Senin, 30 Juli 2018
Menjadi Terhormat
👉 Tergantung pada bibit yang ditanam, demikian buah yang akan dipanen; begitu pula dalam hidup ini, apa yang datang pada dirinya, itu tidak lain selain miliknya. Jika minta dihormati orang, hendaknya menghormati orang.
👉 Laku hormat, adalah sebab atau langkah awal, dari suatu penghornatan; memulai dengan laku hormat kepada siapa saja, apa lagi kepada orang tua yang patut dihormati, karena telah berjasa, khususnya bagi anak atau anak muda, inilah perlunya dari laku hormat.
👉 Untuk menghormat, adalah suatu pedoman orang menghormat. Ketika orang laku hormat hanya untuk menghormat, berarti melakukan berdasarkan pengertian, dan diwujudkan dengan ketulusan, sesuai pada proses kebenaran yang benar Ia lakukan.
👉 Sebab terhormat, seolah kalimat awal, padahal sebab itu yang amat penting dari sebuah akibat; tidak akan terjadi akibatnya, jika tidak ada sebabnya. Sebab terhormat kata kunci dan yang menjadikan terhormat bagi siapapun orang terhormat.
👉 Merenungkan kalimat LAKU HORMAT, UNTUK MENGHORMAT, SEBAB TERHORMAT, sangat penting; karena mengandung nilai moral ajakan berbuat baik, nilai kebenaran tentang hukum sebab akibat, dan agar hidup sampai tujuan menjadi orang baik.
✍ (B Saddhaviro)
Cinta dan Benci
👉 Sangat mudah untuk dimengerti bahwa cinta adalah berbeda dengan benci, bahkan cinta dan benci itu berlawanan; karena cinta adalah hal positif, sedangkan benci adalah negatif. Tetapi cinta maupun benci ada kesamaannya, tidak obyektif jika digunakan untuk menilai.
👉 Ketika orang terlalu cinta pada seseorang, tidak mengetahui kekurangan orang yang dicintainya; bergitu pula bagi orang yang sangat benci, tidak terlihat kebaikan dari orang yang dibenci. Cinta berbeda dengan benci, namun keduanya memiliki sama tidak obyektif untuk memilai.
👉 Ketika orang telah mengembang kebijaksanaan cinta tidak menjadi subyektif untuk menilai, cinta tidak akan membuta, melainkan bisa melihat sebagai mana adanya. Demikian pula kebijaksanaan berperan untuk mengikis kebencian, yang bersifat subyektifitas.
👉 Sifat luhur dari bijaksana patut untuk dilatih serta dimiliki setiap orang, karena keluhurannya membuat cinta menjadi bijaksana, dan kebencipun bisa terkikis oleh mulianya sifat bijaksana. Negatif bisa menjadi positif, dan positif tidak berubah negatif; jika nenilai kepada siapa mau apa, menjadi obyektif, itulah kebijaksanaan.
✍ (B.Saddhaviro)
Aksi dan Reaksi
👉 Ketika ada aksi negatif dari orang lain, jika dibalas dengan reaksi negatif, apa pun yang menjadi alasannya; reaksi negatif tetap negatif, karena tidak bisa mengendalikan aksi negatif.
👉 Ketika ada aksi negatif dari orang lain, jika dibalas dengan reaksi positif, kendati tanpa alasan apapun; reaksi positif tetap positif, karena tidak terpancing oleh aksi negatif.
👉 Ketika ada aksi positif dari orang lain, jika dibalas dengan reaksi negatif, beralasan maupun tanpa alasan; aksi positif dari orang lain tetap positif, karena aksi positif tidak terpengaruh oleh reaksi negatif.
👉 Ketika ada aksi positif dari orang lain, jika dibalas dengan reaksi positif, maka inilah terbaik diantara aksi dan reaksi; karena aksi positif mendapat reaksi positif, adalah wujud dari orang yang berpikir positif.
👉 Kapan pun bisa terjadi aksi negatif maupun positif dari orang lain, yang terpenting adalah reaksinya untuk meresponnya; jika orang tetap reaksi positif, maka yang negatif tidak semakin negatif.
✍ (B.Saddhaviro)
Menang dan Kalah
Hidup tidak seperti suatu permainan sepak bola, yang bisa dibuat untuk bertaruhan, ada pemenangnya juga ada yang kalah. Melainkan hidup itu bagaikan perjalanan, punya tujuan untuk dicapainya.
👉 Tujuan dari hidup adalah kebahagiaan, setelah orang bisa memahami sebab penderitaan adalah keinginan, dan mampun mengikis sampai padamnya keserakahan, kebencian, serta kebodohan batin; jika hidup bagaikan perjalanan, maka tercapainya kebahagiaan merupakan akhir dari perjalanan.
👉 Kalah dan menang tidak perlu terjadi dalam menjalani hidup guna mencapai tujuannya, karena kebahagiaan bukan milik orang lain maupun berada di tempat tertentu; tetapi masing-masing ada pada diri sendiri tiap orang, untuk dicapainya melalui diperjuangkan.
👉 Tidak menjadikan hidup seperti permainan, apa lagi hidup dibuat untuk bertaruhan yang beresiko bisa menang dan kalah; namun berusaha menggunakan hidup tidak berbuat jahat, senantiasa berbuat baik, dan memurnikan batin sebagai jalan mencapai tujuan.
✍ (B.Saddhaviro)
Sifat Orang
👉 Ada orang tidak mau mendengarkan pendapat orang lain, kendati itu orang paling dekat pada dirinya; hanya pendapat serta pemikirannya sendiri yang dijadikan pedoman hidupnya, tanpa mau tahu apa kata dan penilaian orang lain terhadap dirinya. Prisipnya anjing meng-gong-gong kapila tetap berlalu.
👉 Ada orang selalu mendengarkan pendapat bahkan mencari pendapat terlebih dulu dari orang lain, sebelum mengambil keputusan untuk dijadikan pedoman; utamanya orang-orang dekatnya musti didengar pendapat serta pemikirannya, maka sering kali mengambil keputusan agak lama bahkan berubah-ubah. Orang jenis ini, sepertinya tidak punya prinsip, dan hidupnya mudah terpengaruh oleh orang lain.
👉 Ada orang tidak kukuh pada pendapatnya sendiri maupun tidak tergantung pada pendapat orang lain, melainkan berpedoman dengan manfaat dari kebaikan dan kebenaran. Jika itu bermanfaat karena hal baik juga sesuai dengar kebenaran, dari manapun asalnya tidak masalah. Biarlah dinilai jelek, dan disalahkan, kebaikan dan kebenaran yang menjadi pedomannya.
👉 Pendapat diri sendiri bisa baik juga bisa benar, pendapat dari orang lain juga demikian, bisa baik dan benar. Akan tetapi berpedoman pada dhamma pasti baik dan benar, karena dhamma disini berarti kebaikan sekaligus kebenaran.
✍ (B Saddhaviro)
Idealnya Hidup
👉 Hidup sekadarnya bisa hidup, karena tidak tahu apa hidup itu, bagaimana caranya mencari kebutuhan hidup, dan tidak tahu tujuan hidup. Jenis orang hidup seperti ini, adalah yang belum maksimal.
