Jumat, 21 Maret 2014

Persembahan Makanan Dari Sujata

Di dekat tempat itu tinggallah seorang wanita muda kaya-raya yang bernama Sujata. Sujata ingin membayar kaul kepada dewa pohon karena permohonannya untuk mendapatkan anak laki-laki dapat tercapai. Hari itu Sujata mengutus pelayannya ke hutan untuk membersihkan tempat di bawah pohon tersebut. Sujata pun kaget ketika pelayannya datang kembali dengan tergesa-gesa dengan memberitahukan bahwa dewa pohon itu saat ini muncul. Mendengar hal ini Sujata gembira sekali. Sujata dengan menggendong bayinya kemudian bersama pelayan-pelayannya membawa berbagai masakan yang lezat untuk pergi ke tempat pohon itu. Sujata melihat dewa pohon itu sedang bermeditasi dan kelihatannya sangat agung. Ia tidak tahu bahwa orang yang dia anggap sebagai dewa pohon itu adalah Petapa Gotama. Kemudian Sujata dengan hati-hati mempersembahkan semua makanan kepada Petapa Gotama, yang dikiranya sebagai dewa pohon. Petapa Gotama menerima persembahan itu, dan setelah habis menyantapnya ia pun bertanya:

“Dengan maksud apakah engkau membawa makanan ini?”
“Tuanku yang agung, makanan ini aku persembahkan sebagai ucapan terima kasihku karena Tuanku telah mengabulkan permohonanku untuk mendapatkan anak laki-laki.”
Kemudian Pertapa Gotama menengok ke arah bayi itu dan meletakkan tangannya di dahi bayi itu. Petapa Gotama pun berkata:
“Semoga hidupmu selalu diliputi berkah dan keberuntungan. Aku bukanlah dewa pohon, tetapi seorang putra raja yang telah enam tahun menjadi seorang petapa untuk mencari sinar terang yang dapat dipakai untuk memberi penerangan kepada semua makhluk yang berada dalam jalan kegelapan. Aku yakin dalam waktu dekat aku akan memperoleh sinar terang tersebut. Dalam hal ini, persembahan makananmu telah banyak membantu, karena sekarang badanku menjadi kuat dan segar kembali. Karena itulah, maka engkau pasti akan mendapatkan berkah yang sangat besar akibat persembahanmu ini. Tetapi, adikku yang baik, apakah engkau sekarang bahagia dan semua kehidupanmu sudah terpuaskan dari segala sisinya?”
“Tuanku yang agung, aku tidak menuntut banyak di kehidupan ini. Sedikit tetesan air hujan sudah cukup untuk memenuhi mangkuk Bunga Lily, meskipun belum cukup untuk membuat tanah menjadi basah. Aku sudah puas dapat hidup bersama dengan suamiku dan membesarkan anak ini. Setiap hari dengan senang aku mengurusi semua pekerjaan rumah tangga, memberi sesajen kepada para dewata, serta tidak lupa kami sekeluarga selalu berbuat baik dan menolong orang yang memang membutuhkan pertolongan. Kami sekeluarga tahu bahwa keberuntungan selalu datang dari perbuatan baik, dan kemalangan selalu datang dari perbuatan jahat. Oleh karena itulah, apa yang musti kami sekeluarga takuti meski tiba saatnya kematian datang nanti?”

“Kau sudah memberikan penjelasan sederhana yang mengandung saripati kebajikan sangat tinggi di dalamnya. Meski kau tidak mempelajari semua segi dunia ini, namun kau dan sekeluargamu tahu jalan kebenaran dan menyebarkan keharuman sampai ke semua pelosok. Sebagaimana engkau sudah mendapatkan kepuasan, maka semoga aku pun juga akan mendapatkan apa yang aku cari.”
“Semoga Tuanku yang agung berhasil mencapai apa yang Tuanku cari selama ini.”

Petapa Gotama pun melanjutkan perjalanannya dengan membawa mangkuk kosong. Di tepi sungai Neranjara, Petapa Gotama mengucapkan tekadnya (adhitthana) dalam hati:
“Jika memang jalan yang aku jalani ini benar dan akan membawaku pada Pencerahan Sempurna, biarlah mangkuk ini mengalir melawan arus sungai.”

Satu keajaiban pun terjadi, karena mangkuk itu ternyata mengalir melawan arus. Hal ini membuat Petapa Gotama mendapatkan semangat baru dan kepercayaan yang sangat tinggi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung ke pariyattidhamma.blogspot