang lain mau tahu pada dirinya.
👉 Ciri dari sahabat baik, setia teman dalam kondisi suka maupun duka, selalu memberi bantuan, tanpa menuntut balasan; melindungi teman selagi lengah, mengingatkan teman sewaktu lupa, dan rela berkorban untuk membela temannya, merupakan sifat dari sahabat  sejati.
👉 Menjadi sahabat baik dengan berbuat baik, dan sebelum mencari sahabat baik terlebih dulu dirinya bisa menjadi sahabat baik; demikian cara berpikir serta pedomannya dari orang yang berciri sahabat baik.
✍ (B.Saddhaviro)
RENUNGAN: "buah kebaikan"
👉 Sesuai dengan benih yang telah ditanam, demikian pula buah yang dipanennya; jika orang bercocok tanam padi, maka padi juga buahnya, demikian hukumnya. Pelaku kejahatan mengakibatkan penderitaan, dan pembuat kebaikan memetik buah kebahagiaan.
👉 Hanya bercocok tanam perbuatan baik, yang memiliki akibat atau buah dari berbagai hal, sehingga melebihi jenis tanaman benih apapun di dunia ini. Ketika orang memahami akan hukum kebenaran bahwa berbuat baik, bisa berbuah banyak hal, orang selalu berbuat kebaikan.
👉 Orang bisa sukses hidupnya itu buah dari perbuatan baiknya. Orang sehat serta berusia panjang, akibat dari perbuatan baiknya. Orang terkahir rupawan, terkenal, berkuasa, disukai banyak orang, adalah buah dari kebaikannya. Sampai tercapainya segala cita-citanya, termasuk menjadi buddha, merupakan buah dari kebaikannya.
👉 Sedemikian besar manfaat serta buah dari perbuatan baik, sehingga tidak ada jenis tanaman bibit apapun, jika ditanam buahnya bisa melebihi dari buah tanaman kebaikan. Semoga renungan ini, bisa menghikangkan keraguan akan berbuat baik dan meyakinkan orang berbuat baik
✍ (B.Saddhaviro)
RENUNGAN: "menerima"
👉 Ketika orang hidup dengan harapan, maka akan mengalami kekecewaan; apa bila harapannya tidak sesuai dengan kenyataan. Ini sudah merupakan konsekuensi logi, dari orang hidup yang masih didominasi oleh harapan.
👉 Ketika orang hidup dengan kesadaran, aktifitasnya disertai oleh kesadaran; apapun kenyataan yang ada, tidak akan membuat orang kecewa, karena orang yang hidupnya sadar, akan  bisa menerima keyataan. Inilah sifat alami dari kesadaran, bukan mencaci yang tidak ada, dan bisa menerima yang ada.
👉 Berlatih untuk meneriima kenyataan, sampai bisa menerima kenyataan, adalah cara orang yang sadar akan eksistensinya; bahwa hidup subyektifitas tidak bisa menerima realitas, justru malah kecewa. Akan tetapi jika bisa hidup secara obyektifitas, bisa menerima realitas hidup.
✍ (B.Saddgaviro)
RENUNGAN: "kebiasaan"
👉 Biasakan untuk berbuat baik kendati perbuatan baik itu kecil, agar terbiasa  melakukan perbuatan baik; karena kebiasaan baik yang telah dilakukan akan membentuk karakter baik, dan dari karakter baik, menjadikan orang baik.
👉 Biasakan untuk bekerja dengan sepenuh hati tanpa ragu dan takut oleh rintangan serta kegagalan. Karena kebiasaan bekerja sepenuh hati, akan membentuk mental bertanggung jawab dan pekerja yang tangguh,  tidak mudah menyerah, menjadikan orang sukses dalam bidangnya.
👉 Biasakan untuk memberi sebagai latihan agar bisa memberi pada orang lain, agar  terbiasa untuk memberi kepada siapa saja yang patut diberi. Orang yang telah terbiasa dengan memberi, tidak akan sulit untuk memberi. Dan orang yang suka memberi, tidak akan pernah kekurangan, karena orang yang memberi dengan tulus, akan merasa puas kebiasaan yang baik.
👉 Orang yang memiliki kebiasaan baik, bekerja sepenuh hati, dan tulus dalam memberi; adalah orang yang berguna bagi dirinya, bermanfaat untuk orang lain, dan juga menjadi berkah akan eksistennya hidup di dunia.
✍ (B.Saddgaviro)

Kamis, 11 Januari 2018

Agama Buddha Di Dunia Barat

Perkembangan Agama Buddha di Barat

Ajaran Sang Buddha memiliki suatu keunikan yang bersifat universal dimana mampu senantiasa berkembang sesuai dengan kebudayaan dan kebiasaan setempat. Sehingga kini terdapat berbagai sekte dan aliran yang terkadang kelihatannya sangat berbeda, namun pada intinya mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk mencapai pembebasan [Nirvana/Nibbana]. Ajaran Sang Buddha yang dikenal sebagai Ajaran Damai dengan semboyan suci : Cinta Kasih dan Kasih Sayang, telah tersebar di hampir seluruh Asia, Amerika dan Eropa.

Di setiap negara biasanya mempunyai ciri khasnya tersendiri dalam menerima Ajaran Sang Buddha yang merupakan suatu jawaban atas tuntutan dan pengaruh filosofis, sosial dan kebudayaan setempat. Sang Buddha sendiri agak pragmatis, Beliau lebih menekankan mengetahui sedikit ajaran tetapi pengamalan yang lebih intensif. Beliau juga menegaskan bahwa ajaran itu hanyalah alat untuk dipakai bila diperlukan dan ditinggalkan ketika tujuan telah tercapai yang diibaratkan rakit yang dipakai untuk menyeberangi sungai.