👉 Hidup berkecukup kebutuhan hidup, tidak hanya sekadarnya hidup. Tetapi tahu caranya untuk mencari kebutuhan hidup, sampai kecukupan bahkan terjamin kesejahteraan hidup; namun belum tahu apa tujuan hidup, dan bagaimana caranya untuk sampai tujuan. Jenis orang hidup ini, sudah maksimal dalam menjalani hidup dengan memenuhi kebutuhan hidup.
👉 Idealnya orang hidup jika tidak sekadar hidup tapi bisa memahami hidup, kecukupan akan kebutuhan hidup, juga tahu tujuan hidup, dan bisa mencapai tujuan hidup. Jenis orang hidup ini, merupakan idaman semua orang hidup.
👉 Tujuan hidup terbebas dari penderitaan dengan bisa hidup bahagia. Karena terus melatih berbuat baik untuk menjadi baik, dan mengerti kebenaran hidup dengan benar, adalah idealnya orang hidup, sehingga menjadi bermanfaat akan eksistensinya hidup.
✍ (B.Saddhaviro)
Konsep Tanpa Aku
👉 Bukan aku dan bukan milikku, kendati datang padaku; ia pasti akan berlalu meninggalkanku, karena ia datang untuk berlalu, ia bukan aku tapi paduan unsur.
👉 Konsep tanpa aku dan tanpa milikku, merupakan konsep pembebasan dari pandangan keliru tentang aku; yang mengaku aku sebagai milikku, merupakan sebab dari penderiaan.
👉 Bisa berpikirnya salah, berucap serta berbuat salah, jika pandangannya salah; namun semua tidak ada yang salah, ketika orang memiliki pandangan benar, bahwa tidak ada aku yang sebenarnya, karena yang sebenarnya bukan aku dan bukan memilikku, hanyalah paduan unsur saling bergantungan.
👉 Bukan aku dan milikku, semuanya hanya paduan unsur, terus berubah serta tidak memuaskan, maka tiada aku maupun milikmu, aku adalah konsep dari pandangan keliru, sehinga tidak memahami sebagai mana adanya paduan unsur, yang sebenarnya tidak adanya aku.
✍ (B.Saddhaviro)
Perlunya Rajin
👉 Rajin itu perlu dilatih, jika orang tidak melatihnya, maka sifat baik berupa rajin tidak akan berkembang, menjadi karakter baik, bagaikan biji-bijian tidak bisa tumbuh, kalau tidak ditanam.
👉 Sifat baik dari orang yang rajin adalah, jika hidup belum punya akan menjadi punya; ketika sudah punya dengan hidup kecukupan, orang yang rajin bisa menjaga dan mengembangkannya, sampai puncak kesuksesannya.
👉 Orang yang rajin bergaul, akan punya teman. Orang yang rajin belajar, akan memiliki pengetahuan. Orang yang rajin bekerja, akan punya penghasilan. Dan orang yang rajin berlatih banyak hal, akan punya ketrampilan serta pengalaman hidup sangat berharga. Inilah kerjanya hukum kebenaran sebab akibat.
👉 Orang rajin bukan disebabkan oleh tanggal lahir maupun keturunan tertentu, rajin bersumbernya dari kemauan orang yang kuat untuk berbuat manfaat; orang rajin adalah orang yang telah memahami hidup serta nilai kehidupan, guna mencapai tujuan hidup, dengan berbuat yang manfaat.
👉 Berteman dengan orang rajin itu perlu, belajar serta berlatih untuk rajin itu lebih perlu; berlatih guna membentuk karakter agar menjadi orang rajin jauh lebih perlu, dan setelah rajin bisa hidup bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain, inilah perlunya rajin.
✍ (B.Saddhaviro)
Keinginan
👉 Jangan berlatih meditasi dengan keinginan, tetapi berlatih dengan kesadaran; keingin adalah perintang ketika orang berlatih meditasi, karena keinginan pikiran tidak tenang dan malah tegang.
👉 Keinginan untuk tenang ketika orang berlatih meditasi, justru pikiran sulit menjadi tenang, karena keinginan merupakan energi pikiran berkelana tanpa ada habisnya.
👉 Keingin akan membuat ketegangan ketika orang berlatih meditasi, dan ketegangan sebagai perintang dalam berlatih meditasi; maka tidak dianjurkan berlatih meditasi dengang keinginan, melainkan dengan kesadaran.
👉 Tanggalkan segala keinginan ketika berlatih meditasi, termasuk keinginan untuk tenang atau konsentrasi; agar bisa berlatih dengan rileks, berusaha dengan sadar untuk mengonsentrasikan pikiran tanpa keinginan, pikiran mudah dilatih menjadi tenang.
✍ (B.Saddhaviro)
Ciri Orang Besar
👉 Orang besar bisa terlihat dari pemikirannya serta apa yang dilakukan, selain memikirkan orang lain dan berkepentingan untuk orang banyak; tidak sekala pendek apa yang dipikirkan serta dilakukan, melainnya untuk manfaat jauh kedepan, adalah ciri dari orang besar.
👉 Kendati sudah menjadi orang besar karena telah mampu mengimplementasikan pemikiran untuk manfaat orang banyak, masih mau mengerjakan tugas yang kecil; sebagai bukti orang besar yang sebenarnya, karena bisa menjadi besar juga bermula dari kecil. Itu ciri dari kebesaran orang besar, tidak menyepelekan hal yang kecil.
👉 Orang besar juga tidak membesarkan kebesarannya, atau merasa besar dan angkuh karena telah menjadi besar. Semakin bermanfaat bagi orang banyak akan eksistensinya, semakin rendah hatinya, merupakan ciri dari orang besar.
👉 Setiap orang punya potensi menjadi orang besar, tetapi tidak setiap orang mau dan mampu mengelola potensinya; jika orang mau berpikir serta berbuat untuk bermanfaat orang banyak, rela berkorban tanpa mengorbankan orang lain, adalah indikasinya menjadi orang besar.
✍ (B.Saddhaviro)
Rasa Senang
👉 Memulai aktifitas dengan rasa senang, sampai tumbuh berkembang menyenangi tugas maupun pekerjaan yang dikerjakan; akan menjadi kekuatan sangat dasyat, bagi siapapun yang memiliki rasa senang.
👉 Pekerjaan berat jika dikerjakan dengan hati senang, orang tidak akan terbebani oleh beratnya pekerjaan, dan pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik; demikian dasyatnya rasa senang, patut untuk dimiliki beraktifitas agar tetap semangat.
👉 Sulitnya kehidupan bisa muncul kapan saja kendati orang tidak mengharapkan. Sesulit apapun kesulitan itu, jika orang bisa tetap senang untuk berupaya mengatasi kesulitan, maka orang tidak akan kesulitan dengan kondisi yang sulit. Karena kontribusi dari rasa senang, untuk mengurangi bahkan menghilangkan kesulitan menjadi kemudahan.
👉 Rasa senang membuat tugas berat menjadi ringan, rasa senang problem sulit menjadi mudah, rasa senang perjalanan jauh terasa dekat, rasa senang dalam keadaan enak maupun pait, adalah rasa senang sesungguhnya, yang patut untuk dimiliki aktifitas.
