Kamis, 07 Desember 2017

KORUPTOR!


Apakah SAYA salah satu orangnya?




Ada yang berkata, ”Bangsa A terkenal pekerja keras, Bangsa B terkenal boros, Bangsa C terkenal pelit, lalu Bangsa Indonesia terkenal apanya?” Ada celetukan, “Bangsa Indonesia terkenal korupsinya!”

Entahlah, apakah Anda setuju dengan celetukan di atas atau sebaliknya. Yang jelas, di tengah-tengah kepedihan bangsa kita yang dilanda berbagai bencana alam belakangan ini, masih begitu dalam keprihatinan kita terhadap merajalelanya korupsi di negeri ini. Dengan kata lain, luka bangsa ini karena munculnya krisis multidimensi: ekonomi, kepemipinan, moralitas, dan lingkungan, kini menjadi lebih menganga dan tentu bertambah perih karena datang berbagai bencana alam di negeri tercinta ini.

Tak pelak lagi, beberapa orang mengaitkan bahwa bencana-bencana alam yang menimpa Bangsa Indonesia adalah kutukan bahwa moral Bangsa Indonesia sudah teramat rendah.


Gejala Lupa Diri

Dalam keadaan duka, biasanya kita lebih sadar. Setelah mengalami kecelakaan dan musibah, biasanya kita lebih waspada. Dikatakan “biasanya” karena ada juga kasus-kasus luar biasa. Ada juga yang sudah mengalami kecelakaan, sudah babak belur, tetapi masih tetap belum sadar.

Berangkat dari keprihatinan, kalau boleh menengok ke kehidupan berbangsa kita yang terpuruk ini, ada saudara kita di antara para pejabat ini termasuk golongan luar biasa. Sudah tahu persis betapa buruknya keadaan negara, masih saja membebani negara dengan  masalah-masalah yang berbahaya; dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Inilah penyakit ‘lupa diri,’ jenis penyakit aneh; ia membuat orang lain di sekelilingnya merasa geli dan muak tetapi penderitanya sendiri tidak merasa menjadi “penderita” bahkan lenggang- kangkung saja.


Mencari Akarnya

Banyak orang tidak tahu bahwa kejahatan adalah kejahatan apapun alasannya. Kami memiliki pengertian bahwa tabungan kejahatan dan tabungan kebaikan berada di bank yang berbeda. Jadi, bukan di satu bank yang bisa mengakibatkan kata “impas.” Bank yang berbeda ini, juga memiliki bunga yang berbeda. Tidak heran, dalam kehidupan kita sehari, kita selalu berhadapan dengan wajah kehidupan yang selalu berubah: suka, duka, untung, rugi, dipuji, dicela, gembira, bersedih dan masih banyak lagi. Apakah sebabnya? Karena, selain melakukan perbuatan baik, kita juga masih melakukan perbuatan jahat, apakah lewat pikiran, ucapan, atau perbuatan badan jasmani

Pengertian yang sederhana ini sekaligus juga mempertegas bahwa orang yang melakukan korupsi adalah orang yang sedang menabung pada “bank” yang buruk. Semakin banyak tindakan tercela yang dilakukan, semakin besar juga bunga kejahatan yang harus ditanggungnya. Pada saat yang sama, semakin parah juga ia membahayakan dirinya maupun orang lain.

Oleh karena itu, kita juga hendaknya tahu benar bahwa akar atau sebab dari masih gemarnya seseorang yang melakukan tindakan korupsi adalah ketidaktahuan atau pengetahuan salah. Kami menyebutnya dengan satu kata: kekeotoran batin (Asava).

Disebut ketidaktahuan karena orang yang bertindak kejahatan sedang tidak sadar pada kejahatan yang dilakukannya. Ia tidak memiliki rasa malu untuk berbuat jahat (hiri) dan tidak memiliki rasa takut akan akibat perbuatan jahat yang dilakukannya (ottappa). Ia tidak tahu bahwa tindakannya selain mencemari kehidupan masyarakat juga akan merusak tatanan bangsa. Ia tidak tahu bahwa kejahatan yang dilakukannya akan mengancurkan hidupnya sendiri juga membahayakan bahkan menghancurkan kehidupan orang lain.

Disebut pengetahuan yang salah karena tindakan korupsi dimotivasi oleh pengertian-pengertian yang justru menyuburkan korupsi. Misalnya ada pengertian bahwa kesalahan boleh dilakukan bila itu demi kebaikan, demi manfaat banyak orang. Dengan kata lain, membenarkan diri mengambil harta yang tidak diberikan (korupsi) asal untuk keperluan yang dianggapnya baik. Misalnya, merasa nyaman melakukan korupsi karena bertujuan untuk pembangunan tempat ibadah.

Ada juga pengetahuan salah yang menyatakan bahwa kemuliaan dapat diraih jika seseorang berkesempatan mengunjungi tempat-tempat suci. Akibatnya, tidak sedikit orang yang mencari harta dengan jalan-jalan yang kotor (korupsi) kemudian merasa suci atau bersih karena sudah berkali-kali mengunjungi tempat suci.

Yang lebih menyedihkan lagi, seorang teman melihat spanduk yang dipasang di tempat umum yang bertuliskan, “Bersihkan penghasilan/harta anda dengan beramal.”
Bukankah ini berbahaya? Kalau seseorang korupsi 3 milyar, kemudian beramal 1 milyar untuk pembangunan tempat ibadah, apakah ini tidak menyedihkan?

Yang lain lagi berpengetahuan bahwa kebenaran dapat di permainkan. Orang ini berpikir bahwa,”Tuhan Maha Pengampun, Tuhan Maha Pemaaf.” Sehingga berangkat dari pengertian ini, ketika seseorang masih menjabat maka itu dianggap kesempatan selebar-lebarnya untuk mengumpulkan harta, tidak peduli caranya benar atau tidak! Toh suatu saat, Tuhan akan memaafkan hambanya sehina apapun! Deretan pengertian atau pandangan inilah inilah yang kami sebut pengetahuan salah.


Memperbaiki Kaca Mata

Ibarat menggunakan kaca mata, selama kaca mata yang digunakan seseorang berwarna merah maka apapun yang dilihatnya akan berwarna merah pula. Betapapun orang lain menujukkan kesalahannya, orang seperti ini akan kukuh pada pendiriannya.

Begitu pula, selama masih memiliki ketidaktahuan dan pengertian salah maka orang seperti ini tidak sadar pada kejahatan yang dilakukannya. Selama menggunakan kaca mata ketidaktahuan dan pengertian salah tersebut, betapapun orang lain memberikan peringatan, ia tidak ambil peduli. Ia merasa benar dengan perbuatan yang dilakukannya, bahkan ia merasa berjasa dan dengan tindakan-tindakan kelirunya.

Oleh karena itu, berangkat dari keprihatinan, cobalah memperbaiki bahkan mengganti kaca mata ketidaktahuan dan pengertian salah tersebut.

Mencabut Akar Kejahatan

Ibarat memotong rumput, rumput masih akan tetap tumbuh bila kita hanya memotong batangnya. Bila menginginkan agar rumput tidak tumbuh lagi maka kita harus mencabut sampai ke akar-akarnya.

Akhirnya, kita harus menyadari bahwa keserakahan bin ketamakan alias kerakusan yang mengalir bersama nafsu keinginan yang didorong oleh pengertian yang salah atau ketidaktahuan (asava) merupakan akar kejahatan yang akan menjadi ancaman serius bagi kesehatan kehidupan berbangsa yang adil dan makmur.

Namun, kekotoran batin (Asava) yang bersarang di dalam pikiran masing-masing orang ini tidak bisa dihilangkan dengan ritual semata. Jadi berdoa berjuta-juta kalipun tidak akan mengikis kekotoran batinnya. Kekotoran batin harus dibersihkan dengan latihan terus-menerus (bukan latihan sebulan, dua bulan, atau tiga bulan).

Buddhisme menawarkan sebuah cara yang ampuh. Pertama, menjalankan sila atau pengendalian diri. Orang yang mengendalikan dirinya akan memiliki sifat malu untuk berbuat jahat dan takut akan akibat perbuatan jahat. Sehingga yang dipilihnya adalah tindakan-tindakan yang baik dan berjuang untuk menjauhi tindakan-tindakan yang jahat. Yang kami maksud mengendalikan diri  juga termasuk mengendalikan indria-indria yang lain. Ia mengendalikan matanya, jangan sampai matanya gemar atau senang terhadap pemandangan-pemandangan yang dapat merusak moralnya. Demikin juga ia mengendalikan indera-indera yang lain: telinga (suara), lidah (rasa), hidung (penciuman), dan kulit (sentuhan). Dengan ungkapan yang lebih jelas. Ia mengendalikan indria-indria itu sehingga tidak sampai menimbulkan pembunuhan makhluk hidup, pencurian (mengambil barang yang tidak diberikan),  perbuatan asusila (berzinah), berbohong (termasuk fitnah, kata-kata kasar dan omong kosong) dan mabuk-mabukkan.