Para pengikut Ajaran Sang Buddha pada umumnya mengakui bahwa tidak ada alasan apapun bagi mereka untuk memperdebatkan apa yang benar atau yang tidak benar, apa yang lebih dulu atau yang belakangan, dan apa yang ortodoks atau yang fleksibel, dimana pada dasarnya tetap satu yaitu batang tubuh ajaran yang langsung dari Sang Buddha. Berbagai mazhab yang ada , yaitu Theravada atau Hinayana , dan Mahayana, Vajrayana atau Tantrayana dengan berbagai aliran dan sekte di dalamnya tersebut bermunculan setelah Sang Buddha Parinirvana yang ditandai dengan munculnya kosili Buddhis yang pertama di Rajagraha yang diadakan tidak lama sesudah Buddha Gautama Parinirvana.

Kita perlu menyadari juga bahwa pada eranya Buddha Gautama masih membabarkan Dharma, tidak terdapat segala nama aliran dan sekte yang seperti kita kenal saat ini. Malah Buddha Gautama sendiri tidak pernah mengatakan beragama Buddha apalagi mewakili aliran tertentu baik dari Theravada, Mahayana , ataupun Vajrayana. Pada saat ini diperkirakan terdapat sepertiga penduduk dunia merupakan pengikut Ajaran Sang Buddha. Dari hasil penjelajahan di beberapa situs internet (web sites), Penyusun menemukan sudah terdapat banyak sekali terjemahan literatur Ajaran Sang Buddha dalam bahasa Inggris yang sangat baik, khususnya oleh rekan-rekan Buddhis di negara Barat.


Alasan Buddhisme dapat masuk ke Negara Barat


Negara Barat yang identik dengan sekuler sekalipun dapat menerima ajaran agama Buddha sebagai “ the way of life”. Perkembangan peradaban manusia rupanya telah membawa perubahan pada segenap sisi kehidupan, antara lain sisi spiritualitas. Sebuah fakta yang menarik bahwa ”spiritualisme” sedang berkembang di negara sekuler macam Amerika Masyarakat di sana rupanya sudah ”lelah” dengan agama-agama yang bersifat institusional dan dogmatis (baca: agama semitik), dan cenderung memilih jalan hidup yang antropo-sentris. Buddhisme menjadi salah satu alternatif yang semakin banyak digemari masyarakat di Amerika.

Tidak hanya masyarakat Amerika, golongan intelektual pada umumnya memang memiliki apresiasi yang baik terhadap Buddhisme, dikarenakan prinsip ajarannya yang tidak dogmatis dan sejalan dengan cara berpikir modern.
Buddhisme tergolong unik, sebab tidak berparadigma teosentris/idol sentris. ”Tuhan” bukanlah persoalan yang utama di dalam Buddhisme. Seorang atheis, agnostis, atau theis, dapat saja menjadi penganut Buddha. Dengan begitu, fundamen ajaran Buddha bukanlah dogma-dogma teologi, tetapi sesuatu yang berasal dari diri kita sendiri, yakni pikiran(minds). Sebab pikiran adalah sumber dari segala permasalahan yang muncul dalam kehidupan manusia, seperti adanya keinginan, hawa nafsu, emosi, penalaran, pencerapan, berbagai ide/konsepsi/kepercayaan, yang kesemuanya itu perwujudan dari ego atau “aku”.

Mengetahui seluk beluk pikiran atau “aku” beserta segenap fenomenanya, kita dapat mencari akar permasalahan dan menundukkannya. Hal ini diwujudkan dengan berbagai latihan disiplin dan praktik meditasi. Dari pikiran sebagai fundamen itulah, maka Buddhisme banyak disebut oleh para orientalis barat sebagai ”ilmu pengetahuan tentang pikiran”. Dari situ dapat dipahami bahwa Buddhisme memiliki metoda memandang ke dalam (menguasai pikiran/diri sendiri) terlebih dahulu untuk kemudian membuat laku ke luar/menanggapi alam sekitar (termasuk misalnya menolak atau menerima suatu ajaran). Sehingga Buddhisme tidak mementingkan siapa yang mengajarkan suatu ajaran apakah ”nabi” atau ”tuhan” atau ”orang penting” mana pun, tetapi apa yang diajarkan. Apakah bermanfaat atau tidak, apakah logis atau tidak, dan sebagainya. Dan semua penilaian itu tentunya tergantung pada bagaimana kualitas pikiran kita (sikap ini diterapkan termasuk kepada ajaran Buddha Gautama sendiri, seperti yang dituturkan beliau dalam khutbahnya pada orang-orang suku Kalama.

Meski banyak diminati oleh masyarakat Amerika dan banyak diapresiasi oleh kaum cendekiawan, citra Buddhisme tidaklah sebagus itu di Asia dan masyarakat awam pada umumnya. Di Asia, Buddhisme banyak ditinggalkan penganutnya yang beralih ke agama Kristen. Buddhisme juga dianggap sebagai agama yang kolot, penyembah berhala, kaku, dan sudah ketinggalan jaman. Semua tuduhan itu muncul karena orang tidak banyak tahu tentang agama Buddha yang sesungguhnya.