✍ (B.Saddhaviro)
Hidup Bahagia
👉 Kondisi hidup di dunia adalah suka duka, tanpa kecuali orang hidup di dunia pasti mendapat kondisi yang sama; hanya pemahaman maupun sikap serta daya tahan orang hidup di dinua yang berbeda satu dengan lainnya, sehinga tidak bisa hidup bahagia dalam kondisi yang sama.
👉 Oleh sebab itu bahagianya hidup, bukan karena kondisinya hidup, melainkan bagaimana cara orang memahami, mengeloka, menyikapi hidup dan menerima kondisi hidup, sehingga dalam kondisi suka maupun duka, bisa hidup bahagia.
👉 Hidup bahagia saratnya tidak banyak, ketika orang bisa menerima sebagaimana adanya hidup, bukan hidup dengan seperti apa yang diharapkan, maka kebahagiaan hidup datang tanpa di cari dan diundang, karena sebabnya telah ada, akibatnyapun menjadi ada.
👉 Berusaha untuk mengerti hidup di dunia adalah suka dan duka, berusaha mengerti serta memperbaiki kekurangan pada diri sendiri; dan berusaha untuk bersikap menerima yang tidak diharapkan karena itu realita kehidupan, adalah sumber dari kebahagiaan.
✍ (B.Saddhaviro)
👉 Oleh sebab itu bahagianya hidup, bukan karena kondisinya hidup, melainkan bagaimana cara orang memahami, mengeloka, menyikapi hidup dan menerima kondisi hidup, sehingga dalam kondisi suka maupun duka, bisa hidup bahagia.
👉 Hidup bahagia saratnya tidak banyak, ketika orang bisa menerima sebagaimana adanya hidup, bukan hidup dengan seperti apa yang diharapkan, maka kebahagiaan hidup datang tanpa di cari dan diundang, karena sebabnya telah ada, akibatnyapun menjadi ada.
👉 Berusaha untuk mengerti hidup di dunia adalah suka dan duka, berusaha mengerti serta memperbaiki kekurangan pada diri sendiri; dan berusaha untuk bersikap menerima yang tidak diharapkan karena itu realita kehidupan, adalah sumber dari kebahagiaan.
✍ (B.Saddhaviro)
Hidup di dunia
RENUNGAN: "hidup di dunia"
👉 Setiap orang hidup di dunia, pasti tidak lepas dari dicela. Karena celaan itu merupakan konsekuensi dari pada orang hidup di dunia. Siap untuk dicela dari pada mencela, adalah cara yang baik, orang hidup di didunia.
👉 Negatifnya celaan, ketika orang dicela dirinya merasa tercela, celaan menjadi kondisi negatif bagi orang yang merasa tercela; karena merasa tercela dan tidak bisa menerima celaan, malah ganti mencela.
👉 Positifnya celaan, ketika orang dicela, Ia tidak merasa tercela, tapi sadar bahwa hidup di dunia, bisa kapan saja dicela. Orang yang menyadari akan eksistennya, bisa menerima celaan tanpa untuk membalas mencela.
👉 Ketika orang telah mengerti, bawah mencela orang tercela dirinya sendiri akan menjadi tercela, dan apa lagi mencela orang yang tidak berbuat tercela; maka orang yang telah mengerti serta sadar akan konsekuensi hidup di dunia, siap untuk dicela, berusaha tidak mencela.
✍ (B.Saddhaviro)
👉 Setiap orang hidup di dunia, pasti tidak lepas dari dicela. Karena celaan itu merupakan konsekuensi dari pada orang hidup di dunia. Siap untuk dicela dari pada mencela, adalah cara yang baik, orang hidup di didunia.
👉 Negatifnya celaan, ketika orang dicela dirinya merasa tercela, celaan menjadi kondisi negatif bagi orang yang merasa tercela; karena merasa tercela dan tidak bisa menerima celaan, malah ganti mencela.
👉 Positifnya celaan, ketika orang dicela, Ia tidak merasa tercela, tapi sadar bahwa hidup di dunia, bisa kapan saja dicela. Orang yang menyadari akan eksistennya, bisa menerima celaan tanpa untuk membalas mencela.
👉 Ketika orang telah mengerti, bawah mencela orang tercela dirinya sendiri akan menjadi tercela, dan apa lagi mencela orang yang tidak berbuat tercela; maka orang yang telah mengerti serta sadar akan konsekuensi hidup di dunia, siap untuk dicela, berusaha tidak mencela.
✍ (B.Saddhaviro)
"karma bukan takdir"
👉 Bertanya, Apakah karma beda dengan takdir?
👉 Jawaban: Sangat beebeda karma dengan takdir. Karma adalah bersumber dari dirinya sendiri, sedangkan takdir itu dari luar dirinya manusia.
👉 Jawaban: Karma itu berarti niat atau kehendak, lantas berpikir menjadi karma pikiran, niat lantas berkata itu karma ucapan, niat lantas bertindak menjadi karma dari jasmani. Sedangkar takdri itu bukan dari niatnya orang yang punya takdir, melainkan orang telah ditakdirkan.
👉 Jawaban: Karma ditanggung oleh diri sendiri, karena dari dirinya sendiri, dan karma bisa diubah. Kalau takdir bukan dari dirinya sendiri, tetapi yang menanggung dirinya sendiri, dan orang punya takdir tidak bisa diubah.
👉 Kehidupan orang bisa diubah, karena hidup memang berubah; dengan perbuatan baik atau karma baik, maka hidup yang semula tidak baik menjadi baik, dan yang belum bermanfaat bisa menjadi manfaat. Oleh karenanya *karma beda dengan takdir.
✍ (B Saddhaviro)
👉 Bertanya, Apakah karma beda dengan takdir?
👉 Jawaban: Sangat beebeda karma dengan takdir. Karma adalah bersumber dari dirinya sendiri, sedangkan takdir itu dari luar dirinya manusia.
👉 Jawaban: Karma itu berarti niat atau kehendak, lantas berpikir menjadi karma pikiran, niat lantas berkata itu karma ucapan, niat lantas bertindak menjadi karma dari jasmani. Sedangkar takdri itu bukan dari niatnya orang yang punya takdir, melainkan orang telah ditakdirkan.
👉 Jawaban: Karma ditanggung oleh diri sendiri, karena dari dirinya sendiri, dan karma bisa diubah. Kalau takdir bukan dari dirinya sendiri, tetapi yang menanggung dirinya sendiri, dan orang punya takdir tidak bisa diubah.
👉 Kehidupan orang bisa diubah, karena hidup memang berubah; dengan perbuatan baik atau karma baik, maka hidup yang semula tidak baik menjadi baik, dan yang belum bermanfaat bisa menjadi manfaat. Oleh karenanya *karma beda dengan takdir.
✍ (B Saddhaviro)
RENUNGAN: "ciri sahabat baik"
👉 Cirinya orang baik, tidak mudah berbuat jahat, tetapi mudah untuk berbuat baik; tidak mencari nama baik serta pujian jika berbuat baik, namun mengutamakan berbuat baik hanya untuk kebaikan.
👉 Cirinya orang yang pinter mencari sahabat baik, tetapi tidak bisa menjadi sahabat baik; orangnya egois hanya mau enak serta menangnya sendiri, tidak mau tahu orang lain, namun banyak menuntut agar orang lain mau tahu pada dirinya.