Kedua, mengembangkan kesadaran (samadhi). Buddhisme memiliki keyakinan bahwa sumber dari segala kejahatan adalah pikiran yang tidak sadar (ketidaktahuan atau pandangan salah). Oleh karena itu, mengembangkan kesadaran adalah pilar utama dari pengendalian diri. Bila kesadaran di kembangkan maka seseorang tidak akan memiliki nafsu untuk melakukan pembunuhan, pencurian, berzinah, berbohong dan mabuk-mabukkan.

Dan langkah yang ketiga yaitu mengembangkan kebijaksanaan (Pannya). Kebijaksanaan yang kami maksud di sini tidaklah sama dengan kebijakan dalam arti umum, seperti kebijakan pemerintah dan lain sebagainya. Kebijaksaan ini datang dari pikiran yang jernih, pikiran yang sadar. Kebijaksanaan inilah yang mampu mencabut bersih kekotoran batin (asava). Orang yang bijaksana akan melihat dengan terang dan jelas bahaya dari tindakan korupsi.m Orang yang bijaksana tidak akan melakukan tindakan yang dapat menghancurkaan orang lain bahkan makhluk lain. Orang yang bijaksana memiliki pikiran bersih, ucapan bersih dan perilaku yang bersih.

Bila kita telah mengaplikasikan jalan-jalan ini, tidak akan ada agi keraguan luntuk berkata, “Saya bukanlah seorang koruptor!” Bahkan bagi orang-orang seperti ini, tidak perlu lagi bertanya atau menjawab pertanyaan pada judul di atas. Apa yang telah ditunjukkan melalui sikapnya, perbuatan badan jasmaninya, ucapannya dan pemikiran-pemikirannya sudah lebih dari cukup untuk menjawab pertanyaan di atas.



KEMISKINAN



a.       Pengertian kemiskinan

Kemiskinan merupakan suatu keadaan yang dihubungkan dengan kebutuhankesulitan dan kekurangan dalam hal hidup dan kehidupan. Istilah ini termasuk diantaranya kebutuhan materi termasuk kekurangan bahan pokok, pelayanan: keadaan ekonomi dimana kekurangan kekayaan seperti modal, uang, materi/sumber daya; hubungan sosial termasuk pengucilan sosial dsb.

b.      Penyebab kemiskinan

Jadi ada beberapa faktor penyebab kemiskianan, yaitu:
1.       Sebagai sebab individual/patological yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan dan kondisi dari simiskin.
2.       Faktor dari keluarga yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga.
3.       Kemiskinan dapat disebabkan oleh sub budaya yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari dipelajari/dijalankan dalam lingkungan sekitar.
4.       Sebagai penyebab agensi yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari orang lain, termasuk perang,pemerintah dan ekonomi.
5.       Kemiskinan dapat pula disebabkan oleh struktural yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Faktor lain yang menyebabkan kemiskinan adalah faktor kemalasan dalam bekerja, lapangan kerja yang sedikit, dll. Hal inilah yang menyebabkan banyaknya pengangguran, efeknya memicu munculnya strata sosial yang baru seperti pengemis, gelandangan dan yang lebih parah adalah menjadi pelaku-pelaku kejahatan/kriminal.
Kemiskinan dapat pula disebabkan oleh faktor karma yang lampau dan karma yang sekarang seperti dikarenakan kehidupan lampau terlalu kikir, tidak pernah memberi, sombong, suka menghina orang yang tidak mampu dan tidak pernah mau menolong orang lain. Hal inilah yang mendasari sifat-sifat/ karakter  keserakahan & kebodohan batin yang memicu munculnya sifat kikir, kecemburuan & sifat suka menghina orang lemah.

c.       Akibat kemiskinan

Kemiskinan mengakibatkan dan menimbulkan kesengsaraan baik yang bersangkutan lingkungan, status sosial, alam dsb. seperti sandang, pangan, tempat tinggal dan kesehatan. Selain itu akibat dari kemiskinan yang lain adalah akan mempertinggi tingkat kriminalitas seperti penodongan, pencurian, perampokan dan tindak kriminalitas lainnya. Akibat kemiskinan juga akan memicu kesenjangan sosial antara si miskin dan si kaya, yang akan berpengaruh pada kepincangan status/strata sosial.

d.      Bagaimana mengatasi kemiskinan!

Kita semua harus belajar dari pengalaman masa lampau, suatau contoh banyak orang yang tadinya tidak mampu tetapi sekarang jadi orang sukses/kaya. Banyak juga yang mengaku miskin tetapi di dalam rumahnya mereka mempunyai fasilitas, kekayaan yang berlimpah dsb.
Banyak cara yang bisa lakukan untuk mengatasi kemiskinan diantaranya adalah: belajar dengan giat, tambah wawasan sebanyak-banyaknya, punya skill/keahlian sehingga ketika melamar pekerjaan potensi untuk diterima lebih besar, harus punya komitmen yang tinggi, disiplin & bertanggung- jawab dalam mengerjakan pekerjaan.


Dalam sudut pandang agama Buddha untuk mengurangi beban dan untuk keluar dari kemiskinan kita banyak melakukan amal seperti berdana, membantu pada sesama yang kekurangan dan berbuat baik yang lainnya. Bisa dilakukan dengan materi, tenaga, ucapan & dengan pikiran yang baik/positif.
Karena dengan memberi kita dapat mengikis kekikiran, tindakan praktik kedermawanan membantu mengikis sifat keserakahan, irihati,  kebencian dan egositas/keakuan.
Sang Buddha memandang bahwa kemiskinan adalah penyakit yang paling berbahaya & paling berat (dalida paramang roga). Karena orang yang miskin scara materi (lahir) & scara batin (spiritual) akan mudah melakukkan berbagai bentuk kejahatan atau kriminalitas. Jika kita akan memberikan bantuan berupa materi, hendaknya materi tersebut berupa materi yang dapat menunjang sifat kemandirian.
Keserakahan aalah sifat yang paling mendasar yang dapat memicu kemelekatan dan memperbesar keinginan yang merupakan sumber dukkha/penderitaan.


Semoga semua makhluk berbahagia.  

HIDUP BAHAGIA & MENGHINDARI PENDERITAAN

Sabbapapassa akaranam, Kusalassupasampada,
Sacittapariyodapanam, Etam Buddhana sasanam.
Tak melakukan kejahatan, Mengembangkan kebajikan,
Menyucikan pikiran sendiri, Ini adalah ajaran Para Buddha.

Kebanyakan umat manusia tidak mengerti apa yang menyebabkan kebahagiaan, dan apa yang penyeba kebahagiaan. Di dalam ajaran Sang Buddha di jelaskan bahwa ‘setiap perbuatan yang  diandasi oleh keserakahan, kebencian dan kebodohan batin, akan menimbulkan penderitaan. Dan tiap perbuatan yang dilandasi oleh lenyapnya/musnahnya keserakahan, kebencian & kebodohan akan membuahkan kebahagiaan.
Sekarang kita ingin membahas tentang tiga jenis orang yang mempraktikan ajaran Sang Buddha, yaitu:
1.       Orang pada tingkat terendah menginginkan kebahagiaan dan menolak penderitaan atau tidak mau terlahir di alam-alam yang rendah. Oleh karena itu, ia mempraktikan ajaran Sang Buddha dengan maksud supaya kelak bisa dilahirkan sebagai manusia atau terlahir di alam-alam dewa. Sehingga ia tidak mempunyai kekuatan & keberanian untuk sama sekali meninggalkan keduniawian. Ia hanya menginginkan yang terbaik dari dunia, ia menghindari yang buruk. Oleh karena itu, ia menjalankan ajaran Sang Buddha agar terlahir di alam yang lebih tinggi.
2.       Sedangkan orang yang berada ditingkat madya, mengerti bahwa segala hal yang bersifat keduniawian, tidak peduli dilahirkan di alam mana pada dasarnya mengandung penderitaan; bagaikan api yang sifat dasarnya adalah panas. Ia ingin lepas daripadanya & mencapai nibbana (suatu  keadaan di mana semua penderitaan lenyap.
3.       Orang yang berada pada tingkat paling atas akan menyadari bahwa,seperti ia sendiri tidak menginginkan penderitaan namun mengharapkan kebahagiaan, demikian pula semua makhluk memiliki kekhawatiran & pengharapan yang sama. Dan karena hubungan kita dengan semua tsb, orang yang mulia adalah ia yang mempraktikan ajaran Sang Buddha demi kebahagiaan semua makhluk.

Bagaimana cara mempraktikkannya?

Di dalan proses belajar & mempraktikkan Buddhism ada dua hal yang sangat penting, yaitu: meditasi & empat renungan. Empat renungan itu adalah:
1.       Bahwa sungguh sulit untuk dapat terlahir sebagai manusia.
2.       Bahwa segala sesuatu yang berkodisi adalah tidak kekal adanya.
3.       Bahwa eksistensi keduniawian (enam alam kehdupan) yang mengandung penderitaan.
4.       Perenungan tentang Hukum Kamma (hukum sebab akibat).

