Selasa, 23 Mei 2017

 SIVALI THERA 


(Murid Buddha yang Selalu Hoki)

Putri Suppavasa dari Kundakoliya sedang hamil selama tujuh tahun dan kemudian selama tujuh hari Ia mengalami kesakitan pada saat melahirkan Anak-Nya. Ia terus merenungkan Sifat-Sifat Khusus Sang Buddha, Dhamma dan Sangha.

 Ia menyuruh Suami-Nya pergi menemui Sang Buddha untuk memberikan Penghormatan dengan membungkukkan badan demi kepentingan- Nya dan untuk memberitahu Beliau tentang keadaan-Nya dengan berkata: "Sebelum Saya meninggal, Saya akan memohon sesuatu. Suami-Ku pergi dan ceritakanlah keadaan-Ku kepada Sang Guru dan undanglah dan apa yang di Katakan-Nya ingat baik-baik dan katakanlah kepada-Ku apa yang dipesankan Sang Guru".

Ketika diberitahu mengenai keadaan Putri tersebut, Sang Buddha berkata, "Semoga Suppavasa bebas dari bahaya dan penderitaan, semoga Ia melahirkan Anak yang sehat dan mulia dengan selamat". Ketika Kata-Kata ini sedang diucapkan, Suppavasa melahirkan Anak di rumah-Nya. 

Pada hari itu juga, segera setelah Kelahiran Anak tersebut, Sang Buddha beserta beberapa Bhikku diundang untuk datang ke rumah-Nya. Dana makanan diberikan disana dan bayi yang baru saja lahir memberikan air yang sudah disaring kepada Sang Buddha dan Para Bhikku.

 Pada upacara Pemberian Nama, Putra tersebut diberi Nama Sivali, yang berarti 'Yang Menguntungkan' . Untuk merayakanKelahiran Bayi tersebut, Orang tua-Nya mengundang Sang Buddha dan Para Bhikku ke rumah Mereka untuk memberikan dana makanan selama tujuh hari. Setelah 7 hari sejak Kelahiran-Nya, Ia dapat melakukan apa saja.

 Yang Arya Sariputra, Sang Dharmasenapati (Jenderal Dharma), berbicara kepada-Nya pada hari itu dengan berkata, "Tidakkah itu menunjukkan Sikap Seseorang yang telah mengatasi penderitaan seperti telah Engkau lakukan untuk meninggalkan duniawi?".

 "Bhante, Saya akan meninggalkan duniawi". Gumam Sivali. Putri Suppavasa melihat Mereka berbicara dan menanyakan kepada Sariputra Thera, apa yang telah Mereka bicarakan. "Kami berbicara tentang penderitaan panjang yang telah diatasi oleh Sivali. 

Dengan izin-Mu, Saya akan menahbiskan- Nya", jawab Sariputra Thera. Putri Suppavasa berkata, "Itu baik, Yang Arya, tahbiskanlah Anak-Ku Sivali". Dan pada saat ditahbiskan, Yang Arya Sariputra Thera berkata, "Sivali, Engkau tidak menginginkan Nasehat lainnya selain sebab dari dukkha yang panjang yang telah Engkau atasi ? Pikirkanlah itu." 

"Bhante, Kata-Kata Bhante merupakan beban bagi penahbisan-Ku tetapi Saya akan menemukan apa yang pandai Saya lakukan", kata Sivali.
Ketika Anak-Nya tumbuh dewasa, Ia diterima dalam Pasamuan dan sebagai Bhikku, Ia dikenal dengan Nama Arya Sivali Thera. Pada saat pertama Rambut-Nya dipotong, Dia mendapat hasil pada Jalan Pertama (Sotapatti-phala) , saat yang kedua dipotong, Ia mencapai Jalan Kedua (Sakadagami- phala). Ia mencapai tingkat Kesucian Arahat segera setelah Kepala-Nya dicukur.

 Kemudian, Ia menjadi terkenal sebagai Seorang Bhikku yang dengan mudah selalu menerima pemberian berjumlah besar, kendatipun Ia melakukan Pindapatta di desa yang sangat miskin sekalipun. Sebagai Bhikku penerima dana, Ia tidak terbandingkan sehingga Ia terkenal sebagai Bhikku Murah Rezeki.

 Setelah Sariputra Thera menahbiskan- Nya, Bhikku Sivali pergi pada hari yang sama dan membuat tempat kediaman-Nya di gubuk serta bermeditasi pada keterlambatan Kelahiran-Nya yang sengsara. Dengan cara ini, Pengetahuan- Nya mencapai kedewasaan. 

Beliau masuk kedalam Pandangan Benar menghilangkan semua racun dalam pikiran, Beliau telah mencapai Arahat. Setelah mengalami kebahagiaan kebebasan, Beliau dalam Kebahagiaan mengucapkan Syair berikut:"Sekarang telah berhasil baik, semua Tujuan Tertinggi-Ku dalam mengasingkan Diri. Adat pengetahuan yang suci dan pembebasan, permintaan-Ku, semua kesombongan tersembunyi telah Kusingkirkan" . 