👉 Ciri dari sahabat baik, setia teman dalam kondisi suka maupun duka, selalu memberi bantuan, tanpa menuntut balasan; melindungi teman selagi lengah, mengingatkan teman sewaktu lupa, dan rela berkorban untuk membela temannya, merupakan sifat dari sahabat sejati.
👉 Menjadi sahabat baik dengan berbuat baik, dan sebelum mencari sahabat baik terlebih dulu dirinya bisa menjadi sahabat baik; demikian cara berpikir serta pedomannya dari orang yang berciri sahabat baik.
✍ (B.Saddhaviro)
👉 Cirinya orang baik, tidak mudah berbuat jahat, tetapi mudah untuk berbuat baik; tidak mencari nama baik serta pujian jika berbuat baik, namun mengutamakan berbuat baik hanya untuk kebaikan.
👉 Cirinya orang yang pinter mencari sahabat baik, tetapi tidak bisa menjadi sahabat baik; orangnya egois hanya mau enak serta menangnya sendiri, tidak mau tahu orang lain, namun banyak menuntut agar orang lain mau tahu pada dirinya.
👉 Ciri dari sahabat baik, setia teman dalam kondisi suka maupun duka, selalu memberi bantuan, tanpa menuntut balasan; melindungi teman selagi lengah, mengingatkan teman sewaktu lupa, dan rela berkorban untuk membela temannya, merupakan sifat dari sahabat sejati.
👉 Menjadi sahabat baik dengan berbuat baik, dan sebelum mencari sahabat baik terlebih dulu dirinya bisa menjadi sahabat baik; demikian cara berpikir serta pedomannya dari orang yang berciri sahabat baik.
✍ (B.Saddhaviro)
RENUNGAN: "buah kebaikan"
👉 Sesuai dengan benih yang telah ditanam, demikian pula buah yang dipanennya; jika orang bercocok tanam padi, maka padi juga buahnya, demikian hukumnya. Pelaku kejahatan mengakibatkan penderitaan, dan pembuat kebaikan memetik buah kebahagiaan.
👉 Hanya bercocok tanam perbuatan baik, yang memiliki akibat atau buah dari berbagai hal, sehingga melebihi jenis tanaman benih apapun di dunia ini. Ketika orang memahami akan hukum kebenaran bahwa berbuat baik, bisa berbuah banyak hal, orang selalu berbuat kebaikan.
👉 Orang bisa sukses hidupnya itu buah dari perbuatan baiknya. Orang sehat serta berusia panjang, akibat dari perbuatan baiknya. Orang terkahir rupawan, terkenal, berkuasa, disukai banyak orang, adalah buah dari kebaikannya. Sampai tercapainya segala cita-citanya, termasuk menjadi buddha, merupakan buah dari kebaikannya.
👉 Sedemikian besar manfaat serta buah dari perbuatan baik, sehingga tidak ada jenis tanaman bibit apapun, jika ditanam buahnya bisa melebihi dari buah tanaman kebaikan. Semoga renungan ini, bisa menghikangkan keraguan akan berbuat baik dan meyakinkan orang berbuat baik
✍ (B.Saddhaviro)
👉 Sesuai dengan benih yang telah ditanam, demikian pula buah yang dipanennya; jika orang bercocok tanam padi, maka padi juga buahnya, demikian hukumnya. Pelaku kejahatan mengakibatkan penderitaan, dan pembuat kebaikan memetik buah kebahagiaan.
👉 Hanya bercocok tanam perbuatan baik, yang memiliki akibat atau buah dari berbagai hal, sehingga melebihi jenis tanaman benih apapun di dunia ini. Ketika orang memahami akan hukum kebenaran bahwa berbuat baik, bisa berbuah banyak hal, orang selalu berbuat kebaikan.
👉 Orang bisa sukses hidupnya itu buah dari perbuatan baiknya. Orang sehat serta berusia panjang, akibat dari perbuatan baiknya. Orang terkahir rupawan, terkenal, berkuasa, disukai banyak orang, adalah buah dari kebaikannya. Sampai tercapainya segala cita-citanya, termasuk menjadi buddha, merupakan buah dari kebaikannya.
👉 Sedemikian besar manfaat serta buah dari perbuatan baik, sehingga tidak ada jenis tanaman bibit apapun, jika ditanam buahnya bisa melebihi dari buah tanaman kebaikan. Semoga renungan ini, bisa menghikangkan keraguan akan berbuat baik dan meyakinkan orang berbuat baik
✍ (B.Saddhaviro)
RENUNGAN: "menerima"
👉 Ketika orang hidup dengan harapan, maka akan mengalami kekecewaan; apa bila harapannya tidak sesuai dengan kenyataan. Ini sudah merupakan konsekuensi logi, dari orang hidup yang masih didominasi oleh harapan.
👉 Ketika orang hidup dengan kesadaran, aktifitasnya disertai oleh kesadaran; apapun kenyataan yang ada, tidak akan membuat orang kecewa, karena orang yang hidupnya sadar, akan bisa menerima keyataan. Inilah sifat alami dari kesadaran, bukan mencaci yang tidak ada, dan bisa menerima yang ada.
👉 Berlatih untuk meneriima kenyataan, sampai bisa menerima kenyataan, adalah cara orang yang sadar akan eksistensinya; bahwa hidup subyektifitas tidak bisa menerima realitas, justru malah kecewa. Akan tetapi jika bisa hidup secara obyektifitas, bisa menerima realitas hidup.
✍ (B.Saddgaviro)
👉 Ketika orang hidup dengan harapan, maka akan mengalami kekecewaan; apa bila harapannya tidak sesuai dengan kenyataan. Ini sudah merupakan konsekuensi logi, dari orang hidup yang masih didominasi oleh harapan.
👉 Ketika orang hidup dengan kesadaran, aktifitasnya disertai oleh kesadaran; apapun kenyataan yang ada, tidak akan membuat orang kecewa, karena orang yang hidupnya sadar, akan bisa menerima keyataan. Inilah sifat alami dari kesadaran, bukan mencaci yang tidak ada, dan bisa menerima yang ada.
👉 Berlatih untuk meneriima kenyataan, sampai bisa menerima kenyataan, adalah cara orang yang sadar akan eksistensinya; bahwa hidup subyektifitas tidak bisa menerima realitas, justru malah kecewa. Akan tetapi jika bisa hidup secara obyektifitas, bisa menerima realitas hidup.
✍ (B.Saddgaviro)
RENUNGAN: "kebiasaan"
👉 Biasakan untuk berbuat baik kendati perbuatan baik itu kecil, agar terbiasa melakukan perbuatan baik; karena kebiasaan baik yang telah dilakukan akan membentuk karakter baik, dan dari karakter baik, menjadikan orang baik.
👉 Biasakan untuk bekerja dengan sepenuh hati tanpa ragu dan takut oleh rintangan serta kegagalan. Karena kebiasaan bekerja sepenuh hati, akan membentuk mental bertanggung jawab dan pekerja yang tangguh, tidak mudah menyerah, menjadikan orang sukses dalam bidangnya.
👉 Biasakan untuk memberi sebagai latihan agar bisa memberi pada orang lain, agar terbiasa untuk memberi kepada siapa saja yang patut diberi. Orang yang telah terbiasa dengan memberi, tidak akan sulit untuk memberi. Dan orang yang suka memberi, tidak akan pernah kekurangan, karena orang yang memberi dengan tulus, akan merasa puas kebiasaan yang baik.
