1. Orang Tua
Pada tahun 535 S.E.U
(595 S.E.U) atau tahun 52 S.E.B, memasuki usia-Nya yang kedua puluh delapan
tahun, Pangeran Siddhattha tidak lagi merasa senang akan segala kemewahan dan
hiburan di sekeliling-Nya. Ia menjadi jenuh dan ingin melihat dunia luar. Ia
merasa penasaran untuk mengetahui kehidupan rakyat dan hal-hal di luar tembok
istana. Setelah mendapatkan ijin dari ayah-Nya, Ia akhirnya keluar istana
ditemani oleh Channa, kusir-Nya. Orang-orang ramai berdiri di kedua sisi jalan
dan menyambut-Nya dengan hangat. Semuanya terasa semarak dan indah karena telah
diperintahkan oleh raja untuk menyingkirkan hal-hal yang buruk dari tempat yang
akan dilalui oleh pangeran.
Namun tidak lama
kemudian, tiba-tiba seorang lelaki tua melintas di sepanjang jalan tanpa sempat
dicegah. Sang pangeran sangat terkejut dengan apa yang tampak oleh-Nya. Ia
sangat terkesima dan tidak mengetahui apa yang tengah dilihat-Nya, dan Ia
bertanya kepada kusir-Nya, Channa, apa yang telah dilihatNya itu. Channa
menjelaskan bahwa itu disebut dengan orang tua, orang yang tidak akan hidup
lama lagi, dan semua orang tanpa kecuali akan mengalami hal itu tanpa bisa
dicegah. Pangeran Siddhattha segera memerintahkan Channa untuk kembali ke istana
karena Ia menjadi tidak bergairah lagi untuk berkeliling kota . Ia sangat sedih
dan terguncang pikirannya oleh apa yang dilihat-Nya. Ia berpikir bahwa diri-Nya
sendiri, istri-Nya, ayah-Nya, ibu angkat-Nya, dan semua orang yang dicintai-Nya
akan menjadi tua. Ia ingin tahu apakah ada yang bisa mencegah dan mengatasi
usia lanjut ini.
Mendengar apa yang
terjadi pada putranya, raja menjadi khawatir dan sedih. Ia memerintahkan
orang-orangnya untuk menambah penjaga di sekitar tempat itu dan untuk menambah
pelayan wanita dan gadis penari untuk menghibur sang pangeran sepanjang waktu.
2. Orang Sakit
Empat bulan kemudian,
Pangeran Siddhattha sekali lagi memohon kepada ayah-Nya untuk keluar istana.
Namun Ia tidak ingin kunjungannya diumumkan atau dipersiapkan karena Ia ingin melihat
segala hal, termasuk kehidupan sehari-hari rakyat-Nya. Raja Suddhodana
mengijinkan-Nya dengan berat hati karena masih merasa gundah terhadap apa yang
terjadi selama kunjungan pertama pangeran. Namun, karena cinta dan kasihnya
kepada putranya, ia mengijinkan pangeran melakukan kunjungan untuk kedua
kalinya.
Hari kunjungan pun
tiba. Ditemani oleh Channa, pangeran menyamar sebagai pemuda dari keluarga
bangsawan. Ia berjalan kaki melihat-lihat kehidupan rakyatnya secara apa
adanya. Tidak ada penyambutan, panji-panji ataupun penebaran bunga. Semua
rakyat sibuk dengan pekerjaannya sendiri untuk mencari penghidupan. Namun
ketika Ia tengah berjalan, tiba-tiba terdengar suara seorang lelaki yang
menangis tersedu-sedu karena kesakitan. Pangeran mencari sumber suara itu dan
menemukan seorang lelaki yang sedang berbaring di tanah sambil memegang
perutnya dan berguling-guling kesakitan, wajahnya penuh dengan noda-noda hitam.
Ia berusaha memohon pertolongan, tetapi tidak ada yang memperdulikannya,
sebaliknya orang-orang menghindarinya. Melihat hal ini pangeran merasa
terguncang untuk kedua kalinya. Dengan penuh welas asih pangeran segera
mendekati orang itu, tanpa bisa dicegah oleh Channa. Pangeran yang memangku
kepala orang itu berusaha menenangkan dan bertanya apa yang terjadi, namun
tanpa sepatah katapun keluar dari mulut orang itu. Akhirnya pangeran bertanya
kepada Channa apa yang telah terjadi. Dan Channa pun menjawab bahwa orang itu
sedang sakit dan semua orang tanpa kecuali akan mengalami hal itu. Mendengar hal
itu, Pangeran Siddhattha sangat sedih mengetahui semua fenomena duniawi ini.
Lalu, bersama dengan Channa , Ia kembali ke istana karena tidak lagi
bersemangat meneruskan kunjungan-Nya.
Setelah mengetahui apa
yang telah terjadi selama kunjungan pangeran dari Channa, Raja Suddhodana
kembali menjadi sedih dan memerintahkan kembali untuk memperbanyak penjaga dan
jumlah pelayan dan gadis penari.