Pada suatu sempatan, Para Bhikku bertanya kepada Sang Buddha, mengapa Sivali, dengan memiliki bekal menjadi Seorang Arahat, dilahirkan di dalam rahim Ibu-Nya selama tujuh tahun. Kepada Mereka

 Sang Buddha menjawab,

 Penderitaannya di kandungan selama 7 tahun dijelaskan dalam Asatarupa Jataka di mana Ia sebagai seorang pangeran yang kerajaannya diserbu oleh kerajaan Kosala. Ayahnya dibunuh dan ibunya dijadikan istri dari raja baru. 

Sivali ini berhasil melarikan diri lewat selokan dan kemudian mengancam raja baru untuk menyerahkan kerajaan itu kembali, atau ia akan berperang. 

Ibunya mengirim surat secara rahasia dan mengatakan tidak perlu berperang, hanya perlu mengepung saja. 
Setelah tujuh hari, karena tidak bisa mendapatkan persediaan makanan, air, dan kayu bakar, akhirnya rakyat memotong kepala raja baru, dan kemudian Sivali menjadi raja. 

Karena kejahatannya itu, maka ia harus menderita selama 7 tahun di dalam kandungan. Ibunya saat itu adalah Suppavasa, dan ayahnya yang dibunuh oleh Raja Kosala itu adalah Bodhisatta Gotama sendiri.


"Yo' mam palipatham duggam samsaram mohamaccaga tinno parangato jhayi anejo akathamkathi anupadaya Nibbuto tamaham brumi Brahmanam."
‘’Orang yang telah menyeberangi lautan kehidupan (samsara) yang kotor, berbahaya dan bersifat maya, yang telah menyeberang dan mencapai 'pantai seberang' (Nirwana), yang selalu bersamadhi, tenang, dan bebas dari keragu-raguan, yang tidak terikat pada sesuatu apapun dan telah mencapai Nirwana, maka Ia Kusebut Seorang 'Brahmana'”.
Paritta untuk memberi penghormatan kepada Arahat Sivali
Namo Arahato Sivali Vandana Gatha
Sivali ca mahathero devata nara pujito soraho paccaya dimhi
Sivali ca mahathero yakkha devabhi pujito soraho paccaya dimhi ahang vandami sabbada
Sivali terasa etang gunang savasti labhang bhavantu me.

Notes : 


Para bhikkhu dengan segera menyadari keanehan yang terjadi jika mereka bersama dengan Sivali, Sivali selalu memperoleh banyak sekali makanan yang lezat dan harum serta kebutuhan-kebutuhan lainnya (jubah, tempat berteduh, dan obat-obatan). Bhikkhu-bhikkhu yang bersamanya juga mendapat kelebihan dari pemberian-pemberian itu. Kemanapun Sivali pergi, orang-orang berkerumun untuk menyiapkan makanan untuknya. Donatur-donatur juga mempersembahkan kebutuhan-kebutuhan bhikkhu tiap kali beliau berpindapatta.
 

Kemanapun Sivali pergi, manusia dan dewa-dewa selalu menyokongnya. Suatu waktu Sivali Thera dan 500 bhikkhu berada di hutan yang tak berpenghuni, mereka tidaklah kekurangan makan. Para dewa memastikan semua kebutuhan mereka terpenuhi. Demikian juga ketika bepergian di gurun.


 Sang  Buddha, melihat bahwa Sivali telah memenuhi tekad aditthana yang dibuat di masa lalu, menyatakan bahwa Sivali adalah yang terkemuka dalam penerimaan dana kebutuhan pokok. 

Sang Buddha juga menginstruksikan bhikkhu-bhikkhu yang melakukan perjalanan jauh dan berat melalui daerah tak berpenghuni agar ditemani oleh Sivali, karena dengan bersama Sivali kebutuhan mereka akan terpenuhi juga. Bahkan, ketika satu saat Sang Buddha dan rombongan 30,000 bhikkhu pergi mengunjungi Khadiravaniya Revata Thera (adik Sariputta Thera, lihat juga kisah no 98), 

mereka harus melalui hutan yang tak berpenghuni. Ananda Thera, kuatir bagaimana memperoleh kebutuhan untuk jumlah bhikkhu sedemikian besar selama perjalanan di hutan itu, bertanya kepada Sang Buddha.

 Sang Buddha menenangkan Ananda agar tidak perlu kuatir karena Sivali akan pergi bersama mereka. Dimanapun Sivali berada, tidak akan kekurangan dana makanan karena para dewa pun akan menyokong kebutuhan Sivali. 

Untuk mengetahui sebab dari kejadian aneh ini, kita harus melihat kembali ke masa Buddha Padumuttara. Sivali, waktu itu terlahir sebagai orang miskin, berkesempatan melihat Buddha Padumuttara sedang menyatakan seorang bhikkhu sebagai yang terkemuka dalam penerimaan dana kebutuhan pokok. 


Terpesona melihat cara orang berbondong-bondong memberi dana kebutuhan pokok kepada bhikkhu tersebut, Sivali memutuskan untuk memperoleh posisi seperti itu di kehidupan selanjutnya. Kemudian ia melakukan banyak kemurahan hati kepada Buddha Padumuttara beserta rombongan bhikkhu Sangha, serta menyatakan tekad aditthana untuk menjadi seperti itu. 