👉 Orang yang memiliki kebiasaan baik, bekerja sepenuh hati, dan tulus dalam memberi; adalah orang yang berguna bagi dirinya, bermanfaat untuk orang lain, dan juga menjadi berkah akan eksistennya hidup di dunia.
✍ (B.Saddgaviro)
👉 Biasakan untuk berbuat baik kendati perbuatan baik itu kecil, agar terbiasa melakukan perbuatan baik; karena kebiasaan baik yang telah dilakukan akan membentuk karakter baik, dan dari karakter baik, menjadikan orang baik.
👉 Biasakan untuk bekerja dengan sepenuh hati tanpa ragu dan takut oleh rintangan serta kegagalan. Karena kebiasaan bekerja sepenuh hati, akan membentuk mental bertanggung jawab dan pekerja yang tangguh, tidak mudah menyerah, menjadikan orang sukses dalam bidangnya.
👉 Biasakan untuk memberi sebagai latihan agar bisa memberi pada orang lain, agar terbiasa untuk memberi kepada siapa saja yang patut diberi. Orang yang telah terbiasa dengan memberi, tidak akan sulit untuk memberi. Dan orang yang suka memberi, tidak akan pernah kekurangan, karena orang yang memberi dengan tulus, akan merasa puas kebiasaan yang baik.
👉 Orang yang memiliki kebiasaan baik, bekerja sepenuh hati, dan tulus dalam memberi; adalah orang yang berguna bagi dirinya, bermanfaat untuk orang lain, dan juga menjadi berkah akan eksistennya hidup di dunia.
✍ (B.Saddgaviro)
Kamis, 11 Januari 2018
Agama Buddha Di Dunia Barat
Perkembangan Agama Buddha di Barat
Ajaran Sang Buddha memiliki suatu keunikan yang bersifat universal dimana mampu senantiasa berkembang sesuai dengan kebudayaan dan kebiasaan setempat. Sehingga kini terdapat berbagai sekte dan aliran yang terkadang kelihatannya sangat berbeda, namun pada intinya mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk mencapai pembebasan [Nirvana/Nibbana]. Ajaran Sang Buddha yang dikenal sebagai Ajaran Damai dengan semboyan suci : Cinta Kasih dan Kasih Sayang, telah tersebar di hampir seluruh Asia, Amerika dan Eropa.
Di setiap negara biasanya mempunyai ciri khasnya tersendiri dalam menerima Ajaran Sang Buddha yang merupakan suatu jawaban atas tuntutan dan pengaruh filosofis, sosial dan kebudayaan setempat. Sang Buddha sendiri agak pragmatis, Beliau lebih menekankan mengetahui sedikit ajaran tetapi pengamalan yang lebih intensif. Beliau juga menegaskan bahwa ajaran itu hanyalah alat untuk dipakai bila diperlukan dan ditinggalkan ketika tujuan telah tercapai yang diibaratkan rakit yang dipakai untuk menyeberangi sungai.
Para pengikut Ajaran Sang Buddha pada umumnya mengakui bahwa tidak ada alasan apapun bagi mereka untuk memperdebatkan apa yang benar atau yang tidak benar, apa yang lebih dulu atau yang belakangan, dan apa yang ortodoks atau yang fleksibel, dimana pada dasarnya tetap satu yaitu batang tubuh ajaran yang langsung dari Sang Buddha. Berbagai mazhab yang ada , yaitu Theravada atau Hinayana , dan Mahayana, Vajrayana atau Tantrayana dengan berbagai aliran dan sekte di dalamnya tersebut bermunculan setelah Sang Buddha Parinirvana yang ditandai dengan munculnya kosili Buddhis yang pertama di Rajagraha yang diadakan tidak lama sesudah Buddha Gautama Parinirvana.
Kita perlu menyadari juga bahwa pada eranya Buddha Gautama masih membabarkan Dharma, tidak terdapat segala nama aliran dan sekte yang seperti kita kenal saat ini. Malah Buddha Gautama sendiri tidak pernah mengatakan beragama Buddha apalagi mewakili aliran tertentu baik dari Theravada, Mahayana , ataupun Vajrayana. Pada saat ini diperkirakan terdapat sepertiga penduduk dunia merupakan pengikut Ajaran Sang Buddha. Dari hasil penjelajahan di beberapa situs internet (web sites), Penyusun menemukan sudah terdapat banyak sekali terjemahan literatur Ajaran Sang Buddha dalam bahasa Inggris yang sangat baik, khususnya oleh rekan-rekan Buddhis di negara Barat.
Alasan Buddhisme dapat masuk ke Negara Barat
Negara Barat yang identik dengan sekuler sekalipun dapat menerima ajaran agama Buddha sebagai “ the way of life”. Perkembangan peradaban manusia rupanya telah membawa perubahan pada segenap sisi kehidupan, antara lain sisi spiritualitas. Sebuah fakta yang menarik bahwa ”spiritualisme” sedang berkembang di negara sekuler macam Amerika Masyarakat di sana rupanya sudah ”lelah” dengan agama-agama yang bersifat institusional dan dogmatis (baca: agama semitik), dan cenderung memilih jalan hidup yang antropo-sentris. Buddhisme menjadi salah satu alternatif yang semakin banyak digemari masyarakat di Amerika.
Tidak hanya masyarakat Amerika, golongan intelektual pada umumnya memang memiliki apresiasi yang baik terhadap Buddhisme, dikarenakan prinsip ajarannya yang tidak dogmatis dan sejalan dengan cara berpikir modern.
Buddhisme tergolong unik, sebab tidak berparadigma teosentris/idol sentris. ”Tuhan” bukanlah persoalan yang utama di dalam Buddhisme. Seorang atheis, agnostis, atau theis, dapat saja menjadi penganut Buddha. Dengan begitu, fundamen ajaran Buddha bukanlah dogma-dogma teologi, tetapi sesuatu yang berasal dari diri kita sendiri, yakni pikiran(minds). Sebab pikiran adalah sumber dari segala permasalahan yang muncul dalam kehidupan manusia, seperti adanya keinginan, hawa nafsu, emosi, penalaran, pencerapan, berbagai ide/konsepsi/kepercayaan, yang kesemuanya itu perwujudan dari ego atau “aku”.
Mengetahui seluk beluk pikiran atau “aku” beserta segenap fenomenanya, kita dapat mencari akar permasalahan dan menundukkannya. Hal ini diwujudkan dengan berbagai latihan disiplin dan praktik meditasi. Dari pikiran sebagai fundamen itulah, maka Buddhisme banyak disebut oleh para orientalis barat sebagai ”ilmu pengetahuan tentang pikiran”. Dari situ dapat dipahami bahwa Buddhisme memiliki metoda memandang ke dalam (menguasai pikiran/diri sendiri) terlebih dahulu untuk kemudian membuat laku ke luar/menanggapi alam sekitar (termasuk misalnya menolak atau menerima suatu ajaran). Sehingga Buddhisme tidak mementingkan siapa yang mengajarkan suatu ajaran apakah ”nabi” atau ”tuhan” atau ”orang penting” mana pun, tetapi apa yang diajarkan. Apakah bermanfaat atau tidak, apakah logis atau tidak, dan sebagainya. Dan semua penilaian itu tentunya tergantung pada bagaimana kualitas pikiran kita (sikap ini diterapkan termasuk kepada ajaran Buddha Gautama sendiri, seperti yang dituturkan beliau dalam khutbahnya pada orang-orang suku Kalama.
