Jumat, 21 Maret 2014

Bertapa Bersama 5 Orang Pertapa

Petapa Gotama kemudian sampai di Senanigama, di Uruvela. Di tempat ini Petapa Gotama bertemu dengan 5 orang petapa lain yang bernama Bhaddiya, Vappa, Mahanama, Assaji dan Kondanna. Mereka menerapkan cara ekstrim agar dapat mengendalikan batin dan kesadaran mereka, yang mereka percaya dapat menyelami kebenaran sejati guna menemukan cara menghindari usia tua, sakit dan mati. Mereka berlima bersama Petapa Gotama berlatih dengan menyiksa diri. Petapa Gotama melaksanakan latihan dengan cara yang paling ekstrim di antara mereka semua. Petapa Gotama menjemur dirinya di bawah terik matahari pada hari siang, dan pada waktu tengah malam ia berendam di sungai dalam waktu yang sangat lama. Ia juga merapatkan giginya dan menekan kuat-kuat langit-langit mulutnya sehingga keringat mengucur di seluruh tubuhnya. Dengan sakit yang demikian hebatnya, Petapa Gotama berusaha agar batinnya tidak melekat, selalu waspada, tenang serta fokus. Setelah beberapa lama, Petapa Gotama kemudian menahan nafasnya sampai nafasnya tidak lagi keluar dari hidung atau mulut, namun keluar sedikit demi sedikt dari lubang telinga sehingga mengeluarkan suara yang mendesis. Petapa Gotama juga berpuasa dengan mengurangi makanannya dari hari ke hari, hingga hanya memakan sebutir nasi dalam waktu satu hari. Karena hal inilah maka kesehatan tubuhnya sangat memburuk. Badannya kurus sekali. Saking kurusnya, bahkan jika perut bagian depan ditekan dengan jari tangan, maka bagian punggung bawah pun akan muncul tonjolan akibat dari bagian perut depan yang ditekan tersebut. Kulit dan dagingnya sudah tersisa sedikit sekali. Ia bagaikan tengkorak hidup. Warna kulitnya berubah menjadi gelap kehitam-hitaman dan banyak rambutnya yang rontok. Ia juga tidak sanggup berdiri karena kakinya sangat lemah. Hal ini diketahui oleh orang kepercayaan Raja Suddhodana yang kemudian melaporkannya kepada Raja. Raja dan seluruh anggota istana menangisi keadaan Petapa Gotama. Namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa selain berharap agar Petapa Gotama dapat dengan segera menjadi Buddha.
T umimbal Lahir (proses penerusan kehidupan). Dalam waktu yang singkat, ia sudah menyamai kepandaian gurunya. Petapa Gotama merasa semua pengetahuan yang diajarkan gurunya ini masih belum bisa mengakhiri usia tua, sakit dan mati. Maka Petapa Gotama pun mohon diri dan melanjutkan pengembaraannya. Di tempat lain, Pertapa Gotama bertemu dengan Pertapa Uddaka Ramaputta dan ia pun melatih diri bersamanya. Uddaka Ramaputta terkenal sebagai petapa yang hebat di zaman itu. Di sana Petapa Gotama dan Petapa Uddaka Ramaputta mengembangkan cara bermeditasi yang paling tinggi sehingga dapat mencapai keadaan “bukan-pencerapan dan bukan bukan-pencerapan”. Dalam waktu yang singkat, Petapa Gotama berhasil mencapai tingkat kemampuan yang tinggi. Karena itu Petapa Gotama diminta untuk menjadi mitra dan membantu untuk mengajarkan semua ilmunya kepada murid-murid Uddaka Ramaputta yang banyak sekali. Karena semua pengetahuan yang ia miliki sekarang masih juga belum berhasil mengakhiri usia tua, sakit dan mati, maka Petapa Gotama pun mohon diri dan kembali meneruskan pengembaraannya.

Petapa Gotama pun berpikir jika cara yang ia terapkan sekarang adalah tidak benar. Ia merasa bahwa untuk melatih diri agar batin tidak lagi melekat dan selalu waspada pada setiap saat tidak harus dilakukan dengan cara seperti ini. Petapa Gotama pun mandi di sungai, kemudian berjalan dengan tertatih-tatih ke gubuknya untuk beristirahat. Namun ketika berjalan tidak seberapa jauh dari sungai, Petapa Gotama jatuh pingsan. Pada waktu itu ada seorang anak penggembala kambing bernama Nanda yang menemukannya. Ia kemudian memberi air susu kambing kepada Petapa Gotama sehingga dia pun menjadi siuman kembali. Petapa Gotama selalu dirawat oleh Nanda dan diberikan berbagai makanan bergizi sehingga perlahan pun kesehatannya pulih kembali. Hal ini diketahui oleh lima orang petapa yang lain. Mereka menganggap Petapa Gotama sudah gagal, maka mereka pergi meninggalkannya dan pergi ke Taman Rusa di Benares.

Saat kesehatan Petapa Gotama sudah pulih, ia kembali melakukan pertapaannya. Petapa Gotama merenungkan tentang cara-caranya selama ini, dan berusaha untuk mencari jalan yang benar agar dapat menemukan cara menghindari usia tua, sakit dan mati. Ketika ia sedang merenungkan hal ini, lewatlah serombongan penari ronggeng yang berjalan sambil berbincang-bincang. Salah satu dari penari ronggeng itu kemudian berkata:

“Kalau kecapi dipetik terlalu keras, maka talinya akan putus sehingga lagunya hilang. Kalau dipetik terlalu lemah, maka suaranya tidak akan harmonis. Orang yang dapat memainkan kecapi dengan baik adalah orang yang dapat memetik kecapi dengan tepat, sehingga lagunya harmonis
. Namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa selain berharap agar Petapa Gotama dapat dengan segera menjadi Buddha.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung ke pariyattidhamma.blogspot