1)      Renungan yang pertama, adalah betapa sulitnya untuk dilahirkan sebagai manusia. Mengapa dikatakan sulit untuk terlahir sebagai manusia? Jadi yang menyebabkan makhluk terlahir sebagai manusia karena dilakukannya perbuatan baik dan mentaati tata-susila yang benar, dan sangat sedikit orang yang mampu menyadarinya, itulah sebabnya kelahiran sebagai manusia menjadi sangat sulit. Karena pada dasarnya, jauh lebih mudah untuk dilahirkan di alam-alam lain. Sebagai contoh, diumpamakan seperti seekor kura-kura buta yang tinggal di dasar samudra. Ada sebuah gandar yang terapung di atas permukaan, kura-kura itu muncul ke permukaan sekali dalam 100 tahun, meskipun demikian kesempatan untuk meletakan lehernya di atas gandar tersebut, namun masih jauh lebih mudah dibanding kesempatan untuk terahir sebagai manusia.
Pandangan umum, bahwa manusia itu jumlahnya sangat banyak, tetapi dibandingkan dengan jumlah makhluk lain, baru kita sadar bahwa betapa sangat sedikit sekali orang terlahir sebagai manusia (misalnya, di dalam tubuh kita saja ada berjuta-juta bakteri, virus, cacing dll)
Di dalam Dhamma ada 8 tempat tmimbal lahir yang tidak menguntungkan (Attha duttha khana), yaitu: alam-alam neraka, setan kelaparan, binatang, lahir dimana tidak ada kelahiran Sammasambuddha, lahir di alam Asannyisata (alam dewa tertentu), lahir sebagai orang** biadab, lahir sebagai orang cacat mental, dan sebagai orang bisu-tuli.
Bila kita terlahir sebagai manusia, ada 10 kondisi yang diperlukan, yaitu: terlahir dimana ada kelahiran Sammasambuddha, tempat dimana Sang Buddha mengajarkan kebenaran, tempat dimana Ajaran tsb masih dikenal dengan baik, tempat dimana guru-guru mengajar dengan penuh Kasih sayang, & tenpat dimana masih ada pengikut Buddha, yaitu: para Bhikkhu & umat awam. Selain itu 5 faktor luar dimana yang harus dipenuhi, yaitu; seseorang tidak melakukan atau melanggar salah satu dari pelanggaran berat (Garukakamma), yaitu: membunuh ibu, membunuh ayah, membunuh seorang Arahat, melukai seorang Buddha, & memecah belah Sangha; sebab ini akan menciptakan rintangan yang sangat besar & berat.

2)      Renungan yang kedua, adalah perenungan terhadap Anicca (ketidakkekalan). Bahwa segala sesuatu yang berkodisi pasti akan mengalami perubahan, seperti perubahan cuaca, hujan, panas, dingin, gugur; anak tumbuh menjadi remaja, dewasa, tua-sakit & mati; kondisi fisik yang berubah uban mulai muncul, gigi menjadi ompong, kulit mulai keriput, jalan sempoyongan dsb. Jadi tidak suatu apapun yang dapat menghindari hukum perubahan atau ketidakkekalan. Mengingat bahwa tidak ada yang bisa terhindar dari perubahan maka tak seorang pun mengetahui kapa ini akan berakhir.
Ada dua hal tentang kematian yang kita ketahui; kematian pasti datang tapi kita tidak tahu kapan datang. Ia bisa datang setiap saat tanpa permisi, dan penyebabnya ada banyak faktor baik dari dalam maupun dari luar. Dengan merenungkan ketidakkekalan kita akan termotifasi untuk mempraktikan Dhamma & akan membantu langkah kita dalam menghadapi segala fenomena ini. Praktik Damma Sang Buddha yang sangat mudah dan simple adalah tidak melakukan kejahatan & mengembangkan kebajikan, dengan mempraktikkan Ajaran ini akan bahagia hidupnya, baik kehidupan sekarang maupun yang akan datang.

3)      Renungan ketiga, adalah merenungkan enam eksistensi (enam alam kehidupan) yang diliputi oleh penderitaan, yaitu: tiga macam penderitaan itu derita karena penderitaan; penderitaan karena perubahan; & derita karena eksistensi yang bersyarat.
a)      Derita yang pertama adalah derita biasa sperti sakit perut, sakit kepala, pegal, diare dsb. itulah penderitaan yang diterima sebagai penderitaan.
b)      Penderitaan yang disebabkan karena adanya perubahan, yaitu: usia tua, kematian, berkumpul dengan yang tidak disenangi, berpisah dengan yang disenangi dsb. Tak ada sesuatu pun yang tidak berubah dan karenanya kita pun mengalami penderitaan karena perubahan.
c)       Penderitaan karena eksistensi yang bersyarat artinya ketidakpuasan terhadap kegiatan duniawi. Kita selalu melakukkan banyak hal tetapi tak pernah merasa puas, & ketika tak dapat melakukkannya timbul frustasi. Inilah penderitaan yang disebabkan oleh eksistensi yang bersyarat.
d)      Alam dewa, mereka banyak menikmati kesenangan & umurnya amat panjang, tetapi cepat atau lambat usia tua serta kematian akan menghampirinya. Karena mereka tak berbuat apa-apa kecuali bersenang-senang, tak mengumpilkan kebajikan maka mereka akan terjatuh ke dalam keadaan yang amat menderita.
e)      Alam kelima adalah makhluk setengah dewa yang selalu terlibat perang dengan para dewa, karena irihati & kecemburuannya. Oleh karena itu, dengan sendirinya mereka akan menderita dalam kehidupan yang akan datang.
f)       Terakhir adalah alam binatang, dimana penyebab kelahiran di alam tersebut adalah kebodohan. Makhluk dari ketiga alam yang paling rendah hanya mengalami derita karena penderitaan; manusia mengalami ketiganya, tapi yang utama adalah dua yang pertama; sementara para dewa terutama mengalami dua yang terkhir.

4)      Perenungan yang terakhir, adalah perenungan terhadap Hukum kamma (hukum sebab & akibat). Menurut pandangan Buddhis, segala sesuatu yang kita miliki adalah akibat dari perbuatan di masa lalu & perbuatan di masa sekarang. Konkritnya jika anda ingin mengetahuinya apa yang telah anda lakukan di masa lalu, lihatlah kondisi sekarang; dan apabila ingin melihat masa yang akan datang maka lihatlah apa yang kita perbuat di masa kini. Sebagai umat Buddha kita tahu bahwa setiap hari kita disuruh untuk merenungkan tentang perenungan Hukum Kamma, yaitu:

Marilah kita membaca perenungan kerap kali,
Aku wajar mengalami usia tua, Aku takkan mampu menghindari usia tua;
Aku wajar menyandang penyakit, Aku takkan mampu menghindari penyakit;
Aku wajar mengalami kematian, Aku takkan mampu menghindari kematian;
Segala milikku yang kucintai & kusenangi akan berubah, akan terpisah dariku;
Aku adalah pemilik perbuatanku sendiri, Terwarisi oleh perbuatanku sendiri,
Lahir dari perbuatanku sendiri, Berhubungan dengan perbuatanku sendiri,
Perbuatan apa pun yang kulakukan, baik atau buruk, perbuatan itulah yang akan kuwarisi.

Dengan merenungkan perenungan ini setiap hari, maka akan membuat kita sadar bahwa apa pun yang kita alami selama ini adalah buah dari perbuatan kita sendiri. Jadi untuk mengharapkan kebahagiaan kita harus melakukan kebajikan bukan dengan cara menjadi pengemis spiritual seperti yang telah kita lakukan selama ini. Dan penderitaan yang kita alami sekarang ini merupakan buah dari perbuatan buruk yang kita lakukan selama ini sehingga tidak ada campur tangan dari makhluk lain. Jika kita tidak ingin menderita, hindarilah sebabnya. Apabila tak ada sebab maka tak akan ada akibat; sama seperti pohon yang telah dicabut maka pohon tersebut tak akan menghasilkan buah lagi. Jika kita ingin hidup bahagia maka harus memelihara panyebab kebahagiaan tersebut, yaitu dengan tidak melakukan kejahatan, mengembangkan kebajikan & membersihkan pikiran sendiri inilah yang merupakan penyebab kebahagiaan & inti dari Ajaran Guru Agung Sang Buddha.



Mental yang sehat menuju hidup bahagia

Vaya dhamma sankhara, appamadetha sampadetha’ti
Semua yang berkondisi tidak kekal adanya maka berjuanglah dengan sunguh-sungguh.

Menurut pandangan umum ada beberapa pandanngan yang disebut padangan fatalisme, yaitu:
1.       Pandanga bahwa baik/buruk, senang/susah, kaya/miskin, sempurna/cacat dsb semua itu sudah ini ada yang mengatur (the grand scanario) yaitu Tuhan (makhluk agung, dsb).
2.       Pandangan segala sesuatu yang kita alami itu terjadi sebagai suatu kebetulan saja, karena baik/buruk, senang/susah, kaya/miskin, sempurna/cacat dan penderitaan itu terjadi begitu saja/ tidak ada sebabnya.
3.       Pandangan lain melihat bahwa baik/buruk, senang/susah, kaya/miskin, sempurna/cacat dan penderitaan terjadi hanya disebabkan oleh karma lampau saja sehingga karma yang sekarang tidak berpengaruh apa-apa.