Larisnya agama Buddha di masyarakat Barat dan kalangan cendekiawan umumnya, menunjukkan adanya fenomena perubahan paradigma beragama, dari ”teosentrisme” yang dipopulerkan oleh agama semitik (Abrahamic Faiths) menjadi ”antropo-entrisme”. Oleh beberapa penganut secular humanism, tradisi ”worship” bahkan sudah dianggap ketinggalan jaman dan terganti dengan praktek-praktek spiritual seperti meditasi dan yoga. Fenomena perubahan paradigma beragama ini hendaknya dapat menyadarkan kita untuk secara jujur me-reviewkembali paradigma beragama yang selama ini kita jalankan. Dan memandang Buddha sebagai ” the way of life 


Kamis, 07 Desember 2017

Menjadi Orangtua Yang Ideal



      Di dalam Petavatthu Dikisahkan di Rajagaha ada seorang pedagang yang sangat kaya raya, karena memiliki kekayaan yang demikian banyak maka ia dikenal sebagai Mahadhanasetthi. Ia mempunyai putra semata wayang yang amat disayangi dan dibanggakannya. Ketika putranya telah mencapai akil balik, lantas ia berpikir bahwa seandainya putranya membelanjakan seribu keping setiap hari selama seratus tahun pun tidak akan habis, maka biarlah dia menikmati kekayaan ini sesukanya. Sehingga ia tak perlu menanggung beban dan bersusah payah dengan tubuh dan pikirannya untuk mempelajari pengetahuan serta ketrampilan. Ketika sudah dewasa, orangtuanya mencarikan pendamping baginya. Ketika sedang dimabuk kenikmatan dengan istrinya, anak muda ini sekilas pun tidak mempunyai minat pada Dhamma, juga tidak memiliki rasa hormat terhadap para pertapa dan brahmana serta orang-orang yang pantas dihormatinya. Karena ia hidup dilingkungan orang-orang jahat, sehingga ia bergembira-ria dan hanyut dalam kenikmatan-kenikmatan indria. Karena kebodohanya itu ia terus mengejar kesenangan-kesenangan indria.

Setelah kedua orangtuanya meninggal, dia menghambur-hamburkan kekayaannya sepuas-puasnya dengan para penyanyi dan penari dsb. Dan tidak lama kemudian hartanya habis tanpa sisa. Akhirnya ia tinggal di bangsal kota yang dibangun untuk fakir miskin dan ia berkelana jadi pengemis. Inilah satu kisah orangtua yang mendidik anaknya dengan cara yang tidak  benar, sehingga berakibat penderitaan bagi anaknya.

Sudah menjadi kewajiban orangtua untuk membuat anaknya menjadi besar dan hidup sejahtera, dalam kenyataannya orangtua akan melakukannya dengan penuh tanggung jawab. Meskipun kadangkala terdapat anak yang tidak menghargai jerih payah dan tidak tahu membalas budi orangtuanya, akan tetapi orangtua dengan sedikit penghargaan seringkali tetap memperhatikan segala kebutuhan anaknya, meskipun anak tersebut telah dewasa, berumah tangga dan pergi dari rumah. Orangtua akan sangat bahagia apabila anak-anaknya dapat melebihi mereka dalam segala aspek, atau paling tidak setara dengan mereka. Mereka akan merasa tidak puas apabila tarap kehidupan anak-anaknya lebih rendah dari mereka. Agar dapat mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar, maka orangtua harus memberikan contoh dan teladan, serta memperlihatkan cara hidup yang ideal bagi keluarganya.

      Suatu kekeliruan yang fatal apabila orangtua membiarkan anak-anaknya tidak memiliki keyakinan terhadap Tiratana, karena kemungkinan besar mereka akan memiliki keyakinan atau agama lain sebagai pegangan hidupnya. Orangtua yang lalai disebabkan oleh hal-hal yang lain, misalnya pendidikan di sekolah yang beragama lain sehingga anak dapat berpindah ke keyakinan lain. Memiliki keyakinan terhadap Tiratana adalah sangat penting, karena merupakan landasan dari proses beragama Buddha untuk selanjutnya, misalnya: mematuhi Sila, mengembangkan cinta kasih dan kasih sayang, meningkatkan kemurahan hati, dan mempunyai kebijaksanaan. Oleh karena itu setiap orangtua yang beragama Buddha mempunyai kewajiban untuk menanamkan keyakinan terhadap Sang Tiratana pada generasi mereka. Perlu diingat bahwa anak yang beragama lain tidak akan melakukan kewajiban yang sangat penting bagi para leluhurnya yang sudah meninggal dunia, yaitu melakukan pelimpahan jasa. Suatu perbuatan yang sangat dinanti-nantikan oleh mereka yang kebetulan terlahir di alam-alam menderita.

      Dalam Sigalovada Sutta, Sang Buddha bersabda bahwa orangtua mempunyai lima kewajiban terhadap anaknya, yaitu sebagai berikut:
  1. Mencegah anaknya berbuat jahat
  2. Menganjurkan anaknya berbuat baik
  3. Memberikan pendidikan profesional pada anaknya
  4. Mencarikan pasangan yang sesuai bagi anaknya
  5. Menyerahkan warisan kepada anaknya pada saat yang tepat.
Dalam Sutta ini dapat diketahui bahwa peranan orangtua dalam membina keluarga
terutama pada anak-anaknya telah dijelaskan secara rinci oleh Sang Buddha pada waktu itu. Maka orangtua mempunyai lima kewajiban yang harus dilakukan kepada anak-anaknya, yaitu:

  1. Mencegah anaknya berbuat jahat

Orangtua adalah guru yang pertama bagi anak-anak. Biasanya mereka mendapat
pendidikan dasar tentang baik dan buruk dari orangtuanya. Sehingga tidak bijaksana orangtua yang secara langsung maupun tidak langsung mengajarkan untuk berdusta, menipu, berbohong, memaki, dendam dan lain-lainnya kepada mereka selagi masih kanak-kanak. Maka sudah menjadi kewajiban orangtua berusaha menghidarkan mereka dari kejahatan dan perbuatan tak terpuji itu. Karena sejak kecil seorang anak belum mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak bermanfaat, dan lain sebaginya. Sehingga di sinilah peranan orangtua untuk menanamkan pengertian       dan membiasakan anak-anak agar selalu berbuat baik. Karena hal tersebut sangat penting baginya sebagai bekal hidup di masyarakat nantinya.

Anak-anak tidak boleh dibesarkan dengan ketakutan. Karena hal ini akan sangat
mempengaruhi kondisi psikologi sehingga akan membahayakan bagi mereka nantinya.

