NAMO TASSA BHAGAVATO ARAHATO
SAMMASAMBUDDHASSA
Dilingkungan masyarakat Buddhis kini, banyak diskusi mengenai relevansi dari Jhana
(akan dijelaskan dibawah ini) antar
praktisi meditasi . Pertanyaan pertama biasanya adalah "Apakah
seseorang harus mencapai Jhana dulu baru bisa mencapai pencerahan
sempurna (menjadi Arahat), atau mungkinkah mencapai tujuan Terluhur
tanpa mengalami Jhana?"
Mereka yang bertanya biasanya mereka
yang belum mengalami Jhana . Sulit untuk mengatakan bahwa tidak
penting mencapai Jhana; karena mereka yang bertanya tentang hal ini
menginginkan jawaban bahwa Jhana tidaklah penting.
Mereka berharap diberi tahu bahwa ketidak mampuan mereka bukanlah halangan .
Mereka menginginkan jalan yang mudah dan cepat ke Nibbana. Orang seperti itu menjadi
puas dan bahkan terinspirasi oleh guru yang mengatakan apa yang ingin mereka
dengar - bahwa mencapai Jhana
tidaklah penting - dan mereka mengikuti ajaran ini karena merasa nyaman.
Malangnya, Kebenaran jarang yang nyaman, dan jarang sekali sesuai dengan
keinginan kita .
Dilain pihak, meditator yang paham dengan Jhana jhana akan mengenalnya sebagai keadaan bahagia
dari melepas, dan berada disana, dalam pengalamaan melepas, relevansi
antara Jhana dan melepas
diketahui. Jhana pertama timbul disebabkan keadaan alami dari lepasnya
kepedulian terhadap kenikmatan sensorik (Kama Sukha), berarti semua
kepedulian , termasuk kenyamanan , yang tercakup dalam 5 panca indera
(penglihatan, penciuman, pendengaran , pengecapan dan pikiran). Pada Jhana
pertama , melalui lenyapnya semua minat terhadap ke 5 indera secara
konstan dan lengkap maka meditator kehilangan semua sensasi terhadap tubuh
(seolah tubuh hilang), dan ke 5 indera luar ini menghilang. Mereka seluruhnya
bersemayam didalam indera ke 6 yakni pikiran yang murni, mantap, bahagia
dalam keheningan batin . Sang Buddha menyebut hal ini sebagai "Kebahagiaan dari Penolakan
(Pembuangan)", atau kebahagiaan yang timbul dari melepas . Jhana
ke2 timbul karena menyingkirkan gerakan perhatian yang amat halus dan
berpegang pada objek pikiran yang bahagia ini. Ketika " akhirnya
perhatian yang goyah ini berhasil dilepas, seseorang akan mengalami
kebahagiaan yang lebih nikmat timbul
dari batin yang mantap sepenuhnya (Samadhi), dimana pikiran mutlak
menjadi 1 dan tidak bergerak. Jhana ke 3 timbul akibat melepas gejolak kegiuran
yang amat halus, dan Jhana ke 4
timbul dari melepas kebahagiaan itu sendiri, sehingga menikmati keseimbangan
jiwa (mental) yang amat dalam dan teguh
Dalam agama Buddha, pengalaman, bukan
spekulasi, dan bahkan berkurangnya keyakinan
membabi buta , juga merupakan kriteria pemahaman. Seorang meditator
bila tidak menyadari sepenuhnya apa
itu arti keheningan, kegiuran,
kebahagiaan atau keseimbangan berarti mereka belum benar benar mengenal Jhana.
Tetapi dengan mengalami Jhana jhana , dan tahapan melepas, bisa
memberi pemahaman langsung melalui mengalami fenomena mental itu sendiri,
khususnya kebahagiaan (Sukha) dan Penderitaan (Dukkha).