Yang menjadi akar dari penderitaan/dukkha adalah: ’Keinginan’, mengapa keinginan disebut sebagai akar dari dukkha! Karena semakin banyak keinginan penderitaan semakin banyak tetapi sebaliknya semakin sedikit keinginan maka penderitaan semakin berkurang. Jadi seperti tiga pandangan di atas adalah tidak benar adanya. Alasanya berdasarkan pengetahuan pertama Sang Buddha sesaat sbelum mencapai penerangan..... kemudian diperkuat dengan pengetahuan yang kedua.....
Maka dari itu ada dua istilah, yaitu:
1.       Kebutuhan primer seperti makanan, sandang, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan dll. Keinginan seperti mobil, motor, televisi, Hp, hiburan dll.
2.       Kemudian ada pengertian bahwa keinginan harus disaring/dipilih/ditapis; kalau tida diaring dengan benar maka akan menjadi gejala sakit mental. Jadi tanda-tandanya kalau penyakit mental sudah meyerang adalah:
·         Kalau bukan kelompoku adalah musuhku
·         setuju/tidak, menang/kalah, untung/rugi, berhasil/gagal dsb.
·          Kekerasan/anarkis, merusak, mejarah dsb yang menjadi penyaki masyarakat.

Menurut pandangan Dhamma yang menjadi akar dari dukkha/penderitaan adalah:
·         Pandangan umum melihat bahwa karena masyarakat sekarang ini terlalu banyak dosanya sehingga Tuhan memberi hukuman yang setimpal.
·         Pandangan cuek ah! Karena penderitaan itu terjadi begitu saja/ tidak ada sebabnya.
·         Pandangan lain melihat bahwa sebab penderitaan disebabkan karena terlalu banyak keinginan.

Ciri-ciri mental yang sehat adalah dapat menyaring setiap keinginan yang muncul. Sedangkan perilaku yang tidak sehat akan memunculkan lima keprihatinan, yaitu:
1.       Penyakit mental seperti stress, depresi dll.
2.       Akan mencari kambing hitam sebagai pelampiasannya.
3.       Korupsi (KKN) dll
4.       Memunculkan budaya kekerasan/anarkis
5.       Rusaknya lingkungan/alam

Bagaimana memperbaiki penyakit mental supaya tidak menimbulkan penderitaan!
v  Dengan memperbaiki diri sendiri (apakah diriku menjadi ebih baik hari ini!) inilah tindakan yang lebih reel/nyata sebagai usaha & tanggung-jawab moral.
v  Mampu menyaring semua keinginan, lalu Bagaimana caranya? Yaitu dengan Sampajannya (meliaht banyak faktor)
1.       Seperti kasus pada keinginan baik/buruk, bermanfaat/tidak, benar/salah dsb.
2.       Sesuai dengan kemampuan masing-masing dsb.

Menurut Dhamma dijelaskan bahwa orang yang mempunyai sikap mental yang sehat, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

·         Tidak menghujat & tidak menyakiti,
·         Tidak mencari kambing hitam,
·         Terkendali dalam tata susila,
·         Tahu ukuran dalam hal makan & sederhana hidupnya,
·         Hidup ditempat yang tenang/sunyi, dan

·         Berusaha mengembangkan pikiran yang luhur.

Rabu, 06 Desember 2017

Menggali Potensi Diri



Setiap orang mempunyai potensi untuk maju & berkembang, tetapi untuk maraih sukses seseorang harus punya sarana yaitu pengetahuan dan menggunakan kemajuan teknologi untuk meraih cita-cita tsb. Dalam Dhamma dijelaskan bahwa ada empat hal yang perlu diperhatikan guna meraih kesuksesan tsb, yaitu:
1.       Utthana sampada yaitu kerja keras, sungguh-sungguh menekuni perkerjaan dan mau untuk belajar sehingga menjadi ahli, jadi efisien dalam mengerjakan sesuatu supaya maraih hasil yang maksimal & optimal.
2.       Arrakha sampada yaitu berhati-hati, teliti, cermat dalam menjaga hasil pekerjaan sehingga tidak mudah rusak, hilang atau dicuri orang akibat kelalaian kita.
3.       Kalyanamitta yaitu  memliki sahabat-sahabat yang baik, setia, terpelajar, dermawan & mampu memberikan nasehat-nasehat serta memerikan solusi yang baik.
4.       Samajivita yaitu ia arus hidup dengan batas-batas kemampannya, sederhana, tidak boros & sepantasnya.
Sebagai umat Buddha kita banyak dibekali oleh Guru Agung kita Sang Buddha, sebagaimana dijelaskan dalam Catu Idhipada untuk mencapai sukses, yang terdiri empat poin yaitu:
1.       Chanda Idhpada yaitu setelah dengan susah payah mencari peerjaan untuk menyambung hidup maka hendaknya kita mensyukuri dan mencintai pekerjaan kita, dan berrusaha mengejakannya dengan penuh tanggung-jawab & sepenuh hati sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal & memuaskan.
2.       Viriya Idhipada yaitu dengan penuh semangat, rajin & ulet dalam mengerjakan segala sesuatu maka akan maraih kesuksesan. Dan mereka pantang melakukan kelalaian, KKN, dsb tidak akan mengalami kerugian.
3.       Citta Idhipada yaitu melakukan tugas dengan sepenuh hati, kosentrasi, waspada/hati-hati sehingga tidak melamun, asal-asalan & ngawur. Dengan demikian maka ia dapat mengharapkan hasil yang optimal.
Vimamsa Idhipada yaitu meneliti, menyelidiki kembali dengan seksama apa yang telah dikerjakan sehingga kita tahu dimana kekurangan/kelemahannya. Mengetahui apa yang harus diperbaiki dan ditambah supaya memperoleh hasil yang optimal sesuai dengan yang diharapkannya. Dalam menggali diri yang paling perlu dimiliki adalah keyakinan terhadap apa yang dikerjakan.

KECANTIKAN MENURUT AGAMA BUDDHA


Kecantikan adalah salah satu fenomena yang menarik  & kerap dijadikan sebagai bahan pembicaraan yang tak pernah mebosankan dan tetap menarik dari waktu ke waktu. Tetapi sayangnya pembicaran- pembicaraan yang dilakukan kebanyakan tidak menjurus pada nilai-nilai kecantikan yang sesungguhnya. Mereka cenderung hanya membicarakan yang bersifat duniawi atau yang tampak di luar, yang semua itu hanya bersifat sementara dan tidak memuaskan. Sehingga mereka lupa bahwa kecantikan yang di dalam seperti moralitas, kesabaran dsb. dalam pengertian umum dijelaskan ada dus kreteria, yaitu:
1.       Kecantikan di luar atau yang bersifat duniawi, yaitu:
·         Kecantikan yang dikondisikan dengan barang/alat-alat/ asesoris.
·         Kecantikan yang bersifat lahiriah yang dibawa sejak lahir/akibat karma baik lampau.
2.       Kecantikan batiniah, yaitu:
·         Kecantikan moralitas (sila)
·         Kecantikan batin atau melatih kesabaran (Khanti).