Meski banyak diminati oleh masyarakat Amerika dan banyak diapresiasi oleh kaum cendekiawan, citra Buddhisme tidaklah sebagus itu di Asia dan masyarakat awam pada umumnya. Di Asia, Buddhisme banyak ditinggalkan penganutnya yang beralih ke agama Kristen. Buddhisme juga dianggap sebagai agama yang kolot, penyembah berhala, kaku, dan sudah ketinggalan jaman. Semua tuduhan itu muncul karena orang tidak banyak tahu tentang agama Buddha yang sesungguhnya.
Larisnya agama Buddha di masyarakat Barat dan kalangan cendekiawan umumnya, menunjukkan adanya fenomena perubahan paradigma beragama, dari ”teosentrisme” yang dipopulerkan oleh agama semitik (Abrahamic Faiths) menjadi ”antropo-entrisme”. Oleh beberapa penganut secular humanism, tradisi ”worship” bahkan sudah dianggap ketinggalan jaman dan terganti dengan praktek-praktek spiritual seperti meditasi dan yoga. Fenomena perubahan paradigma beragama ini hendaknya dapat menyadarkan kita untuk secara jujur me-reviewkembali paradigma beragama yang selama ini kita jalankan. Dan memandang Buddha sebagai ” the way of life “
Kamis, 07 Desember 2017
Menjadi Orangtua Yang Ideal
Di dalam Petavatthu Dikisahkan di Rajagaha ada
seorang pedagang yang sangat kaya raya, karena memiliki kekayaan yang demikian
banyak maka ia dikenal sebagai Mahadhanasetthi. Ia mempunyai putra semata
wayang yang amat disayangi dan dibanggakannya. Ketika putranya telah mencapai
akil balik, lantas ia berpikir bahwa seandainya putranya membelanjakan seribu
keping setiap hari selama seratus tahun pun tidak akan habis, maka biarlah dia
menikmati kekayaan ini sesukanya. Sehingga ia tak perlu menanggung beban dan
bersusah payah dengan tubuh dan pikirannya untuk mempelajari pengetahuan serta
ketrampilan. Ketika sudah dewasa, orangtuanya mencarikan pendamping baginya.
Ketika sedang dimabuk kenikmatan dengan istrinya, anak muda ini sekilas pun
tidak mempunyai minat pada Dhamma, juga tidak memiliki rasa hormat terhadap
para pertapa dan brahmana serta orang-orang yang pantas dihormatinya. Karena ia
hidup dilingkungan orang-orang jahat, sehingga ia bergembira-ria dan hanyut
dalam kenikmatan-kenikmatan indria. Karena kebodohanya itu ia terus mengejar
kesenangan-kesenangan indria.
Setelah
kedua orangtuanya meninggal, dia menghambur-hamburkan kekayaannya
sepuas-puasnya dengan para penyanyi dan penari dsb. Dan tidak lama kemudian
hartanya habis tanpa sisa. Akhirnya ia tinggal di bangsal kota yang dibangun untuk fakir miskin dan ia
berkelana jadi pengemis. Inilah satu kisah orangtua yang mendidik anaknya
dengan cara yang tidak benar, sehingga
berakibat penderitaan bagi anaknya.
Sudah menjadi
kewajiban orangtua untuk membuat anaknya menjadi besar dan hidup sejahtera,
dalam kenyataannya orangtua akan melakukannya dengan penuh tanggung jawab.
Meskipun kadangkala terdapat anak yang tidak menghargai jerih payah dan tidak
tahu membalas budi orangtuanya, akan tetapi orangtua dengan sedikit penghargaan
seringkali tetap memperhatikan segala kebutuhan anaknya, meskipun anak tersebut
telah dewasa, berumah tangga dan pergi dari rumah. Orangtua akan sangat bahagia
apabila anak-anaknya dapat melebihi mereka dalam segala aspek, atau paling
tidak setara dengan mereka. Mereka akan merasa tidak puas apabila tarap
kehidupan anak-anaknya lebih rendah dari mereka. Agar dapat mengarahkan
anak-anaknya ke jalan yang benar, maka orangtua harus memberikan contoh dan
teladan, serta memperlihatkan cara hidup yang ideal bagi keluarganya.
Suatu kekeliruan yang
fatal apabila orangtua membiarkan anak-anaknya tidak memiliki keyakinan
terhadap Tiratana, karena kemungkinan besar mereka akan memiliki keyakinan atau
agama lain sebagai pegangan hidupnya. Orangtua yang lalai disebabkan oleh
hal-hal yang lain, misalnya pendidikan di sekolah yang beragama lain sehingga
anak dapat berpindah ke keyakinan lain. Memiliki keyakinan terhadap Tiratana
adalah sangat penting, karena merupakan landasan dari proses beragama Buddha
untuk selanjutnya, misalnya: mematuhi Sila, mengembangkan cinta kasih dan kasih
sayang, meningkatkan kemurahan hati, dan mempunyai kebijaksanaan. Oleh karena
itu setiap orangtua yang beragama Buddha mempunyai kewajiban untuk menanamkan
keyakinan terhadap Sang Tiratana pada generasi mereka. Perlu diingat bahwa anak
yang beragama lain tidak akan melakukan kewajiban yang sangat penting bagi para
leluhurnya yang sudah meninggal dunia, yaitu melakukan pelimpahan jasa. Suatu
perbuatan yang sangat dinanti-nantikan oleh mereka yang kebetulan terlahir di
alam-alam menderita.
Dalam Sigalovada Sutta, Sang Buddha bersabda
bahwa orangtua mempunyai lima
kewajiban terhadap anaknya, yaitu sebagai berikut:
- Mencegah anaknya berbuat jahat
- Menganjurkan anaknya berbuat baik
- Memberikan pendidikan profesional
pada anaknya
- Mencarikan pasangan yang sesuai
bagi anaknya
- Menyerahkan warisan kepada anaknya
pada saat yang tepat.
Dalam Sutta ini dapat diketahui bahwa peranan orangtua dalam membina
keluarga
terutama pada
anak-anaknya telah dijelaskan secara rinci oleh Sang Buddha pada waktu itu.
Maka orangtua mempunyai lima
kewajiban yang harus dilakukan kepada anak-anaknya, yaitu:
- Mencegah anaknya berbuat jahat
Orangtua adalah guru yang pertama bagi anak-anak.
Biasanya mereka mendapat
pendidikan dasar
tentang baik dan buruk dari orangtuanya. Sehingga tidak bijaksana orangtua yang
secara langsung maupun tidak langsung mengajarkan untuk berdusta, menipu,
berbohong, memaki, dendam dan lain-lainnya kepada mereka selagi masih
kanak-kanak. Maka sudah menjadi kewajiban orangtua berusaha menghidarkan mereka
dari kejahatan dan perbuatan tak terpuji itu. Karena sejak kecil seorang anak
belum mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang bermanfaat
dan mana yang tidak bermanfaat, dan lain sebaginya. Sehingga di sinilah peranan
orangtua untuk menanamkan pengertian dan
membiasakan anak-anak agar selalu berbuat baik. Karena hal tersebut sangat
penting baginya sebagai bekal hidup di masyarakat nantinya.