      Sehingga dalam memdidik anak yang penurut, rendah hati sebaiknya di pisahkan dari anak yang mempunyai karakter ketakutan yang tak beralasan tersebut. Menurut Sang Buddha, katakutan adalah salah satu dari pasukan mara, si jahat. Maka kita dalam memdidik anak kita harus menunjukan sikap takutlah pada kejahatan tetapi bukan takut kepada orang. Karena ketakutan yang tak beralasan ini akan menjadikan anak-anak lemah, dan secara tak langsung mengembangkan sifat “rendah diri”.

      Sebaiknya tidak ada salahnya kita membaca ceritera-ceritera Jataka tentang kisahnya Pangeran Pancayudha, Raja Dutugemunu, dan yang lainnya.

      Pangeran Pancayudha yang berumur enambelas tahun, tidak takut berkelahi dengan setan kejam dan jahat. Suatu ketika Pangeran disarankan untuk tidak melalui hutan yang di diami itu, ia menjawab, “baiklah, kita mati hanya sekali”. Sehingga ia berjalan melalui hutan tersebut, tanpa rasa takut dan dapat mengalahkan setan tersebut.
      Dalam ceritera Jataka disebutkan bahwa ada seorang Raja yang mempunyai anak jahat dan ganas. Ia dibawa kepada seorang pertapa yang tinggal di kebun kerajaan. Lantas pertapa tersebut berjalan-jalan bersama pangeran di kebun itu. Setelah melihat pohon nimba yang tingginya kira-kira dua kaki dan hanya berdaun satu atau dua saja, lalu pangeran menanyakan apa nama pohon itu. Pertapa yang bijaksana tersebut menyuruh mencoba untuk memakannya. Karena merasa pahit dan tidak enak dari daun nimba, maka ia segera menyuruh untuk mencabutnya, dengan berpikir bahwa bila pohon kecil ini sudah pahit kelak supaya tidak tumbuh menjadi besar. “Cabutlah pohon itu!”, teriaknya. “Tunggu sebentar, O pangeran,” kata pertapa. “Orang yang telah menilai anda juga demikian. Bila anda sebagai pangeran yang jahat dan ganas, maka apakah yang akan terjadi bila anda kelak menjadi raja?”

      Saat itu pangeran benar-benar memperhatikan nasehat ini. Sehingga dengan beberapa nasehat saja ia telah berubah sama sekali.
           
  1. Mengajurkan anaknya berbuat baik

Orangtua adalah guru pertama, sebelum anak mendapat pelajaran di sekolah.
Orangtua bertanggung jawab untuk masa depan anak-anaknya agar hidup sesuai dengan apa yang diharapkan. Maka mengajurkan atau mengajarkan anak untuk berbuat baik adalah menjadi tanggung jawab dari orangtua. Agar tumbuh menjadi anak-anak yang baik dan bermanfaat untuk diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.

      Anak-anak sebaiknya tidak ditinggalkan di bawah asuhan pengasuhnya atau pembantu yang bodoh. Karena akan berpengaruh pada karakter dan perkembangan psikologi dan ini sangat berbahaya. Sering anak-anak lebih dekat dengan pengasuhnya daripada orangtuanya sendiri. Hal-hal seperti ini harus diperhatikan oleh para orangtua untuk mengatasinya.

      Selanjutnya setelah seorang anak mulai berkembang dan mempunyai pengalaman, orangtua mempunyai kewajiban untuk mengajurkan anak-anaknya berbuat baik sesuai dengan kemampuannya, karena pada masa itu anak-anak mulai bergaul dengan menemukan berbagai pengalaman yang turut mempengaruhi tingkah laku dan perbuatannya sehari-hari. Oleh karena itu, orangtua harus pandai-pandai mengawasi anak-anaknya tanpa mereka merasa terkekang.

      Sebaiknya mereka juga diajarkan bagaimana melaksanakan Pancasila Buddhis dalam kehidupan sehari-harinya.

      Dengan melaksanakan sila pertama tidak membunuh atau menyakiti mahkluk hidup, mereka telah membangkitkan rasa cinta kasih dan kasih sayang kepada mahkluk hidup atau menghargai kehidupan. Sehingga anak tidak bersikap kejam dan brutal maka mereka mulai mengetahui apa makna hidup ini.

      Sila kedua adalah tidak mencuri, berarti membangkitkan rasa jujur dan lurus. Demikian juga untuk tidak mencuri mainan temannya itu pun sebaiknya diajarkan pula. Hendaknya mereka diajarkan pula sikap untuk memberi dan menolong terhadap orang lain. Sehingga mereka mempunyai sikap yang dermawan dan suka menolong terhadap sesamanya.

      Sila ketiga berkenaan dengan moral yang baik. Anak-anak sebaiknya diajarkan menjadi suci dan sopan santun terhadap sesamanya. Perhatian yang sungguh-sungguh harus dilakukan agar mereka tak bersahabat dengan teman-teman yang jahat. Dalam hubungan ini, maka orangtua harus menjadi contoh, bila tidak maka mereka akan mengikuti perbuatan orangtuanya. Karena orangtua bagi mereka merupakan cerminan  bagi anak-anaknya. Orangtua yang amoral jangan mengharapkan anaknya menjadi moralis, tetapi orangtua yang hidup suci dan bersih justru akan membahagiakan anaknya dan dirinya sendiri.

      Sila keempat adalah bagaimana mereka diajarkan supaya  berkata-kata yang benar. Anak-anak harus diajarkan demikian, orangtua harus tegas berkata, “Anakku tidak boleh berbohong.” Orangtua harus mempertimbangkan suatu kesalahan dan harus mengingatkan anak-anaknya. Seperti dengan cara demikian, “O, anakku sayang, siapa yang benar adalah terpuji dan siapa yang salah pasti akan dicela. Jadi walaupun berguaru, janganlah berkata bohong.”