KEBAHAGIAAN yang timbul DARI MELEPAS Ajahn Brahmavamso

NAMO TASSA BHAGAVATO ARAHATO SAMMASAMBUDDHASSA
Dilingkungan masyarakat Buddhis kini, banyak diskusi mengenai relevansi dari Jhana (akan dijelaskan dibawah ini) antar  praktisi meditasi . Pertanyaan pertama biasanya adalah "Apakah seseorang harus mencapai Jhana dulu baru bisa mencapai pencerahan sempurna (menjadi Arahat), atau mungkinkah mencapai tujuan Terluhur tanpa mengalami Jhana?"
Mereka yang bertanya biasanya mereka yang belum mengalami Jhana . Sulit untuk mengatakan bahwa tidak penting mencapai Jhana; karena mereka yang bertanya tentang hal ini menginginkan jawaban bahwa Jhana  tidaklah penting. Mereka berharap diberi tahu bahwa ketidak mampuan mereka bukanlah halangan . Mereka menginginkan jalan yang mudah dan cepat ke  Nibbana. Orang seperti itu menjadi puas dan bahkan terinspirasi oleh guru yang mengatakan apa yang ingin mereka dengar - bahwa mencapai  Jhana tidaklah penting - dan mereka mengikuti ajaran ini karena merasa nyaman. Malangnya, Kebenaran jarang yang nyaman, dan jarang sekali sesuai dengan keinginan kita .
Dilain pihak,  meditator yang paham dengan Jhana jhana  akan mengenalnya sebagai keadaan bahagia dari melepas, dan berada disana, dalam pengalamaan melepas, relevansi antara  Jhana dan melepas diketahui. Jhana pertama timbul disebabkan keadaan alami dari lepasnya kepedulian terhadap kenikmatan sensorik (Kama Sukha), berarti semua kepedulian , termasuk kenyamanan , yang tercakup dalam 5 panca indera (penglihatan, penciuman, pendengaran , pengecapan dan pikiran). Pada Jhana pertama , melalui lenyapnya semua minat terhadap ke 5 indera secara konstan dan lengkap maka meditator kehilangan semua sensasi terhadap tubuh (seolah tubuh hilang), dan ke 5 indera luar ini menghilang. Mereka seluruhnya bersemayam didalam indera ke 6 yakni pikiran yang murni, mantap, bahagia dalam keheningan batin . Sang Buddha menyebut hal ini sebagai  "Kebahagiaan dari Penolakan (Pembuangan)", atau kebahagiaan yang timbul dari melepas . Jhana ke2 timbul karena menyingkirkan gerakan perhatian yang amat halus dan berpegang pada objek pikiran yang bahagia ini. Ketika " akhirnya perhatian yang goyah ini berhasil dilepas, seseorang akan mengalami kebahagiaan yang lebih nikmat  timbul dari batin yang mantap sepenuhnya (Samadhi), dimana pikiran mutlak menjadi 1 dan tidak bergerak. Jhana  ke 3 timbul akibat melepas gejolak kegiuran yang amat halus, dan  Jhana ke 4 timbul dari melepas kebahagiaan itu sendiri, sehingga menikmati keseimbangan jiwa (mental) yang amat dalam dan teguh
Dalam agama Buddha, pengalaman, bukan spekulasi, dan bahkan berkurangnya keyakinan  membabi buta , juga merupakan kriteria pemahaman. Seorang meditator bila tidak menyadari sepenuhnya  apa itu arti  keheningan, kegiuran, kebahagiaan atau keseimbangan berarti mereka belum benar benar mengenal Jhana. Tetapi dengan mengalami Jhana jhana , dan tahapan melepas, bisa memberi pemahaman langsung melalui mengalami fenomena mental itu sendiri, khususnya kebahagiaan (Sukha) dan Penderitaan (Dukkha).
Ibarat kecebong yang menghabiskan sepanjang hidupnya di dalam air tetapi tidak memahami air karena ia tak tahu hal lain (selain air). Maka, ketika ia berubah menjadi katak, meninggalkan air, dan mencapai ke daratan kering, ia mengetahui sifat alami air dan mengetahui bagaimana cara berpindah darinya. Pada perumpamaan ini , air adalah  Dukkha, tanah kering adalah  Jhana (bukan Nibbana - karena katak masih membawa (mengandung) sedikit air yang menempel pada kulitnya walau ke tempat kering!), dan cara untuk berpindah adalah melepas.
Dengan cara ini, praktisi  Jhana mengungkapkan Jalan mengakhiri Dukkha. Meditator yang mencapai  Jhana dengan sendirinya akan bertanya " Mengapa  Jhana jhana  ini begitu membahagiakan (kebahagiaan yang ditimbulkan  demikian dalam )? Mereka akan menemukan jawabannya sendiri  -" Karena tahapan melepas yang kini mereka lihat tak lain adalah bentuk halus dari dukkha !" Ketika seseorang sudah kenal (paham) dengan Jhana, dan menyadari sumber dari kebahagiaan, maka ia akan menyadari bahwa semua kebahagiaan duniawi , yang terdiri dari, 5 indera eksternal  (termasuk seksualitas), adalah Dukkha semata . Kemelekatan pada tubuh dan  indera sensorik dengan sendirinya mulai luntur. Ia akan menyadari mengapa para suciwan hidup membujang. Kemudian , bila ia semakin maju menuju Jhana  yang lebih tinggi dan merenung mengapa tingkat semakin lanjut semakin menyenangkan , maka ia akan mengerti bahwa hal ini terjadi karena ia sudah melepas kemelekatan batin yang lebih halus , seperti kemelekatan kepada kegiuran, kebahagiaan dan keseimbangan . Menjadi jelas bahwa bahkan pada keadaan batin yang Terluhur hanyalah bentuk halus dari penderitaan semata, karena ketika ia melepas , maka penderitaam juga lepas. Semakin tinggi pencapaian , maka  semakin banyak Dukkha yang lepas dan dengan melalui hal ini maka proses Dukkha diketahui.  Seseorang tidak akan mengerti sepenuhnya Kebenaran dari Penderitaan , dan 4 Kebenaran Mulia Sang Buddha, kecuali bila ia sudah melepas penderitaan dengan mengalami Jhana.
Amatlah aneh , bila ada yang mengatakan praktik Jhana menimbulkan kemelekatan. Bagaimana mungkin., praktik melepas, menimbulkan kemelekatan ? Memang betul, Sang Buddha berulang kali berkata bahwa  Jhana jhana ini tidak perlu ditakuti, tetapi harus dikembangkan, dan memang Jhana jhana ini biasanya menuntun kita mencapai  Sotapanna, Sakadagami, Anagami, dan Arahat,ke 4 tahap Pencerahan (lihat Pasadika Sutta dari Digha Nikaya).
Begitu kita telah mencapai pencerahan sempurna dan semua kemelekatan dilenyapkan, maka melepas ke Jhana menjadi sealami sebuah daun yang terlepas dari pohon dan jatuh ketanah. Memang , kemampuan melepas seseorang dan mengalami Jhana adalah tolok ukur pemahaman Dhamma yang sesungguhnya dan timbul sebagai konsekwensi dari berkurangnya kemelekatan.
BSWANewsletter,
Mar/Jun 1997
Catatan sekilas penterjemah :

Sebenarnya ada 2 cara mencapai kesucian Nibbana yakni melalui : Samatha sebagai dasar (samatha yanika kemudian dilanjutkan dgn vipassana) atau vipassana dgn dasar jhana ke 1 saja (sukha vipassako) . Pada kenyataannya vipassako ini amat sangat sulit dilaksanakan karena membutuhkan disiplin amat tinggi . Individu dengan pengecualian ini amat sangat langka.   Dan bila berhasil ia hanya akan menjadi arahat tanpa kekuatan batin istimewa apapun

Kamis, 26 Oktober 2017

Kumpulan Renungan (B.Saddhaviro)

RENUNGAN: "berlatih sadar"
👉 Sadar ketika terlahir tidak membawa harta benda, tidak memiliki kekayaan dunia. Dan bukan hanya dirinya, demikian juga dengan orang lain, tidak berbekal harta dunia.
👉 Sadar jika pada saatnya tiba, orang pasti mengalami kematiaan. Semua yang dicari dan telah didapatkan, harta kekayaan dunia tidak dibawanya.
👉 Sadar hidup di dunia kendati lahir dan meninggal tidak bawa harta, tetap mencai serta perlu memiliki harta sebagai kebutuhan. Karena tanpa harta, orang tidak akan bisa mempertahankan hidupnya; oleh karenanya dengan berbagai upaya, orang mencari harta sebagai kebutuhan hidup, agar bisa sejahtera dan bahagia hidupnya.
👉 Sadar apa yang dicari serta didapatkan akan ditinggal, sadar apa yang telah diperbuat akan dibawa; sadar apa yang datang pada dirinya pasti itu adalah miliknya, dan orang yang telah sadar, hidupnys bahagia.
✍ (B.Saddhaviro)


RENUNGAN: "saat terbaik"
👉 Masa lalu sudah berlalu, segala yang sudah berlalu, tidak perlu untuk disesali mau pun  dilekati, karena memang sudah berlalu, saatnya untuk melepaskan masa lalu.
👉 Masa mendatang belum terjadi, jangan terlalu untuk diharapkan, karena masa mendatang sebagai harapan, bukan suatu kenyataan. Jika harapannya tidak terjadi, maka penderitaannya tidak bisa ditolak.
👉 Saat baik itu adalah saat ini. Karena saat ini bisa untuk memperbaiki masa lalu yang tidak baik,  dan bisa untuk mencapai harapan di masa mendatang. Oleh karena itu, saat ini paling baik di antara masa lalu dan masa mendatang.
👉 Tidak mekekat pada masa lalu, dan juga tidak menghayal pada masa mendatang; berupaya konsentrasi pada saat ini, merupakan cara hidup di saat terbaik untuk menjalani hidup.
✍ (B.Saddhsviro)


RENUNGAN: "semuanya pas"
👉 Jika orang beli baju mau pun sepatu yang digunakan ukurannya adalah badan serta kakinya, atau nomor yang  ada di baju dan di sepatu, agar bisa pas di pakainyanya.
👉 Kendati sedemikian rupa ukuran yang di gunakan, tetap belum tentu bisa pas beli baju mau pun sepatu; yang pasti pas adalah kematian pada setiap usia kehidupan.
👉 Orang berusia seratus tahun, meninggal dunia adalah pas. Orang berumur lima ratus tahun,  meninggal dunia adalah pas. Yang masih berada di dalam kandungan, jika meninggal juga pas. Termasuk orang tidak sakit, meninggal dunia juga pas.
👉 Pasnya kematian disebabkan oleh kehidup atau kelahiran, dimanapun terdapat kelahiran, pasti terjadi kematian; tidak ada yang lepas dari kematian, karena ukurannya kelahiran, maka kematian pasti pas.
✍ (B Saddhaviro)