3. Orang Mati
Dengan menikmati
kesenangan dan kemewahan hidup istana setelah kunjungan kedua, perasaan desakan
spiritual yang dirasakan-Nya menjadi sedikit berkurang. Tetapi sekitar empat
bulan kemudian, Pangeran Siddhattha kembali memohon untuk keluar dari istana
untuk melihat kotanya kembali lebih dekat. Dengan berat hati raja pun
mengijinkannya.
Seperti halnya
kunjungan kedua, pangeran menyamar sebagai pemuda dari keluarga bangsawan dan
juga ditemani oleh Channa yang juga berpakaian berbeda untuk menyembunyikan
identitasnya. Di tengah perjalanan, tampak oleh-Nya iring-iringan orang tiba di
jalan. Orang-orang tersebut mengusung sebuah tandu yang di dalamnya terdapat
seorang lelaki kurus kering terbujur kaku dan ditutupi sehelai kain serta
diiringi oleh orang-orang yang menangis. Merasa heran, pangeran bertanya kepada
Channa mengenai orang yang terbaring di dalam tandu tersebut. Channa pun
menjelaskan bahwa orang itu telah mati, semua orang pasti akan mati tanpa
terkecuali.
Pemandangan yang tidak
menyenangkan ini terjadi tanpa seorang pun mampu untuk mencegahnya. Pemandangan
ini sungguh menyentuh hati pangeran selama kunjungan-Nya yang ketiga itu.
Pangeran Siddhattha tidak lagi bergairah meneruskan kunjungan-Nya. Diiringi
oleh Channa, dengan diam Ia kembali ke istana dan memasuki kamar-Nya sendirian.
Ia duduk dan merenungkan dalam-dalam apa yang baru saja dilihat-Nya. Dalam hati
Ia berkata: "Alangkah mengerikannya! Setiap orang kelak akan mati dan tak
seorang pun mampu mencegahnya. Harus ada cara untuk mengatasi hal ini. Akan
Kucari cara agar ayah, ibu, Yasodhara, dan semua kerabat-Ku yang tercinta tak
akan pernah menjadi tua, sakit, dan mati."
Channa kembali
mengabarkan kepada raja bahwa pangeran buru-buru pulang setelah melihat mayat.
Mendengar hal ini raja kembali menjadi sedih. Walaupun ia telah berusaha
sekuatnya untuk mencegah putranya agar tidak melihat hal-hal yang tidak
menyenangkan, penampakan yang tak terduga terjadi untuk ketiga kalinya
sebagaimana yang diramalkan oleh kedelapan brahmana.
4. Pertapa Suci
Pangeran Siddhattha
lebih sering menyendiri dan merenungkan ketiga pemandangan yang telah
dijumpai-Nya selama berkunjung ke kota . Namun, karena merasa belum puas dengan
apa yang telah Ia ketahui sekarang, Ia menjadi sangat penasaran ingin
mengetahui lebih lanjut sisi lain kehidupan, yang mungkin belum pernah
dilihat-Nya. Sementara itu Raja Suddhodana senantiasa berusaha menyenangkan dan
mengalihkan pikiran pangeran dari ketiga peristiwa tersebut. Untuk beberapa
bulan, usaha raja nampak berhasil. Tetapi sifat ingin tahu dan suka merenung
dari pangeran tidak mudah tergoyahkan oleh sumua hiburan yang ada dalam istana.
Dan Empat bulan kemudian, Ia kembali memohon kepada ayah-Nya untuk
diperkenankan keluar istana lagi untuk berwisata ke taman kerajaan dan melihat
sisi lain dari kehidupan. Raja tidak memiliki alasan apapun untuk menolak
permohonan santun putranya itu.
Ditemani oleh Channa,
pangeran menuju taman istana melalui Kota Kapilavatthu. Setelah sampai di taman
dan ketika pangeran tengah duduk dan menikmati taman tersebut, tampak oleh-Nya
seorang lelaki dengan kepala yang dicukur bersih datang dari kejauhan. Dan
pangeran pun bertanya kepada Channa siapakah orang itu. Channa menjawab bahwa
oran itu adalah seorang petapa, seseorang yang meninggalkan kehidupan
berkeluarga. Pangeran merasa terdorong untuk mengetahui lebih lanjut siapa
petapa itu. Bagi-Nya, petapa itu tampak mengagumkan dan mulia, tidak seperti
orang lainnya. Pangeran yang merasa tidak puas dengan jawaban Channa, mendekati
petapa itu dan bertanya mengenai diri petapa tersebut. Petapa itu pun
menjelaskan prihal dirinya.
Setelah pangeran
mendengar penjelasan prihal diri petapa tersebut, bagaimana ia hidup, dan
bagaimana ia menemukan jalan kebahagiaan atas dirinya, pangeran merasa bahagia
dan menyadari bahwa adanya jalan sejati untuk mengatasi penderitaan hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung ke pariyattidhamma.blogspot