      Memfitnah, pada anak-anak harus dicegah sebelum itu menjadi suatu kebiasaan. Sedapat mungkin jangan sampai ia melakukan fitnahan seperti mengatakan bahwa kakaknya juga melakukan kesalahan.

      Kata-kata kasar dan omong kosong harus dihindarkan pula. Anak-anak harus dilatih menggunakan kata-kata yang lembut dan sopan. Mereka tidak boleh dengan kasar dan tak sadar mengucapkan kata-kata yang keluar dari pembicaraan mereka. Mereka harus dinasihati untuk mengucapkan apa yang benar, baik dan fakta. Sebaiknya mereka menjaga mulutnya sejak masih kecil, sehingga mereka akan terbiasa dengan tutur kata yang manis dan sopan. Sebab lidah yang tak terlatih merupakan senjata penghancur dan lebih ganas dari bom atom. Sedangkan lidah yang terlatih akan membawa banyak orang menjadi baik.
      Sila yang kelima menyadari bahaya yang diakibatkan oleh minuman keras, alkohol, dan narkoba. Jangan biarkan anak-anak sampai mengenal atau bahkan mencicipi barang-barang maksiat ini. Bilamana mereka menghadiri pesta-pesta maka orangtua harus memperhatikan dengan seksama dan sebaiknya memberikan nasehat atau larangan, dan akibat apa yang akan diderita dengan mengkomsumsi barang maksiat itu. Karena  anak-anak mempunyai sifat ingin tahu akan kepahitan atau enaknya dari barang-barang tersebut.

      Jadi tugas ini merupakan tanggung jawab orangtua untuk menanamkan dan mengajarkan kepada mereka. Karena mereka adalah generasi yang harus dikondisikan menjadi generasi yang baik dan berguna. Sehingga tumbuh dan berkembang sesuai harapan kita semua.


  1. Memberikan pendidikan yang profesional kepada anak

Ketiga, memberikan pendidikan yang profesional dan pantas adalah warisan paling tepat dari orangtua untuk anak-anaknya. Pembinaan moral dan pengetahuan tidalah cukup, karena masih diperlukan lapangan yang baik untuk menambah ilmu pengetahuan di luar yaitu sekolah. Dengan berinteraksi kepada dunia luar, si anak akan menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Hal ini pun tidak merugikan, karena kelak mereka pada suatu saat dia akan terjun dan berkecimpung dalam masyarakat. Tentunya paranan orangtua untuk memberikan pengertian kepada mereka yang sangat diperlukannya. Maka anak memerlukan bimbingan untuk mengenal lingkungannya supaya mereka tidak terjerumus pada pergaulan yang tidak baik.

      Pendidikan agama harus menduduki tempat yang sangat penting dalam kurikulum lembaga pendidikan Buddhis. Agama tidak boleh dipisahkan dari pendidikdn umum. Karena kemajuan material dan spiritual harus seimbang sehingga tidak berat sebelah. Janganlah membiarkan anak-anak mempelajari agama semata-mata hanya untuk kelulusannya dan formal saja. Pengetahuan Dhamma dipelajari dan dibutuhkan untuk dilaksanakan dalam kehidupan  sehari-hari. Seperti apa yang tersebut dalam Dhammapada: “Barang siapa yang mempelajari Dhamma tanpa melaksanakannya, orang tersebut bagaikan gembala yang menghitung-hitung ternak orang lain.”

      Apakah tidak lebih baik memanfaatkan tenaga untuk untuk mengajarkan pelajaran-pelajaran yang lebih menarik dan berguna bagi mereka? Bagi anak-anak, sebelum mereka mencapai tingkat dimana mereka dapat memilih jurusan akademi, maka sebaiknya  pendidikan ditekankan pada pokok-pokok ajaran yang dapat mengarahkan untuk menjadi perumah tangga yang baik. Janganlah seperti contoh cerita dibawah ini:     
      Pada suatu hari di kota kecil Salatiga. Dimana orangtua mengharapkan anaknya bisa menjadi seorang dokter. Tetapi apa yang terjadi pada si anak, teryata si anak mempuyai bakat di bidang lain yaitu, ia menyukai dengan bidang tehnik mesin. Karena orangtua tidak mau mengerti dengan kemauan dan kemampuan si anak tersebut, maka orangtua tetap memaksakan agar anaknya kuliah kedokteran. Apa akibatnya bagi dia, awal mulai kuliah anak ini mulai stress dan depresi. Akibat yang paling fatal adalah anak ini mejadi gila, dengan demikian pupuslah harapan orangtua.

      Jadi ini adalah hanya salah satu kisah cerita yang kadang-kadang perlu kita renungkan sebagai orangtua. Walaupun orangtua mempuyai tujuan yang baik tetapi perlu dipertimbangkan akibatnya bagi si anak, supaya tidak terjadi seperti kasus cerita di atas. Jadi kita sebagai orangtua harus bijaksana dan anak-anak kita beri kebebasan sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

      Satu lagi walaupun perhatian banyak ditujukan pada pendidikan, tetapi ada yang tidak boleh dipisahkan serta dilupakan yaitu memperhatikan kesehatannya. Seorang anak yang sakit-sakitan tak akan sanggup membantu dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat.



  1. Mencarikan pasangan yang sesuai untuk mereka

Keempat, membantu mencarikan pasangan yang sesuai bagi anak-anaknya. Carilah yang memiliki  Saddha artinya mempunyai keyakinan atau agama yang sama dan berlindung pada Tiratana; carilah yang berperangai baik, murah hati dan tidak kikir namun tidak boros; dan carilah yang memilki kebijaksanaan yang cukup artinya pengertian, hormat setia dan sebagainya.