RENUNGAN: "harta karun"
👉 Kebaikan dengan berdana, bertata susila, mencengah serta mengendalikan keburukan, adalah harta karun bagi seorang pria mau pun wanita. Kebaikan sebagai harta karun, karena memiliki sifat khusus sebagai berikut di bawah ini.
👉 Kebaikan tidak bisa dicuri oleh para pencuri, kekhususan dari kebaikan itulah, yang menjadikan kebaikan sebagai harta karun.
👉 Kebaikan hanya milik pelakunya, tidak bisa diwariskan oleh sanak famili mau pun orang lain; dari keistimewaan inilah kebaikan sebagai harta karun, bagi setiap pelakunya.
👉 Kebaika tidak akan pernah lupa pada pembuatnya, kendati pembuatnya lupa dengan apa yang pernah diperbuatnya; termasuk jika tubuh telah hancur, namun perbuatan baik tidak ikut hancur. Akan setia mengikuti proses kehidupan berikutnya, oleh karena itu kebaikan sebagai harta karun bagi pembuatnya.
👉 Kebaikan sebagai harta karun, karena akan mengabulkan semua harapan bagi pemiliknya. Kesejahteraan di alam manusia berserta kekuasaan mau pun pengikutnya, kebahagiaan di alam dewa, sampai tercapai kesucian tingkat sempurna, semuanya berkah dari kebaikan, maka kebaikan sebagai harta karun yang tiada duanya.
👉 Sedemikian baiknya kebaikan itu, sampai mengalahkan semua hal baik yang ada di dunia ini. Mari melatih berbuat baik sebelum jadi orang baik, karena dari latihan berbuat baik, akan menjadikan orang baik, dan sekaligus bisa memiliki harta karun berupa kebaikan.
 ✍ (B.Saddhaviro)


RENUNGAN: "hitam putih"
👉 Hidup sungguh sangat kompleks, bukan sekadar hitam putih cara melihatnya hidup kehidupan ini. Ketika hidup dilihat secara utuh, kehidupan ini tidak bisa terelakkan dari hitam putih, yang bersumber pada diri sendiri, mau pun  diluar dirinya.
👉 Hitam putih bersumber dari diri sendiri perlu di ketahui, setelah diketahui berupaya untuk mengikis yang hitam, dan mengembangkan yang putih. Karena hitam dan putih yang bersumber dari diri sendiri merupakan tanggung jawab setiap orang, bisa dikembangkan juga dilenyapkan.
👉 Hitam putih yang berasal dari luar diri, berupa makian serta pujian dalam hidup, tidak bisa untuk dilenyapkan. Karena hitam putih yang bersumber dari luar diri bersifat konsekuensi hidup untuk diterima.
👉 Berupaya untuk menjadi baik, dengan mengikis yang hitam dan mengembangkan yang putih dari dalam diri, serta berusaha untuk menerima hitam putih dari luar dirinya.
✍ (B.Saddhaviro)


RENUNGAN: "sikap baik"
👉 Tidak ada orang yang ingin mendapakan pait, semua orang pada dasarnya ingin mendapat enak. Kendati faktanya pait dalam hidup tidak bisa ditolok, karena pait merupakan realitas dan konsekuensi hidup, musti di alami setiap orang hidup.
👉 Dua hal antara keinginan dengan realita sering berbeda. Orang ingin enak dan tidak mau pait, namun faktanya pait yang ada, enak justeru tidak ada. Dari realitas inilah, diperlukan suatu sikap baik untuk menyikapi hidup.
👉 Sikap baik muncul karena berpijak pada prinsip yang kuat, dan punya tujuan hidup luhur. Sehingga sikap baik itu terwujud pada kelenturan batin, bagai sifat air yang terus menyesuaikan keadaan dimana pun berada, namun tetap memiliki jati diri dan tanpa bingung akan arahnya.
👉 Sikap baik itu ketika mendapat hidup pait tidak  akan kapok, jika mendapat yang enak tidak melekatinya;  sikap baik itu bisa berada di keduanya pait mau pun enak, tetapi tidak akan pernah menjadi keduanya. Orang yang memiliki sikap baik, dan bisa bersikap dengan baik,*orang tersebut menjadi *bahagia hidupnya.
✍ (B.Saddhaviro)


RENUNGAN: "kebaikan dan manfaatnya"
👉 Tiga faktor dibutuhkan untuk berbuat baik, pertama faktor kesempatan kedua faktor kemampuan dan ketiga faktor kemauan. Dari semua faktor untuk berbuat baik, yang paling menentukan adalah faktor KEMAUAN. Ibarat kereta api, kemauan untuk berbuat baik bagaikan lokomotif, faktor kesempatan dan kemampuan seperti gerbongnya, yang ikut jalan karena ditarik oleh lokomotifnya.
👉 Lima manfaat berbuat baik dengan mengembangkan mursh hati.
1. Orang  yang murah hati akan disenangi dan dihormati.
2 Orang yang murah hati, *kebaikannya  selalu mengikuti*kemana pun pergi.
3. Orang yang murah hati, menjadi terkenal dan nama harumnya menyebar dimana saja.
4. Orang yang murah hati, kemana pun pergi, percaya diri dan tidak kesulitan, bisa diterima oleh semua pihak.
5. Ketika kematian tiba, orang yang murah hati, terlahir di alam bahagia dewa
👉 Mengetahui cara berbuat baik dengan benar, dan memiliki tiga faktor untuk berbuat baik,  sekaligus sadar akan manfaat dari berbuat baik; memudahkan orang berbuat baik, hanya untuk kebaikan serta kemanfaatan, bukan yang lainnya.
✍ (B.Saddhaviro)


RENUNGAN: "motif berdana"
👉 Berdana adalah cara untuk berbuat baik, namun kebaikan dari berdana dipengaruhi oleh motifnya orang berdana.
👉 Berdana dengan harapan agar mendapat kekayaan, nama harum, kesehatan, usia panjang,  pujian, dan hal baik lainnya, semua berkaitan dengan keduniawian adalah, berdana bermotif rendah.
👉 Berdana tidak mengharapkan kemewahan serta gebranya dunia, melainkan berharap jika kematian terjadi, ingin terlahir kembali di alam dewa atau surga. Motif berdana jenis kedua ini, tentu lebih baik dari motif berdana pertama.
👉 Berdana untuk mengikis kekotoran batin berupa, kekikiran, keserakahan, dan kemelekatan. Motif dari berdana jenis ketiga ini paling baik, karena bertujuan keluhuran hidup.
👉 Berdana dengan kesadaran bukan dengan keinginan, menjadi motif terbaik, karena tujuannya tidak hanya terlahir di alam manusia dan dewa, melainkan untuk terbebasnya kelahiran.
✍ (B.Saddhaviro)


RENUNGAN: "tidak perlu"
👉 Tidak perlu takut, jika bukan milik atau karmanya, mara bahaya tidak akan pernah terjadi kepada dirimu; itulah alasan untuk tidak perlu takut, dengan segala bahaya.
👉 Tidak perlu takut dengan orang jahat, karena orang jahat belum tentu akan berbuat jahat  kepada semua orang; jika takut kepada orang jahat, maka rasa takut itu lebih jahat dari orang jahat. Inilah alasan agar tidak perlu takut, pada orang jahat.
👉 Tidak perlu takut kekurang apa bila sering melakukan perbuatan baik dengan memberi. Karena siapa pun orangnya jika gemar memberi, tidak akan pernah kekurangan. Seperti bekerjanya hukum sebab akibat. Tidak akan kekurangan akibat, jika terus membuat sebab. Inilah alasasanya tidak perlu takut kekurang jika gemar memberi.
👉 Tidak perlu takut orangan lain melupakan akan kebaikan yang pernah Anda lakukan. Anda sendiri yang melakukan kebaikan untuk membantu orang lain kemungkinan saja bisa lupa. Namun perbuatan baik yang pernah Anda lakukan, tidak akan pernah lupa pada sang pembuatnya. Bagaikan api dan sifat panasnya, inilah alasan orang tidak perlu takut  berbuat baiknya dilupakan.
👉 Inilah pentinnya tidak perlu takut dengan apa saja yang tidak perlu untuk ditakutkan. Karena hanya akibat dari perbuat jahat yang perlu ditakutkan, agar tidak berbuat jahat.
✍ (B.Saddhaviro)


RENUNGAN:  "tujuan berdana"
👉 Banyak cara orang berbuat baik berdana dengan tujuan berbeda. Cara dan tujuan bisa berbeda, namun tetap terkategorikan dua jenis kebaikan biasa dan mulia.
👉 Orang berdana cara spontanitas.
Orang berdana karena rasa takut.
Orang berdana karena balas budi baik.
Berdana dengan berharap, agar orang lain baik padanya.
Berdana karena memiliki kemampuan untuk berdana.
Orang berdana bertujuan agar namanya harum.
Orang berdana karena mengerti bahwa berdana itu baik dan patut untuk dilakukan.
👉 Orang berdana untuk membersihkan batin dari sifat buruk, bertujuan mengurangi kekikiran, mengikis keserakahan, melepas kelekatan, membersihkan pandangan salah. Siapa pun orangnya, jika berdana dengan tujuan membersikan noda batin,  kendati caranya berbeda, tetap terkategorikan perbuatan  mulia.
👉 Berlatih berbuat baik berdana, bertujuan  untuk kebahagiaan sementara di dunia; namun tetap memiliki tujuan mulia dengan mengikis noda batin, adalah ciri dari orang bijaksana dalam berdana.
✍ (B.Saddhaviro)


RENUNGAN: "kumurnian"
👉 Setiap orang memiliki kelemahan atau kekurangan, juga mempunyai potensi kemurnian, jika kemurnian dilatih, orang bisa terbebas dari kelemahan, dan mendapat kemurnian.
👉 Melatih kemurnian dengan  berbuat baik, untuk menjadi baik, tanpa menjelekkan.
👉 Melatih kemurnian dengan memahami tentang kebenaran, untuk menjadi orang yang benar, tanpa harus menyalah.
👉 Melatih kemurnian dengan berusaha menyadari setiap muncul serta berlalunya perasaan, tanpa mengklaim itu aku atau perasaanku.
👉 Tidak menyerah pada kelemahan, mau mengatasi semua kesulitan, menyadari akan potensi kemurniaan pada dirinya, dan mau melatih menjadi murni.
👉 Menjadi baik tanpa menjelekkan, benar tanpa menyalahkan, adalah sifat dari kemurnian.