Anak-anak tidak boleh dibesarkan dengan ketakutan.
Karena hal ini akan sangat
mempengaruhi
kondisi psikologi sehingga akan membahayakan bagi mereka nantinya.
Sehingga dalam memdidik
anak yang penurut, rendah hati sebaiknya di pisahkan dari anak yang mempunyai
karakter ketakutan yang tak beralasan tersebut. Menurut Sang Buddha, katakutan
adalah salah satu dari pasukan mara, si jahat. Maka kita dalam memdidik anak
kita harus menunjukan sikap takutlah pada kejahatan tetapi bukan takut kepada
orang. Karena ketakutan yang tak beralasan ini akan menjadikan anak-anak lemah,
dan secara tak langsung mengembangkan sifat “rendah diri”.
Sebaiknya tidak ada
salahnya kita membaca ceritera-ceritera Jataka tentang kisahnya Pangeran
Pancayudha, Raja Dutugemunu, dan yang lainnya.
Pangeran Pancayudha yang
berumur enambelas tahun, tidak takut berkelahi dengan setan kejam dan jahat.
Suatu ketika Pangeran disarankan untuk tidak melalui hutan yang di diami itu,
ia menjawab, “baiklah, kita mati hanya sekali”. Sehingga ia berjalan melalui
hutan tersebut, tanpa rasa takut dan dapat mengalahkan setan tersebut.
Dalam ceritera Jataka
disebutkan bahwa ada seorang Raja yang mempunyai anak jahat dan ganas. Ia
dibawa kepada seorang pertapa yang tinggal di kebun kerajaan. Lantas pertapa
tersebut berjalan-jalan bersama pangeran di kebun itu. Setelah melihat pohon
nimba yang tingginya kira-kira dua kaki dan hanya berdaun satu atau dua saja,
lalu pangeran menanyakan apa nama pohon itu. Pertapa yang bijaksana tersebut
menyuruh mencoba untuk memakannya. Karena merasa pahit dan tidak enak dari daun
nimba, maka ia segera menyuruh untuk mencabutnya, dengan berpikir bahwa bila
pohon kecil ini sudah pahit kelak supaya tidak tumbuh menjadi besar. “Cabutlah
pohon itu!”, teriaknya. “Tunggu sebentar, O pangeran,” kata pertapa. “Orang
yang telah menilai anda juga demikian. Bila anda sebagai pangeran yang jahat
dan ganas, maka apakah yang akan terjadi bila anda kelak menjadi raja?”
Saat itu pangeran
benar-benar memperhatikan nasehat ini. Sehingga dengan beberapa nasehat saja ia
telah berubah sama sekali.
- Mengajurkan anaknya berbuat
baik
Orangtua adalah guru pertama,
sebelum anak mendapat pelajaran di sekolah.
Orangtua
bertanggung jawab untuk masa depan anak-anaknya agar hidup sesuai dengan apa yang
diharapkan. Maka mengajurkan atau mengajarkan anak untuk berbuat baik adalah
menjadi tanggung jawab dari orangtua. Agar tumbuh menjadi anak-anak yang baik
dan bermanfaat untuk diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.
Anak-anak sebaiknya tidak
ditinggalkan di bawah asuhan pengasuhnya atau pembantu yang bodoh. Karena akan
berpengaruh pada karakter dan perkembangan psikologi dan ini sangat berbahaya.
Sering anak-anak lebih dekat dengan pengasuhnya daripada orangtuanya sendiri.
Hal-hal seperti ini harus diperhatikan oleh para orangtua untuk mengatasinya.
Selanjutnya setelah
seorang anak mulai berkembang dan mempunyai pengalaman, orangtua mempunyai
kewajiban untuk mengajurkan anak-anaknya berbuat baik sesuai dengan
kemampuannya, karena pada masa itu anak-anak mulai bergaul dengan menemukan
berbagai pengalaman yang turut mempengaruhi tingkah laku dan perbuatannya
sehari-hari. Oleh karena itu, orangtua harus pandai-pandai mengawasi
anak-anaknya tanpa mereka merasa terkekang.
Sebaiknya mereka juga
diajarkan bagaimana melaksanakan Pancasila Buddhis dalam kehidupan
sehari-harinya.
Dengan melaksanakan sila
pertama tidak membunuh atau menyakiti mahkluk hidup, mereka telah membangkitkan
rasa cinta kasih dan kasih sayang kepada mahkluk hidup atau menghargai kehidupan.
Sehingga anak tidak bersikap kejam dan brutal maka mereka mulai mengetahui apa
makna hidup ini.
Sila kedua adalah tidak
mencuri, berarti membangkitkan rasa jujur dan lurus. Demikian juga untuk tidak
mencuri mainan temannya itu pun sebaiknya diajarkan pula. Hendaknya mereka
diajarkan pula sikap untuk memberi dan menolong terhadap orang lain. Sehingga
mereka mempunyai sikap yang dermawan dan suka menolong terhadap sesamanya.
Sila ketiga berkenaan
dengan moral yang baik. Anak-anak sebaiknya diajarkan menjadi suci dan sopan
santun terhadap sesamanya. Perhatian yang sungguh-sungguh harus dilakukan agar
mereka tak bersahabat dengan teman-teman yang jahat. Dalam hubungan ini, maka
orangtua harus menjadi contoh, bila tidak maka mereka akan mengikuti perbuatan
orangtuanya. Karena orangtua bagi mereka merupakan cerminan bagi anak-anaknya. Orangtua yang amoral
jangan mengharapkan anaknya menjadi moralis, tetapi orangtua yang hidup suci
dan bersih justru akan membahagiakan anaknya dan dirinya sendiri.
Sila keempat adalah
bagaimana mereka diajarkan supaya
berkata-kata yang benar. Anak-anak harus diajarkan demikian, orangtua
harus tegas berkata, “Anakku tidak boleh berbohong.” Orangtua harus
mempertimbangkan suatu kesalahan dan harus mengingatkan anak-anaknya. Seperti
dengan cara demikian, “O, anakku sayang, siapa yang benar adalah terpuji dan
siapa yang salah pasti akan dicela. Jadi walaupun berguaru, janganlah berkata
bohong.”
Memfitnah, pada anak-anak
harus dicegah sebelum itu menjadi suatu kebiasaan. Sedapat mungkin jangan
sampai ia melakukan fitnahan seperti mengatakan bahwa kakaknya juga melakukan
kesalahan.
Kata-kata kasar dan omong
kosong harus dihindarkan pula. Anak-anak harus dilatih menggunakan kata-kata
yang lembut dan sopan. Mereka tidak boleh dengan kasar dan tak sadar
mengucapkan kata-kata yang keluar dari pembicaraan mereka. Mereka harus
dinasihati untuk mengucapkan apa yang benar, baik dan fakta. Sebaiknya mereka
menjaga mulutnya sejak masih kecil, sehingga mereka akan terbiasa dengan tutur
kata yang manis dan sopan. Sebab lidah yang tak terlatih merupakan senjata
penghancur dan lebih ganas dari bom atom. Sedangkan lidah yang terlatih akan
membawa banyak orang menjadi baik.