      Dalam Maha Mangala Jataka, pedoman memilih menantu perempuan agar kelak menjadi istri yang membawa berkah adalah sebagai berikut: ia harus orang yang ramah tamah, usianya sepadan, setia, baik hati, dan subur (dapat memberikan keturunan), memilki keyakinan, bermoral serta berasal dari keluarga baik-baik.

      Walaupun pemilihan dibatasi pada kreteria-kreteria tertentu, adalah lebih baik mengelak memilih seorang pria untuk dijadikan suami bila ia adalah; hidung belang, pemabuk, penjudi dan pemboros, (Vasala Sutta). Kesehatan hendaknya diperhatikan sebelum mereka melaksanakan pernikahan. Kalau tidak orangtua akan dihina karena keturunan mereka. Maka perlu memperhatikan hal ini demi kelangsungan dan masa depan anak-anak kita.




  1. Memberikan warisan pada saat yang tepat

Sebagai yang terakhir, memberikan warisan pada saat yang tepat. Orangtua yang
baik bukan hanya mencitai dan memelihara anak-anaknya selama dalam asuhan mereka saja, tetapi juga mempersiapkan kebahagiaan anak-anaknya di masa mendatang. Walaupun dengan dengan susah payah mereka mengumpulkan dan menyimpan harta, tetapi mereka akan menghadiahkannya dengan tulus dan rela kepada anak-anaknya. Warisan ini tidak hanya yang berbentuk materi, tetapi juga yang bukan materi seperti cinta kasih, ketulusan, kesabaran dan sebagainya. Justru warisan ini sangat penting untuk anak-anak kita. Jadi apa yang ditentukan sebagai sutau kewajiban bagi orangtua ini adalah merupakan sikap moral yang luhur karena akan mencegah terjadinya perselisihan dan konflik di antara mereka sebagai ahliwaris.

      Dapat disimpulkan bahwa agama Buddha tidak membedakan kedudukan anak yang lahir pertama atau yang terakhir baik pria maupun wanita, yang sukses dalam pendidikan atau tidak; sehingga di dalam menyerahkan harta kekayaan akan dilandasi pengertian benar yang akhirnya tidak ada rasa irihati dan kecemburuan. Sehingga mereka bisa mempergunakan warisan tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Karena harapan orangtua adalah supaya hidup mandiri dan sukses baik secara lahir maupun batinya. 


KORUPTOR!


Apakah SAYA salah satu orangnya?




Ada yang berkata, ”Bangsa A terkenal pekerja keras, Bangsa B terkenal boros, Bangsa C terkenal pelit, lalu Bangsa Indonesia terkenal apanya?” Ada celetukan, “Bangsa Indonesia terkenal korupsinya!”

Entahlah, apakah Anda setuju dengan celetukan di atas atau sebaliknya. Yang jelas, di tengah-tengah kepedihan bangsa kita yang dilanda berbagai bencana alam belakangan ini, masih begitu dalam keprihatinan kita terhadap merajalelanya korupsi di negeri ini. Dengan kata lain, luka bangsa ini karena munculnya krisis multidimensi: ekonomi, kepemipinan, moralitas, dan lingkungan, kini menjadi lebih menganga dan tentu bertambah perih karena datang berbagai bencana alam di negeri tercinta ini.

Tak pelak lagi, beberapa orang mengaitkan bahwa bencana-bencana alam yang menimpa Bangsa Indonesia adalah kutukan bahwa moral Bangsa Indonesia sudah teramat rendah.


Gejala Lupa Diri

Dalam keadaan duka, biasanya kita lebih sadar. Setelah mengalami kecelakaan dan musibah, biasanya kita lebih waspada. Dikatakan “biasanya” karena ada juga kasus-kasus luar biasa. Ada juga yang sudah mengalami kecelakaan, sudah babak belur, tetapi masih tetap belum sadar.

Berangkat dari keprihatinan, kalau boleh menengok ke kehidupan berbangsa kita yang terpuruk ini, ada saudara kita di antara para pejabat ini termasuk golongan luar biasa. Sudah tahu persis betapa buruknya keadaan negara, masih saja membebani negara dengan  masalah-masalah yang berbahaya; dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Inilah penyakit ‘lupa diri,’ jenis penyakit aneh; ia membuat orang lain di sekelilingnya merasa geli dan muak tetapi penderitanya sendiri tidak merasa menjadi “penderita” bahkan lenggang- kangkung saja.


Mencari Akarnya

Banyak orang tidak tahu bahwa kejahatan adalah kejahatan apapun alasannya. Kami memiliki pengertian bahwa tabungan kejahatan dan tabungan kebaikan berada di bank yang berbeda. Jadi, bukan di satu bank yang bisa mengakibatkan kata “impas.” Bank yang berbeda ini, juga memiliki bunga yang berbeda. Tidak heran, dalam kehidupan kita sehari, kita selalu berhadapan dengan wajah kehidupan yang selalu berubah: suka, duka, untung, rugi, dipuji, dicela, gembira, bersedih dan masih banyak lagi. Apakah sebabnya? Karena, selain melakukan perbuatan baik, kita juga masih melakukan perbuatan jahat, apakah lewat pikiran, ucapan, atau perbuatan badan jasmani

Pengertian yang sederhana ini sekaligus juga mempertegas bahwa orang yang melakukan korupsi adalah orang yang sedang menabung pada “bank” yang buruk. Semakin banyak tindakan tercela yang dilakukan, semakin besar juga bunga kejahatan yang harus ditanggungnya. Pada saat yang sama, semakin parah juga ia membahayakan dirinya maupun orang lain.

Oleh karena itu, kita juga hendaknya tahu benar bahwa akar atau sebab dari masih gemarnya seseorang yang melakukan tindakan korupsi adalah ketidaktahuan atau pengetahuan salah. Kami menyebutnya dengan satu kata: kekeotoran batin (Asava).