RENUNGAN: "takut berbuat jelek"
👉  Tidak perlu takut dijelekkan orang, lebih takut menjelekkan orang. Dijelekkan orang belum tentu jelek, tetapi menjelekkan orang pasti jadi jelek.
👉 Kendati menjelekkan orang jelek, tidak mungkin bisa menjadi baik dengan menjelekkannya. Tetap perbuatan jelek menjelekkan orang jelek itu, justeru dirinya sendiri menjadi jelek. Inilah alasanya takut berbuat jelek.
👉 Dari perbuatannya orang menjadi baik mau pun jelek. Bukan karena dijelekan orang. Pada saat orang menjelekkan orang lain, sebenarnya menjelekkan dirinya sendiri.
👉 Pada saat orang lain dijelankan, itu juga buah karmajelekknya sendiri. Semua orang hanya memiliki miliknya sendiri, inilah alasan orang yang tahu takut berbuat jelek pada siapa pun.
👉 Takut berbuat jelek ciri orang baik, tidak takut menjelekkan ciri orang kurang baik; bisa mengenali sifat jeleknya sendiri lebih baik, dari pada bisa mengetahui banyak kejelekan orang lain.
✍ (B.Saddhaviro)


RENUNGAN: "mudah berbuat baik"
👉 Berbuat baik kepada orang baik lebih mudah, dari pada berbuat baik dengan orang jahat; karena orang baik memiliki daya tarik, jika dibandingkan dengan orang jahat.
👉 Berbuat baik kepada orang yang berjasa lebih mudah, dari pada berbuat baik  dengan orang baik; karena orang yang berjasa lebih memiliki daya tarik, jika dibandingkan kepada yang orang baik.
👉 Berbuat baik kepada orang yang disenangi lebih mudah, dari pada orang baik sekaligus berjasa; karena rasa senang dengan orang yang disenangi memiliki daya tarik lebih kuat, jika dibandingkan orang baik juga berjasa.
👉 Berbuat baik itu menjadi mudah bagi orang yang telah menjadi baik. Karena bagi orang yang telah menjadi baik, semua orang sebagai ladang untuk berbuat baik, entah itu kepada orang jahat, orang baik, orang berjasa, mau pun orang yang disenangi.
👉 Orang baik mudah berbuat baik, orang yang belum baik susah untuk berbuat baik; orang yang mau melatih berbuat baik, agar mudah berbuat baik, sebagai ciri orang baik.
✍ (B.Saddaviro)


[04:38, 25/10/2017] B Saddha: RENUNGAN: "menerima"
👉 Menerima bukan berarti pasrah tanpa usaha, akan tetapi menerima itu adalah puncak dari pada usaha.
👉 Memerima bukan karena kepepet tidak ada atau tanpa pilihan, maka orang mau menerima; justeru banyak pilihan, tetapi tetap memilih menerima apa adanya.
👉 Menerima merupakan bentuk dari latihan kesadaran akan realitas hidup, untuk tidak mengikuti keinginan, agar bisa mengendalikan dan memadamkan keinginan.
👉 Menerima adalah praktik hidup mulia, khususnya menerima yang tidak dikehendaki, mengubah tidak bermanfaat manjadi berguna.
👉 Orang yang bisa menerima hidup sebagai mana adanya, adalah orang yang telah menyelesaikan masalah pada hidupnya; Mereka akan damai serta bahagia hidup dimana saja, inilah manfaat dari menerima.
✍ (B.Saddhaviro)


RENUNGAN: "dhamma"
👉 Dhamma itu ibarat JALAN, bagi orang yang mau berjalan pada Dhamma, akan sampai pada tujuan dari kehidupan.
👉 Dhamma bagaikan OBAT, untuk kesembuhan penyakit kekotoran batin. Ketika orang mau praktik Dhamma, seperti orang minum obat penyebuh penyakit kekotoran batin.
👉 Dhamma itu layaknya sebuah RAKIT, bisa digunakan menyeberang lautan samsara, untuk sampai pantai yang aman. Demikian pula orang yang mempraktikkan Dhamma, bisa terbebas penderitaan, dan mampu merealisasi kebahagiaan sejati.
👉 Dhamma merupakan  PENERANG bagi setiap orang yang mau mempraktikkan, tanpa kecuali Dhamma akan menjadi pelenyap batin yang gelap, untuk memperoleh penerangan.
👉 Dhamma adalah KEBAIKAN, orang yang mempraktikkan Dhamma,  tidak berbuat kejahatan, senantiasa berbuat baik, dan mensucikan batin.
👉 Dhamma itu bukan saya, anda, mupun kita. Tetapi jika praktik Dhamma bisa menjadikan *SAYA, ANDA, KITA*dalam hidup ini mulia dan bahagia.
✍ (B.Saddhaviro)


RENUNGAN: "waktu"
👉 Waktu kemarin sudah berlalu, tinggal kenangan yang bisa digunakan sebagai pelajaran hidup; karena tanpa menjadi pelajaran, sebanyak apa pun kenangan di waktu yang berlalu, tidak akan memberi banyak arti, makna, dan manfaat hidup.
👉 Waktu sekarang adalah kesempatan sangat berharga, jika digunakan dengan tepat dan baik untuk mencapai tujuan hidup; setelah belajar dari berbagai kenangan di waktu yang sudah berlalu.
👉 Waktu yang akan datang belum pasti, tetapi waktunya pasti datang; oleh karena sebelum waktunya datang bisa dipersiapkan sekarang, dengan belajar dari masa lalu, berbuat baik yang tepat pada saat  ini, adalah untuk memastikan waktu mendatang lebih baik.
👉 Waktu kemarin beda dengan waktu sekarang, dan waktu sekarang tidak sama dengan waktu besok; tetapi kemarin, sekarang mau pun  besok, bisa dibuat sama untuk berbuat baik, untuk menjadi lebih baik.
✍ (B.Saddhaviro)


RENUNGAN: "kebutuhan dan keinginan"
👉 Apa ukurannya cukup dan kurang untuk kehidupan ini. Bisa digunakan ukuranya adalah kebutuhan dan keinginan orang hidup.
👉Jika hidup dengan keinginan, siapa pun orangnya akan terus merasa kurang; karena keingin itu kendati punya banyak masih kurang banyak, apa lagi baru punya sedikit, masih kurang banyak. Terus kurang itu identitasnya keinginan.
👉 Ketika orang hidup sesuai yang dibutuhkan untuk hidup, maka kebutuhannya akan sangat mudah terpenuhi. Bisa ambil contoh pakaian sebagai kebutuhan untuk berpakain yang lanyak, tubuh manusia tidak butuh banyak kain, dua sampai tiga meter sudah cukup. Sangat berbeda dengan keinginan akan pakaian. Satu lemari penuh pakain masih belum cukup.
👉 Orang akan mudah bahagia hidupnya, ketika hidup berdasarkan kebutuhan hidup; yang sulit bahagia itu, jika orang hidup bersama dengan keinginannya.
👉 Ingin hidup bahagia, justeru hidupnya tidak bahagia; karena kebahagiaan  bukan dari keinginan, akan tetapi kebahagiaan itu, jika orang bisa hidup puas dengan kebutuhan.


RENUNGAN: "sakit tidak tersakiti"
👉 Orang hidup tidak bisa tebebas dari sakit, karena sakit merupakan konsekuensi dari hidup; kendati tidak terbebas dari sakit, bukan berarti jika orang sakit tidak perlu diobati.
👉 Berobat untuk kesembuhan merupakan usaha yang patut dilakukan bagi setiap orang, jika belum bisa sembuh usaha baik tetap baik; namun jika orang bisa tidak tersakiti, kendati orang tersebut sakit, itu merupakan usaha yang terbaik bagi orang sakit.
👉 Ketika orang sakit tidak tersakit oleh rasa sakit, kendati merasa sakit oleh rasa sakit itu sendiri; siapa pun orangnya, mereka adalah orang yang telah mendapatkan obat sebenarnya bersumber dari batin.
👉 Biar belum terbebas dari penyakit, berusaha tidak tersakiti oleh penyakit, jika bisa tidak tersakiti oleh penyakit, mereka adalah orang yang telah sembuh dari penyakit.
✍ (B Saddhaviro)