Sila yang kelima
menyadari bahaya yang diakibatkan oleh minuman keras, alkohol, dan narkoba.
Jangan biarkan anak-anak sampai mengenal atau bahkan mencicipi barang-barang
maksiat ini. Bilamana mereka menghadiri pesta-pesta maka orangtua harus
memperhatikan dengan seksama dan sebaiknya memberikan nasehat atau larangan, dan
akibat apa yang akan diderita dengan mengkomsumsi barang maksiat itu.
Karena anak-anak mempunyai sifat ingin
tahu akan kepahitan atau enaknya dari barang-barang tersebut.
Jadi tugas ini merupakan
tanggung jawab orangtua untuk menanamkan dan mengajarkan kepada mereka. Karena
mereka adalah generasi yang harus dikondisikan menjadi generasi yang baik dan
berguna. Sehingga tumbuh dan berkembang sesuai harapan kita semua.
- Memberikan pendidikan yang
profesional kepada anak
Ketiga, memberikan pendidikan yang profesional dan pantas adalah
warisan paling tepat dari orangtua untuk anak-anaknya. Pembinaan moral dan
pengetahuan tidalah cukup, karena masih diperlukan lapangan yang baik untuk
menambah ilmu pengetahuan di luar yaitu sekolah. Dengan berinteraksi kepada
dunia luar, si anak akan menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Hal ini pun
tidak merugikan, karena kelak mereka pada suatu saat dia akan terjun dan
berkecimpung dalam masyarakat. Tentunya paranan orangtua untuk memberikan
pengertian kepada mereka yang sangat diperlukannya. Maka anak memerlukan
bimbingan untuk mengenal lingkungannya supaya mereka tidak terjerumus pada
pergaulan yang tidak baik.
Pendidikan agama harus
menduduki tempat yang sangat penting dalam kurikulum lembaga pendidikan
Buddhis. Agama tidak boleh dipisahkan dari pendidikdn umum. Karena kemajuan
material dan spiritual harus seimbang sehingga tidak berat sebelah. Janganlah
membiarkan anak-anak mempelajari agama semata-mata hanya untuk kelulusannya dan
formal saja. Pengetahuan Dhamma dipelajari dan dibutuhkan untuk dilaksanakan
dalam kehidupan sehari-hari. Seperti apa
yang tersebut dalam Dhammapada: “Barang siapa yang mempelajari Dhamma tanpa
melaksanakannya, orang tersebut bagaikan gembala yang menghitung-hitung ternak
orang lain.”
Apakah tidak lebih baik
memanfaatkan tenaga untuk untuk mengajarkan pelajaran-pelajaran yang lebih
menarik dan berguna bagi mereka? Bagi anak-anak, sebelum mereka mencapai
tingkat dimana mereka dapat memilih jurusan akademi, maka sebaiknya pendidikan ditekankan pada pokok-pokok ajaran
yang dapat mengarahkan untuk menjadi perumah tangga yang baik. Janganlah
seperti contoh cerita dibawah ini:
Pada suatu hari di kota kecil Salatiga.
Dimana orangtua mengharapkan anaknya bisa menjadi seorang dokter. Tetapi apa
yang terjadi pada si anak, teryata si anak mempuyai bakat di bidang lain yaitu,
ia menyukai dengan bidang tehnik mesin. Karena orangtua tidak mau mengerti
dengan kemauan dan kemampuan si anak tersebut, maka orangtua tetap memaksakan
agar anaknya kuliah kedokteran. Apa akibatnya bagi dia, awal mulai kuliah anak
ini mulai stress dan depresi. Akibat yang paling fatal adalah anak ini mejadi
gila, dengan demikian pupuslah harapan orangtua.
Jadi ini adalah hanya
salah satu kisah cerita yang kadang-kadang perlu kita renungkan sebagai
orangtua. Walaupun orangtua mempuyai tujuan yang baik tetapi perlu
dipertimbangkan akibatnya bagi si anak, supaya tidak terjadi seperti kasus
cerita di atas. Jadi kita sebagai orangtua harus bijaksana dan anak-anak kita beri
kebebasan sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
Satu lagi walaupun
perhatian banyak ditujukan pada pendidikan, tetapi ada yang tidak boleh
dipisahkan serta dilupakan yaitu memperhatikan kesehatannya. Seorang anak yang
sakit-sakitan tak akan sanggup membantu dirinya sendiri, keluarga dan
masyarakat.
- Mencarikan pasangan yang sesuai
untuk mereka
Keempat, membantu mencarikan pasangan yang sesuai bagi anak-anaknya.
Carilah yang memiliki Saddha artinya
mempunyai keyakinan atau agama yang sama dan berlindung pada Tiratana; carilah
yang berperangai baik, murah hati dan tidak kikir namun tidak boros; dan
carilah yang memilki kebijaksanaan yang cukup artinya pengertian, hormat setia
dan sebagainya.
Dalam Maha Mangala
Jataka, pedoman memilih menantu perempuan agar kelak menjadi istri yang membawa
berkah adalah sebagai berikut: ia harus orang yang ramah tamah, usianya
sepadan, setia, baik hati, dan subur (dapat memberikan keturunan), memilki
keyakinan, bermoral serta berasal dari keluarga baik-baik.
Walaupun pemilihan
dibatasi pada kreteria-kreteria tertentu, adalah lebih baik mengelak memilih
seorang pria untuk dijadikan suami bila ia adalah; hidung belang, pemabuk,
penjudi dan pemboros, (Vasala Sutta). Kesehatan hendaknya diperhatikan sebelum
mereka melaksanakan pernikahan. Kalau tidak orangtua akan dihina karena
keturunan mereka. Maka perlu memperhatikan hal ini demi kelangsungan dan masa
depan anak-anak kita.
- Memberikan warisan pada saat
yang tepat
Sebagai yang terakhir, memberikan warisan pada saat
yang tepat. Orangtua yang
baik bukan hanya
mencitai dan memelihara anak-anaknya selama dalam asuhan mereka saja, tetapi
juga mempersiapkan kebahagiaan anak-anaknya di masa mendatang. Walaupun dengan
dengan susah payah mereka mengumpulkan dan menyimpan harta, tetapi mereka akan
menghadiahkannya dengan tulus dan rela kepada anak-anaknya. Warisan ini tidak
hanya yang berbentuk materi, tetapi juga yang bukan materi seperti cinta kasih,
ketulusan, kesabaran dan sebagainya. Justru warisan ini sangat penting untuk
anak-anak kita. Jadi apa yang ditentukan sebagai sutau kewajiban bagi orangtua
ini adalah merupakan sikap moral yang luhur karena akan mencegah terjadinya
perselisihan dan konflik di antara mereka sebagai ahliwaris.
Dapat disimpulkan bahwa
agama Buddha tidak membedakan kedudukan anak yang lahir pertama atau yang
terakhir baik pria maupun wanita, yang sukses dalam pendidikan atau tidak;
sehingga di dalam menyerahkan harta kekayaan akan dilandasi pengertian benar
yang akhirnya tidak ada rasa irihati dan kecemburuan. Sehingga mereka bisa
mempergunakan warisan tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Karena harapan
orangtua adalah supaya hidup mandiri dan sukses baik secara lahir maupun
batinya.
Langganan:
Postingan (Atom)