Disebut ketidaktahuan karena orang yang bertindak kejahatan sedang tidak sadar pada kejahatan yang dilakukannya. Ia tidak memiliki rasa malu untuk berbuat jahat (hiri) dan tidak memiliki rasa takut akan akibat perbuatan jahat yang dilakukannya (ottappa). Ia tidak tahu bahwa tindakannya selain mencemari kehidupan masyarakat juga akan merusak tatanan bangsa. Ia tidak tahu bahwa kejahatan yang dilakukannya akan mengancurkan hidupnya sendiri juga membahayakan bahkan menghancurkan kehidupan orang lain.

Disebut pengetahuan yang salah karena tindakan korupsi dimotivasi oleh pengertian-pengertian yang justru menyuburkan korupsi. Misalnya ada pengertian bahwa kesalahan boleh dilakukan bila itu demi kebaikan, demi manfaat banyak orang. Dengan kata lain, membenarkan diri mengambil harta yang tidak diberikan (korupsi) asal untuk keperluan yang dianggapnya baik. Misalnya, merasa nyaman melakukan korupsi karena bertujuan untuk pembangunan tempat ibadah.

Ada juga pengetahuan salah yang menyatakan bahwa kemuliaan dapat diraih jika seseorang berkesempatan mengunjungi tempat-tempat suci. Akibatnya, tidak sedikit orang yang mencari harta dengan jalan-jalan yang kotor (korupsi) kemudian merasa suci atau bersih karena sudah berkali-kali mengunjungi tempat suci.

Yang lebih menyedihkan lagi, seorang teman melihat spanduk yang dipasang di tempat umum yang bertuliskan, “Bersihkan penghasilan/harta anda dengan beramal.”
Bukankah ini berbahaya? Kalau seseorang korupsi 3 milyar, kemudian beramal 1 milyar untuk pembangunan tempat ibadah, apakah ini tidak menyedihkan?

Yang lain lagi berpengetahuan bahwa kebenaran dapat di permainkan. Orang ini berpikir bahwa,”Tuhan Maha Pengampun, Tuhan Maha Pemaaf.” Sehingga berangkat dari pengertian ini, ketika seseorang masih menjabat maka itu dianggap kesempatan selebar-lebarnya untuk mengumpulkan harta, tidak peduli caranya benar atau tidak! Toh suatu saat, Tuhan akan memaafkan hambanya sehina apapun! Deretan pengertian atau pandangan inilah inilah yang kami sebut pengetahuan salah.


Memperbaiki Kaca Mata

Ibarat menggunakan kaca mata, selama kaca mata yang digunakan seseorang berwarna merah maka apapun yang dilihatnya akan berwarna merah pula. Betapapun orang lain menujukkan kesalahannya, orang seperti ini akan kukuh pada pendiriannya.

Begitu pula, selama masih memiliki ketidaktahuan dan pengertian salah maka orang seperti ini tidak sadar pada kejahatan yang dilakukannya. Selama menggunakan kaca mata ketidaktahuan dan pengertian salah tersebut, betapapun orang lain memberikan peringatan, ia tidak ambil peduli. Ia merasa benar dengan perbuatan yang dilakukannya, bahkan ia merasa berjasa dan dengan tindakan-tindakan kelirunya.

Oleh karena itu, berangkat dari keprihatinan, cobalah memperbaiki bahkan mengganti kaca mata ketidaktahuan dan pengertian salah tersebut.

Mencabut Akar Kejahatan

Ibarat memotong rumput, rumput masih akan tetap tumbuh bila kita hanya memotong batangnya. Bila menginginkan agar rumput tidak tumbuh lagi maka kita harus mencabut sampai ke akar-akarnya.

Akhirnya, kita harus menyadari bahwa keserakahan bin ketamakan alias kerakusan yang mengalir bersama nafsu keinginan yang didorong oleh pengertian yang salah atau ketidaktahuan (asava) merupakan akar kejahatan yang akan menjadi ancaman serius bagi kesehatan kehidupan berbangsa yang adil dan makmur.

Namun, kekotoran batin (Asava) yang bersarang di dalam pikiran masing-masing orang ini tidak bisa dihilangkan dengan ritual semata. Jadi berdoa berjuta-juta kalipun tidak akan mengikis kekotoran batinnya. Kekotoran batin harus dibersihkan dengan latihan terus-menerus (bukan latihan sebulan, dua bulan, atau tiga bulan).

Buddhisme menawarkan sebuah cara yang ampuh. Pertama, menjalankan sila atau pengendalian diri. Orang yang mengendalikan dirinya akan memiliki sifat malu untuk berbuat jahat dan takut akan akibat perbuatan jahat. Sehingga yang dipilihnya adalah tindakan-tindakan yang baik dan berjuang untuk menjauhi tindakan-tindakan yang jahat. Yang kami maksud mengendalikan diri  juga termasuk mengendalikan indria-indria yang lain. Ia mengendalikan matanya, jangan sampai matanya gemar atau senang terhadap pemandangan-pemandangan yang dapat merusak moralnya. Demikin juga ia mengendalikan indera-indera yang lain: telinga (suara), lidah (rasa), hidung (penciuman), dan kulit (sentuhan). Dengan ungkapan yang lebih jelas. Ia mengendalikan indria-indria itu sehingga tidak sampai menimbulkan pembunuhan makhluk hidup, pencurian (mengambil barang yang tidak diberikan),  perbuatan asusila (berzinah), berbohong (termasuk fitnah, kata-kata kasar dan omong kosong) dan mabuk-mabukkan.

Kedua, mengembangkan kesadaran (samadhi). Buddhisme memiliki keyakinan bahwa sumber dari segala kejahatan adalah pikiran yang tidak sadar (ketidaktahuan atau pandangan salah). Oleh karena itu, mengembangkan kesadaran adalah pilar utama dari pengendalian diri. Bila kesadaran di kembangkan maka seseorang tidak akan memiliki nafsu untuk melakukan pembunuhan, pencurian, berzinah, berbohong dan mabuk-mabukkan.