RENUNGAN: "bisa terjadi"
👉 Hidup adalah perubahan, tidak ada yang tidak kena proses perubahan. Karena perubahan, orang miskin bisa menjadi kaya, dan yang kaya bisa jadi semakin kaya raya. Karena perubahan itu juga, orang kaya bisa jadi miskin, dan yang miskin bisa jadi semakin miskin.
👉 Perubahan negatif itu bisa terjadi ketika orang malas mencari kebutuhkan hidup, tidak menjaga serta merawat yang sudah dimiliki, cara hidupnya boros, dan tidak mau berbuat kebaikan.Jika kaya bisa jadi miskin, jika miskin sulit jadi kaya.
👉 Perubahan positif itu akan terjadi kepada siapa pun orangnya, jika orang mau rajin beruhasa untuk mencari kebutuhan hidup. Mau menjaga serta merawat dengan baik, apa yang sudah dimiliki, menggukan sesuai kebutuhan dengan cermat dan hemat. Serta gemar berbuat baik. Orang yang belum cukup hidupnya bisa jadi cukup, yang sudah cukup bisa jadi semakin cukup.
👉 Mengingat hidup adalah perubahan, maka perubahan negatf mau pun positif bisa terjadi kepada siapa pun; namun ketika orang bisa memahami hidup dengan benar, dan telah menjalani hidup dengan baik, selalu menimbun kebaikan, akan memperoleh perubah positif.
✍ (B.Saddhaviro)


RENUNGAN: "sifat kuhur"
👉 Memberi tanpa berharap, tentu berbeda dengan berharap tanpa memberi, dan memberi tapi juga berharap. Orang yang telah memberi tanpa berharap, mereka mengembangkan sifat luhur.
👉 Memaafkan kepada orang yang telah menyakiti tanpa harus meminta maaf, merupakan perbuatan  baik bahkan bisa bersifat luhur; karena tidak semua orang bisa memaafkan sebelum orang yang menyakiti minta maaf, telah minta maaf saja belum tentu bisa dimaafkan. Orang yang memaafkan tanpa dimita maaf, Ia memiliki sifat luhur.
👉 Ciri dari sifat luhur itu selalu memberi, tidak menyakiti dan juga melindungi.  Senang melihat orang senang, menjauhkan diri dari rasa iri serta benci, dan  bersikap netral yang tetap seimbang.
👉 Sifat luhur bagaikan bunga teratai, tidak terkotori oleh keruhnya air kolam; sungguh luhur sifat luhur, membuat luhur bagi mereka yang telah mengembangkan sifat luhur.
✍ (B.Saddhaviro)


[04:45, 6/1/2018] B Saddha: RENUNGAN: "kekuatan ketulusan"
👉 Potensi ketulusan adalah milik semua orang, namun tidak semua orang bisa mengembangkan potensi ketulusan; karena tidak semua orang bisa berbuat dengan tulus, maka potensi ketulusan tidak menjadi ketulusan.
👉 Kekuatan ketulusan ada pada konsisrensi dari perbuatan yang patut dilakukan, tanpa memiliki ketulusan tidak akan ada konsistensi.
👉 Kekuatan ketulusan itu ada pada orang yang tidak mengeluh, dalam menjalankan tugasnya mau pun untuk mengatasi persoalan hidupnya; karena kekuatan dari ketulusan, terbebasnya keluhan.
👉 Siapa pun orangnya jika tidak mengeluh, dan berkonsisten menjalani hidup serta persoalannya; mereka adalah pemilik kekuatan dari ketulusan.
✍ (B.Saddhaviro)


RENUNGAN: "tahapan hidup"
👉 Hidup dengan keinginan, apa pun caranya, keinginannya yang menjadi tujuan hidupnya; semua berabgkat dari keinginan, jika tercapai yang di inginkan orang merasa bahagia, inilah bahagia karena tercapai keinginannya.
👉 Hidup mengendalikan keinginan, tidak mengunakan segala cara untuk mengikuti keinginan yang muncul; namun selalu diseleksi serta dikendalikan keinginannya. Dengan mengendalikan keinginan, orang hidup bahagia karena telah mengedalikan nafsu keinginannya, inilah bahagia karena terkendali keinginannya.
👉 Hidup tanpa keinginan, adalah tahapan tertinggi, sebagai tujuan hidup setiap orang, untuk terbebas dari keinginan, untuk hidup dengan sadar. Orang yang telah sadar akan dirinya, eksistensinya, aktifitasnya, serta tujuan dari hidup terlah tercapainya, maka hidupnya bahagia. Inila bahagia karena terbebasnya keinginan.
👉 Hidup dengan keinginan merupakan tahapan keduniawiaan, hidup mengendalikan keinginan adalah tahapan transisi, dari keinginan menuju kebebasan keinginan, dan mereka yang telah sadar, terbebas dari nafsu keinginan, adalah orang yang sampai pada tujuan hidup.
✍ (B.Saddhaviro)


RENUNGAN: "baik dan benar"
👉 Menjadi baik dengan berbuat baik. Karena setiap orang yang baik, pasti dari berbuat baik. Kendati perbuatan baik, yang bisa menjadikan orang baik, jika caranya berbuat baik salah, orang yang berbuat baik, tidak akan menjadi baik.
👉 Cara yang benar untuk berbuat baik merupakan faktor penting, agar perbuatan baik bisa menjadikan orang baik. Cara yang benar orang berbuat baik, jika berbuat baik itu hanya untuk kebaikan.
👉 Baik karena pernbuatan baik, benar karena cara untuk melakukan kebaikan dengan benar. Jika kedua hal baik dan benar telah menyatu, menjadikan kebaikan serta kebenaran, akan sangat bermanfaat bagi siapa saja orang hidup di dunia.
👉 Menjadikan hidup bermanfaat, apa bila orang hidup bisa mengunakan hidupnya untuk berbuat baik dengan cara yang benar. Karena kebaikan dan kebenaran, merupakan sumber dari manfaat.
✍ (B.Saddhaviro)


RENUNGAN: "perasaan"
👉 Perasaan bersalah bisa muncul kapan saja, kendati tidak berbuat salah; jika munculnya perasaan bersalah tidak terkontrol dengan baik oleh kesadaran, maka orang akan terbawa oleh rasa bersalah, menyebabkan gelisah dan tidak tenang.
👉 Merasa benar bahwa malah paling benar, jika merasa benar itu mucul; jika tidak dikontrol dengan baik oleh kesadaran, orang akan terbawa oleh munculnya perasaan paling benar, membawa dirinya pada ke aku an atau kesombongan, sebab dari kemunduran sampai kehancuran.
👉 Ketika perasaan bersalah mau pun merasa benar itu muncul,  jika munculnya perasaan itu disadari dengan baik; bawah itu adalah perasaan, itu hanya perasaan, maka perasaan tidak akan membawa orang pada kegelisaan mau pun ke aku an.
👉 Mengetahui perasaan sebagai perasaan, menyadari perasaan itu muncul bertahan serta berlalu, mengotrol perasaan dengan kesadaran, agar tidak terbawa oleh perasaan, itulah ciri dari orang punya rasa, tidak hanya merasa bisa, tetapi bisa merasa.
✍ (B.Saddhaviro)


RENUNGAN: "perintang keinginan"
👉 Berlatih meditasi untuk mengembangan ketenangan batin, agar batin memiliki daya tahan untuk mengatasi masalah yang mucul, sebagai konsekuensi logis hidup di dunia, tidak terlepas dari permasalahannya.
👉 Saat berlatih meditasi  dianjurlan tidak berangkat dari keinginan. Karena keinginan sebagai enerji pikiran untuk berlari berkelana, sehigga pikiran tidak mudah menjadi tenang. Dari keinginan itu juga terbentuk perintang batin, begitu keinginan muncul, maka pikiran sulit dilatih menjadi tenang.
👉 Berlatih meditasi ingin tenang, justeru pikiran tidak bisa tenang; ketika  pikiran belum tenang, muncul ketegangan, kegelisahan, kekacau pikiran dan itu sejatinya keinginan.
👉 Melatih meditasi dengan berharap agar tidak banyak kesulitan, justus akan semakin banyak kesulitan, karena keinginan adalah sebab dari kesulitan atau rintangan batin; keingin merupakan perintan aktif, semakin banyak keinginan, akan semakin sulit melatih menenangkan pikiran.
👉 Mulai berlatih tidak dengan keinginan, tetapi berlatih dengan sadar; sadar ada rintangan mau pun kesulitan sewaktu berlatih, sadar menyadari kesulitan serta  rintanngan yang ada, maka rintangan tidak menjadi aktif karena tidak bersumber dari keinginan. Maka melatih meditasi akan lebih mudah, jika dilakukan dengan sadar sebagai kontrol serta arah latihan.
✍ (B.Saddhaviro)


 RENUNGAN: "dinilai "
👉 Menilai orang baik itu mudah, yang tidak mudah itu menjadi orang baik; karena menjadi orang baik, harus berbuat baik baik.
👉 Menilai jelek orang lain karena ada kejelekkannya itu sangat mudah, yang tidak mudah adalah mengetahui kejelekkannya pada diri sendiri, dan mau menilai dirinya sendiri masih banyak kejelekkannya, itu yang  tidak mudah.
👉 Tidak ada orang menjadi jelek hanya karena dinilai  jelek, dan tidak mungkin  bisa menjadi baik karena dinilai baik; orang mejadi jelek karena perbuatannya jelek, dan menjadi baik karena telah berbua baik.
👉 Nilai kehidupan bukan  terletak pada penilaian, akan tetapi terdapat pada kontribusi kemanfaatan orang hidup; semakin bisa bermanfaat bagi orang banyak, hidupnya menjadi semakin bernialai.
✍ (B.Saddhaviro)

Video Pembelajaran "Sikap Penghormatan dalam Agama Buddha"