Ibarat kecebong yang menghabiskan
sepanjang hidupnya di dalam air tetapi tidak memahami air karena ia tak tahu
hal lain (selain air). Maka, ketika ia berubah menjadi katak, meninggalkan
air, dan mencapai ke daratan kering, ia mengetahui sifat alami air dan
mengetahui bagaimana cara berpindah darinya. Pada perumpamaan ini , air
adalah Dukkha, tanah kering
adalah Jhana (bukan Nibbana
- karena katak masih membawa (mengandung) sedikit air yang menempel pada
kulitnya walau ke tempat kering!), dan cara untuk berpindah adalah melepas.
Dengan cara ini, praktisi Jhana mengungkapkan Jalan mengakhiri
Dukkha. Meditator yang mencapai
Jhana dengan sendirinya akan bertanya " Mengapa Jhana jhana ini begitu membahagiakan (kebahagiaan yang
ditimbulkan demikian dalam )? Mereka
akan menemukan jawabannya sendiri
-" Karena tahapan melepas yang kini mereka lihat tak lain adalah
bentuk halus dari dukkha !" Ketika seseorang sudah kenal (paham) dengan Jhana,
dan menyadari sumber dari kebahagiaan, maka ia akan menyadari bahwa semua
kebahagiaan duniawi , yang terdiri dari, 5 indera eksternal (termasuk seksualitas), adalah Dukkha semata . Kemelekatan pada
tubuh dan indera sensorik dengan
sendirinya mulai luntur. Ia akan menyadari mengapa para suciwan hidup
membujang. Kemudian , bila ia semakin maju menuju Jhana yang lebih tinggi dan merenung mengapa
tingkat semakin lanjut semakin menyenangkan , maka ia akan mengerti bahwa hal
ini terjadi karena ia sudah melepas kemelekatan batin yang lebih halus ,
seperti kemelekatan kepada kegiuran, kebahagiaan dan keseimbangan . Menjadi
jelas bahwa bahkan pada keadaan batin yang Terluhur hanyalah bentuk halus
dari penderitaan semata, karena ketika ia melepas , maka penderitaam juga
lepas. Semakin tinggi pencapaian , maka
semakin banyak Dukkha yang lepas dan dengan melalui hal ini
maka proses Dukkha diketahui.
Seseorang tidak akan mengerti sepenuhnya Kebenaran dari Penderitaan ,
dan 4 Kebenaran Mulia Sang Buddha, kecuali bila ia sudah melepas penderitaan
dengan mengalami Jhana.
Amatlah aneh , bila ada yang mengatakan
praktik Jhana menimbulkan kemelekatan. Bagaimana mungkin., praktik
melepas, menimbulkan kemelekatan ? Memang betul, Sang Buddha berulang kali
berkata bahwa Jhana jhana ini tidak perlu ditakuti, tetapi harus dikembangkan,
dan memang Jhana jhana ini biasanya
menuntun kita mencapai Sotapanna, Sakadagami, Anagami, dan Arahat,ke
4 tahap Pencerahan (lihat Pasadika Sutta dari Digha Nikaya).
Begitu kita telah mencapai pencerahan
sempurna dan semua kemelekatan dilenyapkan, maka melepas ke Jhana
menjadi sealami sebuah daun yang terlepas dari pohon dan jatuh ketanah.
Memang , kemampuan melepas seseorang dan mengalami Jhana adalah tolok
ukur pemahaman Dhamma yang sesungguhnya dan timbul sebagai konsekwensi dari
berkurangnya kemelekatan.
BSWANewsletter,
Mar/Jun 1997 |
Catatan sekilas penterjemah :
Sebenarnya ada 2 cara mencapai kesucian Nibbana yakni
melalui : Samatha sebagai dasar (samatha
yanika kemudian dilanjutkan dgn vipassana) atau vipassana dgn dasar jhana
ke 1 saja (sukha vipassako) . Pada
kenyataannya vipassako ini amat sangat sulit dilaksanakan karena membutuhkan
disiplin amat tinggi . Individu
dengan pengecualian ini amat sangat langka.
Dan bila berhasil ia hanya akan menjadi arahat tanpa
kekuatan batin istimewa apapun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung ke pariyattidhamma.blogspot