Sifat welas asih Pangeran Siddhattha tercermin dalam
kehidupan sehari-hari-Nya seperti menghentikan dan menasihati seorang
pelayan-Nya yang sedang memukuli seekor ular dengan tongkat.
Pada kesempatan lainnya, ketika pangeran sedang
beristirahat di bawah pohon dalam waktu bermainnya bersama sahabat-sahabat-Nya
dan juga sepupunya, Pangeran Devadatta, Ia tiba-tiba melihat seekor angsa jatuh
dari angkasa. Ia tahu bahwa Pangeran Devadatta telah memanah angsa tersebut.
Dengan segera Pangeran Siddhattha menolong angsa tersebut. Pangeran Devadatta
juga mengejar angsa itu, namun Pangeran Siddhattha berhasil terlebih dulu
mengambil angsa itu dan dengan lembut Ia menarik anak panah yang menusuk angsa
tersebut serta memberikan obat pada lukanya.
Pangeran Devadatta yang baru saja tiba menuntut agar
unggas itu diserahkan kepadanya, namun Pangeran Siddhattha menolaknya. Akhirnya
terjadilah perselisihan dan saling debat. Pangeran Devadatta bersikukuh bahwa
angsa itu adalah miliknya karena ia yang memanahnya. Sedangkan Pangeran
Siddhattha mengatakan bahwa Ia yang berhak atas angsa itu karena Ia telah
menyelamatkan hidupnya, sedangkan si pemanah tidak berhak akan angsa yang masih
hidup tersebut. Akhirnya Pangeran Siddhattha mengusulkan agar permasalahan ini
dibawa ke mahkamah para bijak untuk memperoleh jawaban atas siapa yang berhak
atas angsa tersebut.
Setelah diajukan ke mahkamah para bijak, akhirnya
salah satu dari para bijak tersebut berseru, "Semua makhluk patut menjadi
milik mereka yang menyelamatkan atau menjaga hidup. Kehidupan tak pantas
dimiliki oleh orang yang berusaha menghancurkannya. Angsa yang terluka ini
masih hidup dan diselamatkan oleh Pangeran Siddhattha. Karenanya, angsa ini
mesti dimiliki oleh penyelamatnya, yaitu Pangeran Siddhattha!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung ke pariyattidhamma.blogspot