Dan langkah yang ketiga yaitu mengembangkan kebijaksanaan (Pannya). Kebijaksanaan yang kami maksud di sini tidaklah sama dengan kebijakan dalam arti umum, seperti kebijakan pemerintah dan lain sebagainya. Kebijaksaan ini datang dari pikiran yang jernih, pikiran yang sadar. Kebijaksanaan inilah yang mampu mencabut bersih kekotoran batin (asava). Orang yang bijaksana akan melihat dengan terang dan jelas bahaya dari tindakan korupsi.m Orang yang bijaksana tidak akan melakukan tindakan yang dapat menghancurkaan orang lain bahkan makhluk lain. Orang yang bijaksana memiliki pikiran bersih, ucapan bersih dan perilaku yang bersih.

Bila kita telah mengaplikasikan jalan-jalan ini, tidak akan ada agi keraguan luntuk berkata, “Saya bukanlah seorang koruptor!” Bahkan bagi orang-orang seperti ini, tidak perlu lagi bertanya atau menjawab pertanyaan pada judul di atas. Apa yang telah ditunjukkan melalui sikapnya, perbuatan badan jasmaninya, ucapannya dan pemikiran-pemikirannya sudah lebih dari cukup untuk menjawab pertanyaan di atas.



KEMISKINAN



a.       Pengertian kemiskinan

Kemiskinan merupakan suatu keadaan yang dihubungkan dengan kebutuhankesulitan dan kekurangan dalam hal hidup dan kehidupan. Istilah ini termasuk diantaranya kebutuhan materi termasuk kekurangan bahan pokok, pelayanan: keadaan ekonomi dimana kekurangan kekayaan seperti modal, uang, materi/sumber daya; hubungan sosial termasuk pengucilan sosial dsb.

b.      Penyebab kemiskinan

Jadi ada beberapa faktor penyebab kemiskianan, yaitu:
1.       Sebagai sebab individual/patological yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan dan kondisi dari simiskin.
2.       Faktor dari keluarga yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga.
3.       Kemiskinan dapat disebabkan oleh sub budaya yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari dipelajari/dijalankan dalam lingkungan sekitar.
4.       Sebagai penyebab agensi yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari orang lain, termasuk perang,pemerintah dan ekonomi.
5.       Kemiskinan dapat pula disebabkan oleh struktural yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Faktor lain yang menyebabkan kemiskinan adalah faktor kemalasan dalam bekerja, lapangan kerja yang sedikit, dll. Hal inilah yang menyebabkan banyaknya pengangguran, efeknya memicu munculnya strata sosial yang baru seperti pengemis, gelandangan dan yang lebih parah adalah menjadi pelaku-pelaku kejahatan/kriminal.
Kemiskinan dapat pula disebabkan oleh faktor karma yang lampau dan karma yang sekarang seperti dikarenakan kehidupan lampau terlalu kikir, tidak pernah memberi, sombong, suka menghina orang yang tidak mampu dan tidak pernah mau menolong orang lain. Hal inilah yang mendasari sifat-sifat/ karakter  keserakahan & kebodohan batin yang memicu munculnya sifat kikir, kecemburuan & sifat suka menghina orang lemah.

c.       Akibat kemiskinan

Kemiskinan mengakibatkan dan menimbulkan kesengsaraan baik yang bersangkutan lingkungan, status sosial, alam dsb. seperti sandang, pangan, tempat tinggal dan kesehatan. Selain itu akibat dari kemiskinan yang lain adalah akan mempertinggi tingkat kriminalitas seperti penodongan, pencurian, perampokan dan tindak kriminalitas lainnya. Akibat kemiskinan juga akan memicu kesenjangan sosial antara si miskin dan si kaya, yang akan berpengaruh pada kepincangan status/strata sosial.

d.      Bagaimana mengatasi kemiskinan!

Kita semua harus belajar dari pengalaman masa lampau, suatau contoh banyak orang yang tadinya tidak mampu tetapi sekarang jadi orang sukses/kaya. Banyak juga yang mengaku miskin tetapi di dalam rumahnya mereka mempunyai fasilitas, kekayaan yang berlimpah dsb.
Banyak cara yang bisa lakukan untuk mengatasi kemiskinan diantaranya adalah: belajar dengan giat, tambah wawasan sebanyak-banyaknya, punya skill/keahlian sehingga ketika melamar pekerjaan potensi untuk diterima lebih besar, harus punya komitmen yang tinggi, disiplin & bertanggung- jawab dalam mengerjakan pekerjaan.


Dalam sudut pandang agama Buddha untuk mengurangi beban dan untuk keluar dari kemiskinan kita banyak melakukan amal seperti berdana, membantu pada sesama yang kekurangan dan berbuat baik yang lainnya. Bisa dilakukan dengan materi, tenaga, ucapan & dengan pikiran yang baik/positif.
Karena dengan memberi kita dapat mengikis kekikiran, tindakan praktik kedermawanan membantu mengikis sifat keserakahan, irihati,  kebencian dan egositas/keakuan.
Sang Buddha memandang bahwa kemiskinan adalah penyakit yang paling berbahaya & paling berat (dalida paramang roga). Karena orang yang miskin scara materi (lahir) & scara batin (spiritual) akan mudah melakukkan berbagai bentuk kejahatan atau kriminalitas. Jika kita akan memberikan bantuan berupa materi, hendaknya materi tersebut berupa materi yang dapat menunjang sifat kemandirian.
Keserakahan aalah sifat yang paling mendasar yang dapat memicu kemelekatan dan memperbesar keinginan yang merupakan sumber dukkha/penderitaan.


Semoga semua makhluk berbahagia.