Petapa Gotama kemudian
sampai di Senanigama, di Uruvela. Di tempat ini Petapa Gotama bertemu dengan 5
orang petapa lain yang bernama Bhaddiya, Vappa, Mahanama, Assaji dan Kondanna.
Mereka menerapkan cara ekstrim agar dapat mengendalikan batin dan kesadaran
mereka, yang mereka percaya dapat menyelami kebenaran sejati guna menemukan
cara menghindari usia tua, sakit dan mati. Mereka berlima bersama Petapa Gotama
berlatih dengan menyiksa diri. Petapa Gotama melaksanakan latihan dengan cara
yang paling ekstrim di antara mereka semua. Petapa Gotama menjemur dirinya di
bawah terik matahari pada hari siang, dan pada waktu tengah malam ia berendam
di sungai dalam waktu yang sangat lama. Ia juga merapatkan giginya dan menekan
kuat-kuat langit-langit mulutnya sehingga keringat mengucur di seluruh
tubuhnya. Dengan sakit yang demikian hebatnya, Petapa Gotama berusaha agar
batinnya tidak melekat, selalu waspada, tenang serta fokus. Setelah beberapa
lama, Petapa Gotama kemudian menahan nafasnya sampai nafasnya tidak lagi keluar
dari hidung atau mulut, namun keluar sedikit demi sedikt dari lubang telinga
sehingga mengeluarkan suara yang mendesis. Petapa Gotama juga berpuasa dengan
mengurangi makanannya dari hari ke hari, hingga hanya memakan sebutir nasi
dalam waktu satu hari. Karena hal inilah maka kesehatan tubuhnya sangat
memburuk. Badannya kurus sekali. Saking kurusnya, bahkan jika perut bagian
depan ditekan dengan jari tangan, maka bagian punggung bawah pun akan muncul
tonjolan akibat dari bagian perut depan yang ditekan tersebut. Kulit dan
dagingnya sudah tersisa sedikit sekali. Ia bagaikan tengkorak hidup. Warna
kulitnya berubah menjadi gelap kehitam-hitaman dan banyak rambutnya yang
rontok. Ia juga tidak sanggup berdiri karena kakinya sangat lemah. Hal ini
diketahui oleh orang kepercayaan Raja Suddhodana yang kemudian melaporkannya
kepada Raja. Raja dan seluruh anggota istana menangisi keadaan Petapa Gotama.
Namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa selain berharap agar Petapa Gotama
dapat dengan segera menjadi Buddha.
T umimbal Lahir (proses penerusan kehidupan).
Dalam waktu yang singkat, ia sudah menyamai kepandaian gurunya. Petapa Gotama
merasa semua pengetahuan yang diajarkan gurunya ini masih belum bisa mengakhiri
usia tua, sakit dan mati. Maka Petapa Gotama pun mohon diri dan melanjutkan
pengembaraannya. Di tempat lain, Pertapa Gotama bertemu dengan Pertapa Uddaka Ramaputta
dan ia pun melatih diri bersamanya. Uddaka Ramaputta terkenal sebagai petapa
yang hebat di zaman itu. Di sana Petapa Gotama dan Petapa Uddaka Ramaputta
mengembangkan cara bermeditasi yang paling tinggi sehingga dapat mencapai
keadaan “bukan-pencerapan dan bukan bukan-pencerapan”. Dalam waktu yang
singkat, Petapa Gotama berhasil mencapai tingkat kemampuan yang tinggi. Karena
itu Petapa Gotama diminta untuk menjadi mitra dan membantu untuk mengajarkan
semua ilmunya kepada murid-murid Uddaka Ramaputta yang banyak sekali. Karena
semua pengetahuan yang ia miliki sekarang masih juga belum berhasil mengakhiri
usia tua, sakit dan mati, maka Petapa Gotama pun mohon diri dan kembali
meneruskan pengembaraannya.
Petapa Gotama pun
berpikir jika cara yang ia terapkan sekarang adalah tidak benar. Ia merasa
bahwa untuk melatih diri agar batin tidak lagi melekat dan selalu waspada pada
setiap saat tidak harus dilakukan dengan cara seperti ini. Petapa Gotama pun
mandi di sungai, kemudian berjalan dengan tertatih-tatih ke gubuknya untuk
beristirahat. Namun ketika berjalan tidak seberapa jauh dari sungai, Petapa
Gotama jatuh pingsan. Pada waktu itu ada seorang anak penggembala kambing
bernama Nanda yang menemukannya. Ia kemudian memberi air susu kambing kepada
Petapa Gotama sehingga dia pun menjadi siuman kembali. Petapa Gotama selalu
dirawat oleh Nanda dan diberikan berbagai makanan bergizi sehingga perlahan pun
kesehatannya pulih kembali. Hal ini diketahui oleh lima orang petapa yang lain.
Mereka menganggap Petapa Gotama sudah gagal, maka mereka pergi meninggalkannya
dan pergi ke Taman Rusa di Benares.
Saat kesehatan Petapa Gotama sudah pulih, ia kembali melakukan pertapaannya. Petapa Gotama merenungkan tentang cara-caranya selama ini, dan berusaha untuk mencari jalan yang benar agar dapat menemukan cara menghindari usia tua, sakit dan mati. Ketika ia sedang merenungkan hal ini, lewatlah serombongan penari ronggeng yang berjalan sambil berbincang-bincang. Salah satu dari penari ronggeng itu kemudian berkata:
Saat kesehatan Petapa Gotama sudah pulih, ia kembali melakukan pertapaannya. Petapa Gotama merenungkan tentang cara-caranya selama ini, dan berusaha untuk mencari jalan yang benar agar dapat menemukan cara menghindari usia tua, sakit dan mati. Ketika ia sedang merenungkan hal ini, lewatlah serombongan penari ronggeng yang berjalan sambil berbincang-bincang. Salah satu dari penari ronggeng itu kemudian berkata:
“Kalau kecapi dipetik terlalu keras, maka talinya akan putus sehingga lagunya hilang. Kalau dipetik terlalu lemah, maka suaranya tidak akan harmonis. Orang yang dapat memainkan kecapi dengan baik adalah orang yang dapat memetik kecapi dengan tepat, sehingga lagunya harmonis. Namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa selain berharap agar Petapa Gotama dapat dengan segera menjadi Buddha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung ke pariyattidhamma.blogspot