Buddha Padumuttara, melihat bahwa tekad Sivali tersebut dapat terpenuhi, meramalkan Sivali akan memenuhi aditthananya dimasa Buddha Gotama. Sejak saat itu, Sivali bekerja keras untuk mewujudkan aditthananya. 
Pada masa Buddha Vipasi, Sivali lahir sebagai pedagang di kota Bandhumati.


 Penduduk kota sedang mempersiapkan dana besar kepada Buddha Vipassi beserta rombongan bhikkhu Sangha ketika mereka menyadari bahwa mereka tidak memiliki cukup dadih dan madu. Maka dikirimlah pesan ke seluruh penjuru kota untuk mendapatkan benda tersebut. Karena tidak dapat memperoleh jumlah yang diinginkan, akhirnya pesuruh raja menaikkan harga dadih dan madu dari satu koin emas menjadi 100 koin emas. 

 Sementara itu mereka mendatangi Sivali yang menjual dadih dan madu dan menawarkan 100 koin emas untuk dagangannya. Sivali sangat terkejut atas penawaran dengan harga yang sangat tinggi itu, dan ia bertanya siapakah yang akan memakan dadih dan madu itu? 

“Untuk Buddha Vipassi dan rombongan bhikkhu Sangha,” jawab mereka. Kemudian Sivali mendanakan barang dagangannya itu kepada Buddha Vipassi dan memperbarui aditthananya. Buddha Vipasi, melihat bahwa aditthana itu akan tercapai, memberkatinya dengan berkata, “Semoga keinginanmu terpenuhi”. 

Sivali kemudian menjadi pengikut Buddha Vipasi dan mempraktekkan ajaranNya. 
Berikut ini cuplikan dari ceramah Ajahn Lee Dhammadharo menceritakan kepada murid-muridnya, berkenaan dengan makan secara sederhana sebagai bhikkhu :
 

Ambillah contoh dari Sivali Thera. Beliau makan dengan sederhana. Bagaimana beliau makan dengan sederhana? Kebanyakan yang kita tahu mengenai Sivali Thera adalah ia sangat banyak menerima kekayaan dana persembahan.


 Tetapi, sebenarnya, darimanakah kekayaan itu berasal? Itu berasal dari makan dengan sederhana, Apa yang telah dilakukan Sivali Thera adalah begini : ketika ia menerima kain, ia tidak akan memakai apa yang diterimanya sebelum ia memberikan dana kain kepada orang lain. Ketika ia menerima makanan, ia tidak akan memakannya sebelum membaginya dengan orang lain.  

Apapun yang kebutuhan pokok yang diterimanya, makanan, pakaian, tempat berteduh, ataupun obat-obatan, baik sedikit maupun banyak, ia tidak akan menggunakannya sebelum berbagi dengan orang lain. Ketika ia mendapat banyak, ia akan membagi banyak demi manfaat untuk banyak orang. 

Ketika ia mnerima sedikit, ia pun tetap mencoba memberi manfaat untuk orang lain. Ini merupakan sumber dari berbagai macam hal yang baik.

 Demikian yang dilakukan oleh Sivali Thera. Ketika ia meninggal dari masa kehidupan itu dan terlahir kembali di kehidupannya yang terakhir, ia memperoleh kekayaan dan tidak pernah kelaparan. Bahkan walaupun ia pergi ke tempat dimana makanan sulit didapat, ia tidak pernah menjumpai kelangkaan, tidak pernah kekurangan. 

Dalam Itivuttaka 26, Buddha mengatakan : “Wahai para bhikkhu, seandainya para makhluk tahu, seperti yang Tathagatha tahu, buah dari perbuatan memberi serta berbagi, mereka tidak akan makan sebelum memberi; mereka tidak akan membiarkan noda kekikiran menguasai mereka dan mengakar di dalam pikiran.


 Bahkan seandainya itu adalah makanan terakhir, suapan terakhir, mereka tidak akan menikmatinya tanpa membaginya seandainya ada orang yang dapat diajak berbagi.” 

Dari cerita di atas, tampaklah bahwa Arahatta Sivali adalah merupakan murid Sang Buddha yang tidak terbandingkan dalam menerima dana. Beliau tidak pernah kekurangan makanan di manapun beliau berada. Dalam Dhamma, segala suka dan duka yang dialami oleh seseorang adalah karena buah dari perbuatannya sendiri. Dengan banyak melakukan kebajikan, barulah seseorang akan mendapatkan kebahagiaan. 
Apabila penghormatan kepada Arahatta Sivali direnungkan sebagai sarana untuk menambah kebajikan melalui badan, ucapan dan pikiran, maka tentu saja perhormatan ini dapat mengkondisikan kebahagiaan hidup dalam bentuk banyak rejeki seperti yang diharapkannya. Dengan demikian, rupang Sivali hendaknya dijadikan pendorong seseorang agar terus melakukan kebajikan dengan berbagai cara agar ia mendapatkan kebahagiaan maupun rejeki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung ke pariyattidhamma.blogspot